Chereads / Misteri Gunung Maruyung / Chapter 22 - Sejarah lagu

Chapter 22 - Sejarah lagu

Tandure wis sumilir

Tak ijo royo-royo, tak senggo temanten anyar

Bocah angon, bocah angon penekno blimbing kuwi

Lunyu-lunyu penekno, kanggo mbasuh dodotiro

Dodotiro-dodotiro, kumitir bedhah ing pinggir

Dondomono, jlumatono kanggo sebo mengko sore

Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane

Yo surako surak iyo

"Aki sepuh itu suara apa?" Samar-samar aku mendengar lirik lagu dan aki hanya tersenyum

"Kau tidak mengenalinya?" Sambil mengangkat alis nya, Aki bertanya dan Gisel ragu untuk menjawabnya. " Sepertinya mengenalinya tapi Gisel heran sebab ini suara nya sangat banyak dan enak di dengar!" seru Gisel dan Aki membuka pintu untuk melihat keadaannya dan Gisel menutup mulut dengan tak percaya.

"Aku mereka sedang apa?" dengan nafas tercekat Gisel menggelengkan kepalanya.

"Mereka untuk mempersiapkan diri untuk bekerja." Dengan acuh Aki duduk di bangku yang ada di luar sedangkan Gisel sudah menatap orang yang berlalu-lalang di depan nya.

"Aki Gisel serius mengapa orang bangun sepagi ini?" sambil melihat ke arah Aki yang sedang duduk di kursi dan tersemat lintingan (rokok yang di buat sendiri oleh kita dan biasanya di pakai oleh zaman dulu hingga sekarang. Atau rokok versi zaman dulu).

"Apa yang kau kagetkan sudah ke sini dulu!" Sambil menyuruh Gisel di duduk di kursi yang ada di sebelah nya

"Itu namanya lagu untuk memulai aktifitas di pagi hari dan biasanya ada yang bernyanyi, atau ada juga yang sedang menumbuk lumbung, ada yang sedang mencari makanan di Agi hari. Dan lagu itu sudah menjadi khas turun temurun." Dengan nada bicara yang santai sedangkan Gisel menggelengkan kepalanya di luar nalar.

"Mengapa setia hari dan sepagi ini?" Tanya Gisel dengan tak habis pikir oleh nya.

"Apa ya yang salah jika bangun sepagi ini?" dengan menatap Gisel balik dan Gisel langsung kicep ketika matanya bertabrakan dengan Aki sepuh.

"Ya tidak ada yang salah cuman apakah itu tidak berisik?" Cicit Gisel dengan menundukkan kepalanya tak berani mengangkat wajah nya bahkan untuk menata wajah Aki pun terasa sangat sulit jika menelan ludahnya pun Gisel jamin akan terdengar oleh Aki.

"Mau dengar cerita mengapa tiap pagi akan seramai ini dan sepagi ini?" dengan nada dingin Aki berucap dan Gisel tersenyum dengan samar.

"Lagu Lir-ilir pada zaman Kerajaan Islam masih berkuasa di tanah Jawa sangat populer dinyanyikan sebagai tembang dolanan dikalangan anak-anak dan masyarakat kala itu. Tak jarang tembang ini juga dijadikan lantunan seorang ibu yang tengah 'meninabobokan' bayinya agar lekas pulas tertidur ataupun sebagai tanda memulai untuk beraktivitas di pagi hari. Mereka yang bersenandung dengan tersenyum tulus menggambar sosok malaikat meskipun ia tahu ia banyak dosa akan tetapi mereka juga bisa bertaubat terhadap kesalahan di masa lalu hingga sekarang. Tembang ini diciptakan oleh Raden Said atau Sunan Kalijaga sebagian bagian dari media dakwahnya. Meski berbahasa Jawa namun tembang Lir-ilir menyimpan peranan penting dalam penyebaran Islam di tanah air. Tembang ini sarat akan makna dan filosofi bagi kehidupan masyarakat untuk menuju kepada-Nya Sebagai umat Islam bangun dan sadarlah. Bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas. Diri yang dalam ini dilambangkan dengan tanaman yang mulai bersemi dan menghijau. Terserah kepada kita, mau tetap tidur dan membiarkan tanaman iman kita mati atau bangun dan berjuang untuk menumbuhkan tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya pengantin baru.

