Chereads / Anti Sosial / Chapter 19 - Pelamar

Chapter 19 - Pelamar

"Eh ketemu lagi, ngelamar kerja juga ?"

Dengan senyuman cerah pria itu menatap Laras, melambaikan tangan kearahnya seolah bagaikan teman lama yang bertemu kembali.

Javas, pria gila yang menciumnya di pesta dansa, kenapa dia ada disini ?!

Laras tak berhenti memperhatikan pria di hadapannya, sepertinya tuhan benar-benar mengabulkan keinginannya untuk mempertemukan dirinya dengan pria gila bernama Javas itu.

"Ayo Mas, silakan masuk" ucap Reno pada Javas mempersilahkannya untuk masuk kedalam ruangan bosnya.

Masuk ?

Laras tak bergeming, Dia masih berdiri di depan pintu cokelat ruang kerja Rafan, seakan masih mencerna ucapan Reno.

"Laras minggir, kamu ngapain berdiri di depan pintu begitu" tegur Reno karena Laras tak kunjung bergerak.

"Laras!" bentak Reno karena lagi-lagi karena Laras tak bergeming dengan tegurannya.

"Hah ? i.. iya pak" Jawab Laras kaku lalu bergeser perlahan, Laras masih menatap Javas dengan wajah masih tak percaya, sementara pria itu hanya tersenyum sok ganteng kearahnya.

Reno dan Javas berjalan melewatinya, masuk kedalam ruangan milik Rafan dengan Laras yang tak berhenti melihat kearahnya sampai pintu itu kembali tertutup.

Dia ngapain disini ? Gak mungkin kan kalau Dia.... Dia ngelamar kerja disini ?!

Laras menggeleng-gelengkan kepalanya, sepertinya Dia sudah berpikir aneh, mana mungkin orang kaya seperti Dia ngelamar kerja di kantor bosnya, tapi... Kenapa Pak Reno suruh dia masuk ? Aduh! ngapain dipikirin sih Laras, udah kerja kerja!

***

Sebenarnya tadi dia tidak secemas ini, tapi kenapa begitu ia di suruh masuk jantungnya berdetak sangat kencang, dia juga mulai merasakan cemas dan gugup.

Santai Javas, santai... Rileks aja.

"Ini Dia orangnya Pak" ucap Reno begitu mereka masuk kedalam ruangan itu dan menemui bosnya yang kini duduk di hadapannya. "Mas Javas, ini Pak Rafan, pemilik kantor atau perusahaan ini"

"Selamat Pagi Pak Rafan, saya Javas yang melamar pekerjaan di kantor Bapak"

"Oke, silakan duduk Javas"

Sekilas Javas memperhantikan bosnya yang dirasa aneh sampai akhirnya dia duduk, rasanya aneh ketika melihat bosnya yang diajak berbicara tapi sepertinya menatap bukan kearahnya, terlihat memang seperti melihat kearahnya namun... Tidak, Javas merasa bosnya tidak melihat kearahnya.

"Langsung saja ya, Reno tolong bacakan CV nya"

Meski agak bingung namun Javas tak berucap apapun, Dia mendengarkan ucapan Reno saat membacakan CV kerjanya.

Rafan mengangguk sesaat setalah Reno membacakan CV kerja milik Javas, Jari tulunjuknya mengetuk-etuk meja seolah tengah memikirkan pertimbangan.

"Pak Javas S1 ekonomi, sudah bekerja dimana saja kalau boleh saya tahu ?" tanya Rafan.

"Benar saya S1 ekonomi, tapi saya belum ada pengalaman apapun, masih belum ada panggilan kerja yang saya terima sejak saya lulus, baru hari ini saya di panggil untuk interview kerja Pak"

Kejujuran itu adalah hal dasar yang sangat penting dimiliki pada setiap orang, sebenarnya Javas bisa saja mengarang cerita tentang pengalaman kerja itu, tapi Dia rasa bekerja itu harus ada kejujuran dan dia tidak mau diterima kerja atas dasar kebohongan, meski Javas tau yang berpengalaman pasti akan lebih besar peluangnya untuk di terima.

"Oh oke, kalau begitu jika di terima kerja disini, ini benar-benar akan jadi pengalaman baru ya untuk Anda"

Javas hanya tersenyum malu dengan ucapan Rafan.

"Sebenarnya saya membutuhkan orang yang sudah memiliki pengalaman kerja sebelumnya, karena kalau harus membimbing dari pasti akan sedikit banyak membuang waktu" ucap Rafan setelah diam beberapa saat.

Fix dia pasti gak diterima kerja, hahh... yasudahlah.

