Chapter 88 - Runaway Bride

Sepanjang perjalanan, Bryan terus menghubungi ponsel Nisa dan hanya masuk ke voicemail-nya. Ia mulai cemas karena Nisa pergi tanpa pamit dan tanpa jejak sama sekali. Bryan mulai bertanya-tanya mengapa Nisa lebih dulu pulang dan tidak menunggunya. 35 menit kemudian Bryan sampai di lobi penthouse dan ia segera berlari masuk lift. Tiba di lantai paling atas, Bryan berlari menuju penthouse-nya. Ia menekan password dan membuka pintu lalu masuk memanggil nama Nisa.

"Snowflakes, Babygirl are you at home?" teriak Bryan ke seluruh ruangan dan tidak ada jawaban. Bryan memeriksa seluruh ruangan. Rasanya tidak mungkin Nisa disini. Nisa bahkan tidak tau password masuk ke penthouse-nya. Bryan baru sadar bahwa ia belum pernah membawa Nisa ke rumahnya. Sambil mengutuki dirinya sendiri, Bryan berlari kembali ke pintu depan.

Ia lalu keluar dan berlari ke ujung koridor. Disana ia menemukan Arya yang baru keluar dari penthouse-nya dengan wajah bingung. Arya menoleh pada Bryan lalu menggelengkan kepalanya. Bryan pun menghampiri Arya.

"Emily gak ada?" Arya menggeleng. Sebelah tangannya menyisiri rambutnya dengan gusar.

"Nisa?" giliran Arya bertanya dan Bryan menggeleng. Apa yang terjadi? Dimana kedua wanita itu berada?

"Mereka kemana, Bry? Emily gak tau Jakarta!" ujar Arya dengan kening mengernyit kebingungan.

"Gue bahkan baru inget belum pernah bawa Nisa masuk ke Penthouse. Huhh... kemana sih dia?" sahut Bryan sambil terus menengok ke semua koridor seakan Nisa bisa saja bersembunyi.

Arya mulai frustasi dan Bryan mulai cemas. Mereka lalu turun lagi ke loby dan bertanya pada resepsionis. Resepsionis mengatakan hanya Emily yang terlihat masuk tapi ia tidak melihat kapan wanita itu keluar. Bryan kemudian meminta untuk memeriksa CCTV. Bryan bertanya sekali lagi pada Denis, jawabannya masih sama jika ia mengantarnya hingga ke loby dan Nisa menyuruhnya kembali ke rumah.

"Sebaiknya kita periksa kamera pengawa saja!" ujar Juan memberikan usulan dan Bryan langsung mengangguk. Bryan dan Arya lantas mengikuti Juan yang setnagh berlari masuk ke ruang kontrol dan memeriksa kamera pengawas yang mengambil gambar di depan loby.

Sekitar dua jam sebelumnya mobil Bryan terlihat parkir di depan loby dan Nisa terlihat keluar menenteng sebuah tas dan berpakaian kasual. Ia berdiri beberapa menit lalu pergi lagi dengan mobil yang tidak dikenal. Kemungkinan besar itu adalah taksi online. Nisa pergi sendirian tidak terlihat ia bertemu atau pergi dengan siapapun. Itu artinya Nisa tidak bersama Emily. Hasil rekaman kemudian diputar lagi lebih awal.

Arya menemukan setengah jam sebelum Nisa tiba, Emily keluar dari taksi berjalan ke loby apartemen dan keluar lagi membawa sebuah koper dengan menumpang taksi yang sama. Arya menarik napas berat dan menutup matanya saat melihat Emily ternyata pergi dari Penthouse-nya begitu saja tanpa pamit.

Setelah itu buntu tak ada rekaman atau informasi apapun. Dimana Emily dan Nisa berada? Keduanya pergi terpisah tidak terlihat bersama tapi keduanya tidak ada dimana pun.

Arya lantas menghubungi asrama Emily dan menemukan jika Emily tidak kembali ke sana. Arya mulai benar-benar cemas. Emily tidak tau tempat di kota ini. Kemana dia bisa pergi. Sementara salah satu pengawal Bryan menelepon dan mengatakan bahwa rumah Nisa dalam keadaan kosong dan tidak ada yang datang dari pagi tadi. Bryan terduduk lemas di ruang kontrol. Ia tidak tau dimana istrinya sementara Arya tidak tau dimana kekasihnya.

RUANG TUNGGU PENUMPANG BANDARA

"Lalu kamu mau cerita padaku kenapa kamu malah disini?" tanya Emily setelah duduk bersama Nisa. Nisa tersenyum dan membuka penutup hoodie-nya.

"Dissapear!" (menghilang) bisiknya sambil tersenyum. Emily jadi tak mengerti, untuk apa dia menghilang setelah menikah tadi siang?

