"Kalau begitu saya pamit pulang Pak" ucap Seno dihadapan Rafan begitu dirasa semua pekerjaan pada hari ini sudah beres.
Seno berniat akan keluar dari ruangan itu, tapi baru beberapa kali kakinya melangkah... "Tunggu." sahut Rafan yang membuat Seno kembali berbalik menghadapnya.
"Ada apa, Pak ?"
Rafan mengambil tongkat mahalnya yang berada tak jauh dari mejanya, lalu bangun dari duduknya dengan sedikit merapikan jas yang ia pakai. "Temani saya ke klub malam ini, saya harus menemui orang disana"
"Siapa Pak kalau boleh saya tau ?"
Seno yakin sekali sudah membaca dengan benar semua jadwal Rafan yang di berikan Laras sebelum wanita itu pulang, tapi kenapa bosnya tiba-tiba mengajaknya ke klub dan bilang mau menemui orang, lagian ngapain ketemu orang di klub, memangnya tempat yang wajar di jakarta sudah pada tutup semua.
"Ada, kamu gak perlu tau orangnya, kalau saya gak buta juga saya gak akan minta kamu untuk menemani saya kesana" jawab Rafan yang langsung membuat Seno terdiam.
"Oh iya, baik Pak"
Seno berjalan dan berdiri tepat di sebelah Rafan. "Mari saya bantu Pak" ucapnya sambil berjalan beriringan.
***
"Aku tadi udah transfer, udah masuk kan ?"
Laras, Aldi, ibu dan Rindu kini tengah duduk di ruang tamu dengan raut wajah sulit di jelaskan, mereka tampak lelah dan terlihat banyak hal yang di pikirkan.
"Lo mau sampai kapan si begini?!" Aldi angkat suara dengan sorot mata menatap Rindu dengan penuh kekesalan yang tertahan.
"Tiap bulan begini, keluar aja lo mending dari kerjaan, jual tuh motor, udah diem aja di rumah!" sambung Aldi terlihat sangat kesal melihat Rindu.
"Emang lo bisa biayain gue ? lagian nanti kan gue ganti tuh uangnya, ini gak gue bayar karena belum gajian"
"Alah! tiap bulan lo begini, sebenarnya lo kapan si gajiannya ?!" Tangan Aldi terangkat menunjuk Rindu. "Gua tau gaji lo banyak, tau gua, tapi buat apaan lo pake itu gaji lo kalo bayar cicilan gak bisa, bantu orang tua gak bisa, lo nih gimana maunya."
"Udah jangan ribut" sahut Mamah mencoba menengahi.
"Mamah juga belain mulu sih!" keluh Aldi yang semakin kesal dengan ucapan ibunya.
"Bukan belain, kalian anak mamah mau gimanapun"
"Udah lah!" ucap Rindu lalu bangun dari duduknya. "Berapa uang lo yang kepake buat bayar sekarang ? tenang aja, entar gua ganti! belagu banget si lo, lo tuh masih anak kecil gak tau apa-apa, baru kerjakan lo, gua udah kerja bertahun-tahun, jadi gak usah belagu, nanti juga gua ganti" ucapnya tanpa beban.
Sejujurnya Laras kesal mendengar ucapan kakaknya, tapi Dia mencoba untuk menahan diri dan tetap diam agar tidak menambah suasana semakin runyam. Menurutku kakaknya itu hanya tua umur, tapi pemikirannya masih tidak dewasa, egois dan suka seenaknya, jika dia mengingkan sesuatu, dia pasti harus mendapatkannya, tidak pernah terlebih dahulu memikirkannya, sehingga begini... Dia banyak ambil ini itu lewat kartu kredit, tanpa memikirkan kemampuan dia saat membayar tagihan.
"Mamah kalau kalian bertengkar melulu, mending pergi ajalah"
Ini satu lagi yang Laras kesal sebenarnya, ibunya itu selalu seperti ini, padahal Dia yang sering mengeluh ini dan itu, tapi ketika kita mencoba memberi saran, menemukan jalan keluar, dia tidak pernah terima dan malah membela orang yang salah, sebenarnya jika saja ibunya tegas bisa saja dia tidak membantu kakaknya, biarkan saja motor itu di cabut, ini dia lakukan bukan karena kejam, tapi biar kakaknya itu tau apa yang namanya konsekuensi jika telah melakukan sesuatu, semua ada dampaknya, bukan malah membela dengan membantunya, apalagi ini sudah sering terjadi, berarti kakaknya itu tidak pernah memikirkannya, tidak pernah jera karena dia merasa, setiap dia punya masalah makanya ada mamahnya yang siap membantunya.
"Bapak juga kemana lagi!" ucap Aldi.