"Sebenarnya kalau lihat dari CV kamu, tidak ada yang mengecewakan, nilai kamu juga bagus, tapi praktek akan lebih penting daripada teori, Apa anda bisa mengaplikasikan ilmu anda dengan baik pada pekerjaan ini ?"

Javas gugup bukan main, kedua tangannya meremas kuat menutupi kegugupannya, tapi kesempatan yang tidak datang dua kali, dia harus menjawabnya dengan baik.

"Saya tidak bisa janji Pak, tapi saya bisa jamin saya akan berusaha semaksimal mungkin, teori juga pastikan tidak beda jauh dengan praktek, kalaupun sulit pasti ada jalan keluarnya, jadi saya optimis bisa bekerja dengan baik jika saya diterima kerja di perusahaan ini" jawab Javas dengan lugas dan percaya diri.

"Saya suka dengan jawaban anda, sebenarnya juga lowongan kerja pada posisi yang saya butuhkan hanya satu orang, karena memang untuk menggantikan orang yang pindah posisi, pekerjaan tentang pemasaran produk dan penjualan, tapi akan saya pertimbangkan CV kamu, setelah saya interview semuanya, saya akan kasih jawaban saya"

"Baik Pak"

"Iya, karena masih ada yang harus saya interview anda bisa keluar, terimakasih sudah melamar dikantor ini, CV anda akan saya pertimbangkan lagi"

Javas bangun dari duduknya dan langsung mengulurkan tangannya. "Baik Pak Rafan, kalau begitu saya permisi dulu" ucapnya.

"Reno tolong suruh masuk peserta selanjutnya" ujar Rafan dan mengabaikan uluran tangan Javas di hadapannya, membuat pria itu melirik kearah Reno yang malah menutup matanya seolah memberi sinyal pada Javas untuk tidak melakukan hal itu dan langsung keluar saja.

Javas tersenyum kecut sebelum akhirnya menarik kembali uluran tangannya, melihat ke wajah calon bosnya itu tanpa melunturkan senyuman masamnya.

Ngapain si Lo Jav, konyol banget ngarep salaman sama bos.

Dia berjalan keluar dari ruangan itu yang diikuti Reno di belakangnya, kalau memang nantinya dia tidak diterima yasudah, Dia akan cari kerja lagi ditempat lain.

"Mas Javas silakan tunggu dulu disini, jangan pulang dulu karena paling hari ini Pak Rafan akan kasih jawaban untuk Mas Javas diterima atau tidak" ucap Reno memberitahu begitu mereka sudah berada di luar ruangan.

"Iya Pak, saya akan tunggu disini"

Javas duduk ditempatnya semula, sedang Reno mulai memanggil kembali orang yang harus masuk kedalam ruangan itu, beberapa pelamar mulai berdatangan, tapi mata Javas seperti mencari-cari seseorang, dia melihat kesekelilingnya tapi yang dia cari sepertinya tidak ada disana.

Kemana Dia ?

Otaknya kembali mengingat kejadiam malam itu, mulai meraba bibirnya yang semakin mengingatkan otaknya pada kejadian pesta dansa yang ia hadiri.

Tapi kemana tuh perempuan ya, perasaan yang gua liat tadi beneran dia, masih inget banget gua sama mukanya.

Dia masih belum berterimakasih dan mengucapkan maaf, wanita yang dia paksa untuk ikut lomba dan dengan tiba-tiba mencium bibirnya, Dia harus berterimakasih karena berkat wanita itu dia menang dan berhasil mendapatkan hadiah yang sungguh sangat mahal harganya, Dia juga harus minta maaf karena sudah dengan tidak sopan memaksanya berdansa lalu mencium bibirnya tanpa permisi.

"Mas, tau gak posisi toilet dimana ?" tanya Javas pada orang yang duduk disebelahnya, memikirkan wanita misterius itu membuat Javas jadi ingin ke kamar mandi.

"Oh ada disebelah sana Mas" jawab pria disebelahnya sambil menunjuk kearah lorong panjang di depannya. "Mas nanti baca aja, sepanjang lorong ini ada beberapa pintu, tapi saya kurang hafal letak toiletnya, pokoknya ada di lorong ini" sambungnya yang membuat Javas mengangguk.

"Makasih Mas"

"Sama-Sama"

Sambil menyelam minum air, Javas bangun dari duduknya dan berjalan kearah lorong yang sebelumnya ditunjukkan, matanya melihat kesekeliling, membaca satu persatu nama ruangan yang tertulis di depan pintu. Tapi perempuan itu masih belum terlihat.

"Kayak hantu, cepet banget ngilangnya itu cewek" gumam Javas.