Chereads / The Seven Wolves: Trapped Under Devils Possession / Chapter 89 - Melupakan Si Duo Player

Chapter 89 - Melupakan Si Duo Player

Sudah dua hari Emily dan Nisa berada di Bali. Mereka tinggal di sebuah motel kecil dengan kamar untuk dua orang tamu. Keduanya jalan-jalan bersenang-senang melupakan Bryan dan Arya di Jakarta. Sementara Bryan sudah seperti orang gila mencari istrinya yang tak pulang dua hari dan tak tau rimbanya dimana.

Ia mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk melacak Nisa. Juan bahkan diutu Bryan untuk mencari ke bandara, pelabuhan sampai stasiun kereta. Tapi bagaimana caranya mencari salah satu penumpang bernama Deanisa dan Emily diantara jutaan orang yang pulang pergi setiap hari? Ditambah mereka tidak tau transportasi apakah yang digunakan keduanya untuk pergi.

Jalan satu-satunya yang paling logis adalah melacak keberadaan mereka lewat sinyal ponsel. Dan Bryan sudah menghidupkan perangkatnya sejak Nisa pergi. Namun Nisa jauh lebih pintar, ia mematikan alat komunikasi itu semenjak tiba di bandara.

Dan di malam ketiga, Nisa mengajak Emily untuk ke salah satu klub malam di kawasan Kuta, Bali. Nisa belum pernah masuk klub ataupun minum minuman beralkohol, jadi ia ingin melupakan rasa sakitnya dengan bersenang senang dengan Emily. Waktu sudah pukul 4 sore dan mereka masih jalan-jalan mencari beberapa souvenir sebelum kembali ke hotel untuk makan malam dan pergi ke klub.

"Lihat ini... it's so cute!" pekik Nisa dengan imutnya pada Emily yang juga memberikan ekspresi yang sama. Ia langsung mengangguk dan mengambil gelang yang sama yang ditunjukkan Nisa.

"Ayo kita beli bersama sebagai friendship bracelet!" Nisa langsung mengangguk pada usulan Emily. Mereka pun membeli barang yang sama dan langsung memakainya. Keduanya kembali berjalan menelusuri pasar aksesoris dan oleh-oleh di dekat pantai.

Namun sepinta-pintarnya kucing melompati tembok, ada waktunya ia akan menabrak tembok tersebut. Sepertinya kecerobohan bukan dilakukan oleh Nisa melainkan oleh Emily.

Sewaktu Nisa sedang asik menawar beberapa barang, Emily malah menghidupkan ponsel nya yang sudah dua hari mati karena permintaan Nisa juga agar Arya tidak bisa menghubunginya. Emily tiba-tiba ingat pekerjaannya dan berencana hendak mengecek beberapa email masuk.

Setelah lima menit menghidupkan ponsel, benda itu pun bergetar. Sebuah panggilan dari Arya masuk tak lama kemudian. Ia melebarkan mata namun tidak mengangkat ponselnya. Emily menoleh pada Nisa yang masih asik membeli oleh-oleh untuk dirinya dan Emily. Namun ponsel itu tak berhenti terus bergetar, sampai akhirnya Emily tak tega untuk tidak mengangkatnya. Ia sedikit berjalan agak menjauh dari Nisa.

"Baby... where are you, kitten please don't hang up the phone, tell me where you are!" (sayang kamu dimana, tolong jangan tutup telponnya, katakan kamu dimana) Arya setengah berteriak dengan napas yang cepat di seberang sana. Ia bersuara dari besar sampai kecil. Emily melirik lagi pada Nisa yang tidak melihatnya menerima panggilan. Tapi Emily diam saja.

"Baby... Kitten!" panggil Arya lagi kali ini dengan suara setengah berteriak.

"I-i am fine, Arya, why you'd call me?" (aku baik baik saja Arya, kenapa kamu menghubungiku?) jawab Emily dengan suara kecil. Ia tidak ingin melihat Nisa tau dirinya mengangkat sebuah panggilan.

"You've made me cra... baby please tell me where you are, I am not angry, sweetheart please..." (kamu membuatku gi...sayang tolong beritahu aku kamu ada dimana, aku tidak marah, tolong sayang...) suara Arya meninggi dan kemudian merendah lalu memelas. Emily sampai bingung dibuatnya.

"A-aku tidak apa-apa Arya. Aku harus pergi bye...!" sahut Emily cepat hendak menutup telepon.

"A-APA... Kitten jangan dulu, Sayang! Katakan padaku kamu dimana?" Arya masih bersikeras.

"Arya, aku harus pergi!" Emily benar-benar akan mematikan panggilannya. Ia sudah menundanya sekali tapi suara larangan Arya masih terdengar nyaring di ujung telepon.

"T-tunggu Kitten, apa Nisa bersamamu disana sekarang, Sayang?" potong Arya dengan cepat. Emily mengernyitkan keningnya. Untuk apa dia malah mencari Nisa?

"Iya, dia bersamaku dan dia baik-baik saja. Aku harus pergi, Arya!" Emily langsung menutup sambungan telepon sebelum Arya menjawab.