Cah angon maksudnya adalah seorang yang mampu membawa makmumnya dalam jalan yang benar. Si anak gembala diminta memanjat pohon belimbing dimana buahnya memiliki gerigi lima buah yang digambarkan lima Rukun Islam. Meskipun licin dan susah namun umat Islam harus tetap memanjatnya untuk menjalankan Rukun Islam.

Pakaian yang terkoyak dilambangkan bahwa umat harus selalu memperbaiki imannya agar kelak siap ketika dipanggil menghadap kehadirat-Nya. Hal terasebut harus dilakukan ketika kita masih sehat yang dilambangkan dengan terangnya bulan dan masih mempunyai banyak waktu luang." Dengan panjang lebar Aki menjelaskan kepada Gisel dan Gis hanya tersenyum dengan samar-samar.

"Jika itu buatan sunan Kalijaga, Gisel pun mengetahui ada smbilan wali songo dan salah satu Gisel mengetahuinya." Tutur Gisel dan Aki hanya terdiam tanpa berniat menjawab.

" Hidup di zaman kau apa yang kau dapat dari masalahmu?" tiba-tiba bertanya seperti itu membuat Gisel gelagapan mau menjawab takut salah tidak menjawab dia juga bingung sebab dia hampir tiap hari ada masalah di dalam hidupnya.

"Eu..., Itu ban..., Banyak masalah Gisel yang dapat dari setiap permasalahannya." Dengan gugup Gisel memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Setiap masalah ada kunci tuhan tidak membuat gembok tanpa kunci. Berhati-hatilah dalam melangkah di setiap jalur karena itu jalan yang akan menuntun mu kemana akan berlabuh suatu hari." Ucap Aki sambil beranjak ke luar sedangkan aku masih terdiam mencerna omongan Aki barusan apa maksudnya batinku berucap.

"Aki apa maksudnya Gisel tak mengerti?" Teriak Gisel dari dalam rumah dan ia malahan mendengar suara lemparan dari samping karena ada yang melempar sesuatu. " Astajim itu apaan?" monolog Gisel sambil mengelus dada, " Oh iya di sini engga boleh berteriak kencang- kencang apalagi untuk wanita desa." Tepuk dan dahi Gisel dan terkekeh dengan kecil lantas ia langsung pergi ke pemandian umum untuk membersihkan diri.

Terjemahan Bahasa Indonesia

Bangunlah, bangunlah

Tanaman sudah bersemi

Demikian menghijau bagaikan pengantin baru

Anak gembala, anak gembala panjatlah (pohon) belimbing itu

Biar licin dan susah tetaplah kau panjatuntuk membasuh pakaianmu

Pakaianmu, pakaianmu terkoyak-koyak di bagian samping

Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore

Mumpung bulan bersinar terang, mumpung banyak waktu luang

Ayo bersoraklah dengan sorakan iya

Sudah dua Minggu berlalu Gisel masih berada di desa yang entah apa namanya dan ia baru sadar jika ia hidup bersama roh sedangkan raga nya sudah terkubur bersama tanah bahkan ada juga yang tak terkubur di dalam tanah.

Menurut dari cerita yang Gisel dengar bahwa mereka menganggap dirinya masih hidup dan mereka tidak ikhlas jika pergi ke alam selanjutnya yakini mereka membuat suatu desa yaitu orang yang tinggal di sini.

Flashback

"Gisel apa kau percaya jika hantu ada?" tanya Aki ketika duduk di bangku belakang gubuk sambil membakar ikan untuk Gisel.

"Tentu saja Gisel percaya jika hantu ada jika tidak percaya mana mungkin Gisel bisa merasakan aura nya." Dengan nada heran Gisel mengangkat alisnya, " Atau di desa banyak setan nya?, Ko Gisel tidak melihatnya di sini?" sambil bertanya ia melihat keadaan yang di mana warga sudah sepi hanya ada beberapa orang yang berlalu-lalang di depan gubuk ini untuk menjaga keamanan.

"kamu percaya jika ada di desa mati?" tanya Aki dan Gisel semakin bingung dengan ucapan Aki yang barusan.

"Aki jikapun ada desa mati Gisel percaya dan jika penghuninya para hantu ya Gisel percaya lagipula entah perasaan Gisel atau bagaimana suasana di sini memang rame tapi kaya tembus pandang. Itu menurut pandangan Gisel ya tapi jangan bilang ke warga Gisel tidak enak." Jelas Gisel