"Tapi kamu baru saja menikah kan, Nisa. Apa mau beri tahu aku alasannya?" tanya emily dengan wajah keheranan.

"Sebenarnya, aku membenci dia, Bryan Alexander. Aku ingin pergi darinya sejauh mungkin." Emily membuka mulutnya. Ia makin tidak mengerti apa yang terjadi sebenarnya. Emily tak bicara dan hanya diam saja, ia masih memandang Nisa seakan tak percaya yang sudah ia dengar.

"Bisakah aku mempercayaimu, Emily?" Emily mengangguk. Nisa lantas mengambil tangan Emily dan menggenggamnya.

"Jadilah teman baikku, kamu mau kan?" tambah Nisa lagi dan Emily tersenyum lalu memeluk Nisa.

"Kamu bisa percaya padaku Aku akan menyimpan rahasiamu," bisik Emily membalas. Nisa tersenyum lalu melepaskan pelukannya. Ia mulai bercerita dari awal. Nisa menceritakan tentang awal pertemuannya dengan Bryan 12 tahun lalu sampai yang dilakukan Bryan padanya hingga mereka bisa menikah. Nisa bercerita alasannya melakukan semua ini, pergi dari Bryan di malam pengantin mereka. Dan Emily mendengarkan dengan baik sembari menunggu panggilan dari penerbangan mereka. Mereka kebetulan satu tujuan yaitu Bali.

Maka Emily memutuskan untuk menemani Nisa menenangkan dirinya.

"Aku tak pernah tau kamu bisa seberani dan sekuat itu, Nisa," ujar Emily sambil mengusap lembut punggung Nisa yang mulai menteskan airmatanya. Emily pun menceritakan keadaannya. Hubungannya yang rumit dengan Arya dan alasannya pergi.

Nisa kemudian memeluk Emily dan merasa bahwa nasib mereka sama. Banyak kesamaan dari mereka berdua. Umur mereka sama dan dari latar belakang yang hampir tidak jauh berbeda. Jika Emily memang yatim piatu dari kecil, maka Nisa memang tidak memiliki Ayah dari kecil.

Setelah berpelukan dan panggilan untuk naik ke pesawat mereka pun terdengar, keduanya tersenyum lalu berpegangan tangan untuk masuk ke pesawat bersama.

"Ayo bersenang senang dan lupakan mereka berdua, bagaimana?" ujar Nisa tersenyum.

"Aku sangat bersedia!" sahut Emily begitu riang. Keduanya lantas bergandengan tangan masuk ke pesawat menuju Bali malam ini.

PENTHOUSE BRYAN

Sementara itu di penthouse Bryan, Arya terduduk dan tidak tau harus berbuat apa apa. Bryan bahkan masih belum mengganti bajunya setelah ia melepaskan dasi kupu kupunya. Mereka berdua tengah berpikir tentang kemungkinan dimana Emily maupun Nisa berada.

Jam bahkan sudah menunjukkan pukul 12 malam tapi belum ada kabar apapun. Ponsel keduanya mati dan tidak bisa dilacak. Bryan bingung mengapa istrinya pergi begitu saja, apa lagi yang hendak ia lakukan untuk menyakitinya. Arya yang tak tahan akhirnya bangun keluar dari penthouse Bryan untuk mengganti baju toh tidak ada gunanya terus berpikir dalam keadaan seperti ini.

Keesokan harinya masih belum ada kabar tentang keberadaan Nisa dan Emily. Bryan tidak mau memberitahukan ayahnya soal Nisa karena ia takut ayahnya pasti salah paham tentang mereka.

"Apa belum ada kabar Bry?" tanya Arya begitu masuk ke dalam penthousenya. Bryan menggeleng sembari meminum air putih berdiri depan konter dapur.

"Kemana mereka pergi, apa yang terjadi sebenarnya!" Arya mulai kesal dan marah.

"Apa perlu gue sisir Jakarta sekalian!" sambung Arya begitu kesal dan menghempaskan punggungnya di salah satu sofa. Ia bernapas sambil menutupi wajahnya. Bryan pun sama sedih dan cemasnya, semalaman ia tak bisa tidur memikirkan Nisa.

Bryan tak bisa menjawab pertanyaan Arya dan hanya duduk di sebelahnya. Ia lalu menoleh ke arah jendela di sebelah kirinya. Sejenak Bryan berdoa dalam hatinya,

'Tuhan dimana pun istriku berada, lindungi dia, kembalikanlah dia padaku. Aku berjanji akan menebus seluruh kesalahanku padanya, aku sangat mencintai dia.'

"Oh Nisa... kamu dimana Sayang?" gumam Bryan menyandarkan kepalanya ke sofa dengan pasrah.

Related Books

Popular novel hashtag