PENTHOUSE BRYAN, 20 MENIT SEBELUMNYA

Arya tidak berhenti terus menghubungi Emily lewat ponsel. Tapi ponselnya masih belum aktif. Bryan sellau siap berada di sebelah Arya dengan laptop nya hendak melacak dimana Emily dan Nisa berada. Firasatnya mengatakan jika Emily dan Nisa memang pergi bersama. Yang Bryan butuhkan hanya sinyal ponsel dari salah satu gadis-gadis itu. Jika salah satu saja menghidupkan ponsel apalagi mengangkat panggilan maka... BAAM... Bryan langsung dapat melacak dimana mereka.

Sudah dua hari dan belum ada sinyal telpon yang muncul. Sudah dua malam Bryan dan Arya berjaga jika saja salah satu dari mereka menghidupkan ponsel. Sementara selama itu, Juan terus mengerahkan seluruh sumber daya mencari Emily dan Nisa di seluruh Jakarta. Sudah dua hari belum ada laporan yang berarti.

"Apa gue bongkar aja bandara kalo perlu?" gumam Bryan sudah mulai putus asa duduk di depan laptopnya. Arya terus memainkan ponselnya dan melemparkan kepalanya pada sandaran sofa.

"Kalo mereka gak ke bandara gimana? Lo bisa masuk penjara... dan Nisa bakalan ngetawain lo!" Bryan menoleh dengan cepat ke arah Arya. Arya pun akhirnya melirik Bryan sambil menaikkan alisnya.

"Nisa itu sedang ngerjain lo, Bryan!" Arya meluruskan lagi pandangannya. Bryan ikut menyandarkan tekuknya ke sandaran sofa. Posisi yang sama dengan Arya.

"Gue rasa juga begitu! Gue harusnya curiga sewaktu dia keliatan bahagia banget di pesta kemarin. Itu semua cuma buat ngelabuin gue!" Arya menaikkan ujung bibirnya.

"Emily juga gitu ke gue. Gue pikir dia udah baik karena pas di pesta dia terus tertawa dan bikin jokes ke gue. Sial...!" Bryan juga sama pasrahnya dengan Arya.

"Ahh... gue haus!" Bryan langsung bangun dan berjalan menuju dapur. sedangkan Arya yang masih memegang ponsel lantas iseng memencet nomor Emily. Masih tak ada respon. Ia menghela napas dan memandang Bryan yang sedang minum sambil memandang konter dapur. Sementara Juan masih terus duduk di sudut menunggu kabar dari salah satu pengawalnya.

Namun sore itu, mungkin adalah masa keberuntungan bagi Arya yang terus menelepon mendapatkan hasil. Ketika Arya menghubungi sekali lagi, ponsel Emily berdering. Arya langsung menegakkan tubuhnya dan memanggil Bryan dengan tangannya. Bryan yang sedang minum harus berlari dari dapur kembali ke ruang tengah untuk berada di depan laptopnya.

"Baby... where are you, kitten please don't hang up the phone, tell me where you are!" (sayang kamu dimana, tolong jangan tutup telponnya, katakan kamu dimana) Arya setengah berteriak dengan napas yang cepat dan wajahnya sesekali menoleh ke Bryan. Bryan memberi kode agar ia terus berbicara sementara Bryan mengetik pada laptopnya untuk melacak sinyal mereka. Juan langsung berdiri cemas dari tempatnya dan mendenkati keduanya. Ia terlihat terus memegang dagunya mendengar pembicaraan Arya.

"I-i am fine, Arya, why you'd call me?" (aku baik baik saja Arya, kenapa kamu menghubungiku?) jawab Emily dengan suara yang cukup kecil.

'Oh Tuha, Emily apa yang sudah kamu lakukan Sayang?'-rutuk Arya dalam hatinya.

"You've made me cra... baby please tell me where you are, I am not angry, sweetheart please..." (kamu membuatku gi...sayang tolong beritahu aku kamu ada dimana, aku tidak marah, tolong sayang...) suara Arya meninggi dan kemudian merendah lalu memelas. Bryan masih terus melacak dan menyuruh Arya menanyakan Nisa.

"A-aku tidak apa-apa Arya. Aku harus pergi bye...!" sahut Emily cepat hendak menutup telepon. Arya langsung membesarkan mata jadi panik saat Emily hendak menutup panggilan.

"A-APA... Kitten jangan dulu, Sayang! Katakan padaku kamu dimana?" Arya masih bersikeras.

"Arya, aku harus pergi!" Emily benar-benar akan mematikan panggilannya.

"T-tunggu Kitten, apa Nisa bersamamu disana sekarang, Sayang?" potong Arya dengan cepat. Arya masih bertanya dengan nada agak tinggi.

"Iya, dia bersamaku dan dia baik-baik saja. Aku harus pergi, Arya!" Emily langsung menutup sambungan telepon. Arya langsung panik.

"Baby... Kitten, EMILY... Fuck!" umpat Arya begitu sambungan diputus. Arya mencoba menelepon lagi tapi tak ada sambungan sama sekali. Arya langsung menoleh pada Bryan yang seperti mematung dengan kening mengernyit melihat layar laptopnya.

"Did you find them?" (ketemu mereka dimana) tanya Arya pada Bryan. Dengan pandangan horor Bryan menoleh pada Arya.

"WHAT THE HELL! gimana ceritanya mereka bisa di Bali!" teriak Bryan marah.