"Bapak masih di lapangan, belum pulang"
"Bapak juga, kasih aku liat dia mah, udah tua gitu harusnya gak perlu kerja lagi, tapi gimana kalo tiap bulan anaknya bikin masalah, gak pernah mikir dulu kesalahan ngambil mobil juga begini, gak ada otaknya, umur doang tua, kelakukan kayak anak TK!"
"Nyebelin lo Di! baru bantuin sekali aja, udah kayak gua nyusahin lo setiap hari!"
Aldi melirik kearah Rindu dengan napas menderu. "Perlu banget nih kita itungin betapa lo nyusahin ?" tanya Aldi dengan sinis. "Gak perlu ngotot harusnya lo, tapi berubah, mikir!" kesal Aldi.
"Tai lo!"
Rindu bangun dari duduknya dengan perasaan kesal bukan main, berjalan melewati Aldi dan pergi menuju kamarnya.....'BRAK!' Rindu membanti pintu kamar itu, menguncinya dan mengurung diri disana.
Laras terdiam dengan perasaan menahan kesal bukan main, jika saja dia tidak mau memperkeruh suasana, rasanya dia ingin menarik rambut kakaknya itu.
Kalau sudah begini, Mamah itu cuma bisa nangis dan Aldi duduk dengan nafas turun naik menahan emosi.
***
"Tolong pesenin saya Wine" Ucap Rafan pada Seno yang duduk di sebelahnya.
Germelap lampu dengan suara ramai, ditumpuk dengan suara lagu bervolume besar membuat suasana semakin tenggelam dalam ruangan besar itu, Rafan duduk tepat disofa panjang dengan orang-orang di sekitarnya, banyak wanita sexy bertaburan, melanglang buana mencari mangsa, para pria berjas mahal mulai tersenyum penuh makna, memancing si wanita untuk mendekat dan memanjakannya, disinilah Dia, dunia malam dengan sejuta kesenangan, tempat melepas penat, dan mencari kebahagiaan, meski hanya kebahagiaan sesaat.
"Eh... Lo Rafan kan ?"
Wanita cantik mulai mengenalinya dengan berani ia langsung duduk di pangkuan Rafan dengan tangannya yang bertengger di pundak Rafan.
"Apa kabar ? Gue Cindy, masih inget gak ?" tanya wanita bernama Cindy sambil mengelus-elus dada Rafan yang tertutup kemeja.
Rafan terdiam sambil merasakan usapan tangan Cindy yang sengaja seperti memancingnya.
"Gak ingat ya ?" tanya Cindy dengan suara lirih.
Cindy memeluk Rafan sambil menciumi leher pria itu dengan lembut, membuar Rafan memejamkan matanya, apa Cindy pernah menjadi partnernya sebelum ia buta ?
"Weh! udah main gila aja lo, masih pagi nih!"
Suara pria tiba-tiba menganggu mereka, dari suaranya sepertinya Rafan tau siapa itu, dia bahkan tersenyum miring begitu mendengar suara pria yang masih belum di perkenalkan.
"Ck. Ganggu aja sih!" decih Cindy dengan kesal, lalu bangun dari pangkuan Rafan dan duduk disebelahnya.
"Apa kabar lo ? gimana mata lo ?" ucap pria itu yang kini duduk di sebelah Rafan dengan tangan yang memegang segelah alkohol.
Rafan mengusap tengkuknya, menghelah nafas lalu menyender di sofa empuk itu. "Ya gini-gini ajalah, bulan ini rencana mau oprasi mata lagi" jawab Rafan santai. "Lo sendiri apa kabar Kris ?"
Pria bernama Kris itu terbahak dan mengikuti cara Rafan duduk. "Gile lo ya buta aja masih gak mengurangi pesona lo, gua ? kalo gua ya gini-gini jugalah, buang duit ortu, seneng-seneng, kalo udah abis tinggal minta lagi, begitu aja idup gua bro"
"Lo kesini sama siapa ? gak mungkin sendiri kan ?" tanya Kris lagi.
"Ya enggak, gua sama manager kantor gua, dia tadi gua suruh pesenin wine, tapi gak tau itu kemana sampai sekarang gak balik-balik" jawab Rafan sambil memejamkan matanya merasakan usapan tangan Cindy yang kini berada disampingnya sendang bergelayut manja.
Setelah sekian lama fakum untuk kunjungan malamnya, sekarang dia kembali lagi kesini, tempat dimana Rafan bisa sedikit bernafas lega dan menikmati hidup untuk besok pagi kembali beraktifitas.
"Lo disini sampai jam berapa ? gua temenin, kalo perlu sampai nih klub tutup!" ucap Kris dengan senyum dan memberi Rafan segelas alkohol untuk saling bersulang.