Chapter 82 - I'm Not A Fuck Boy

Arya keluar dari Penthouse-nya dan berjalan ke arah koridor penthouse Bryan yang tak jauh dari pintunya. Dengan wajah sedikit tertekuk, ia kemudian memandang ke arah pintu penthouse Bryan di depannya.

Pengawal Bryan duduk di dekat pintu penthouse dan sedikit membungkuk saat melihat Arya. Arya hanya tersenyum tipis lalu menekan password dan menarik pintu. Pengawal itu memegangi pintu sampai Arya masuk ke penthouse Bryan. Arya berjalan ke dalam mencari Bryan. Namun ternyata, ia terlihat duduk di counter mini bar sedang minum.

Bryan terlihat mulai agak mabuk dan duduk sendiri dengan satu botol Jack Daniels dan gelas yang berisi minuman itu. Bryan sedang menegak sendiri minumannya masih dengan pakaian lengkap dari kantor. Hanya saja dasi nya sudah ia longgarkan dan jasnya sudah ia lepaskan. Dia terlihat kacau. Arya pun mendekat dan menyapa Bryan.

"Bryan, kenapa lo minum sendiri disini?" tanya Arya dan Bryan memalingkan wajahnya melihat Arya. Wajah Bryan terlihat mulai memerah karena mabuk. Ia hanya tersenyum dan tak menjawab apapun. Arya lalu ikut duduk di sebelahnya.

"Udah berapa lama lo minum?" tanya Arya yang kemudian disodorkan gelas kosong oleh Bryan.

"Satu jam yang lalu... kayaknya!" jawab Bryan asal. Ia masih terus menegak minumannya sendiri. Arya pun ikut menuangkan Whiskey ke gelasnya dari botol yang sama. Mereka kemudian saling mengadukan ujung gelas untuk kemudian minum. Tak ada kata-kata yang terucapkan dari keduanya selain hanya makin menegak minuman bersamaan. Sampai akhirnya Bryan menoleh dan bertanya dengan matanya yang mulai mengantuk.

"Kenapa lo Arya? Kok lo jadi ikutan minum?" ujung bibir Arya terangkat dan sedikit mengangguk.

"Pikiran gue buntu, elo sendiri? Kenapa tiba-tiba mabok lagi? Gue udah lama gak liat lo mabok, Bry," tanya Arya balik. Bryan hanya tersenyum tipis dan memandang gelas yang ia usap di tangannya.

"Gue rasa Nisa bener-bener benci sama gue. Gue udah gak tau lagi harus pakai cara apa biar dia takluk. Apa gue harus mengaku kalah?" Bryan kemudian menuang lagi minumannya.

"Apa yang terjadi Bry? Gue pikir lo sedang bahagia. Bukannya minggu depan lo nikah kan?" Arya berpaling dengan kening mengernyit bertanya pada Bryan. Bryan mengangguk.

"Harusnya gue bahagia Arya. Menikahi Nisa adalah keinginan terbesar gue dalam hidup saat ini, tapi gue takut pernikahan ini malah nyakitin dia. Gue gak mau kehilangan dia Arya, gue bener-bener bisa mati kalau dia pergi ninggalin gue!" ujar Bryan dengan nada frustasi sambil meremas rambut menggunakan kedua tangan. Dia terlihat seolah ingin menangis. Arya jadi makin bingung melihat Bryan. Apa yang sebenarnya sudah terjadi?"

"Apa dia gak mau nikah sama lo?" Bryan menoleh lalu menggeleng.

"Tadi... Nisa tiba-tiba ngasih perjanjian pra nikah ke gue." Alis Arya naik tapi ia tak bertanya ,ebih jauh. Arya masih memandang Bryan menunggu ia menyelesaikan ceritanya.

"Dalam perjanjian itu ditulis gue gak boleh menyentuh dia, berhubungan seks dengan dia. Kalo gue melanggar dan memaksa, maka gue harus ceraiin dia setelahnya," tambah Bryan dengan nada sedih. Mata Arya spontan membesar terkejut mendengar Bryan.

"WHAT- m-maksudnya apa? Kalian nikah tapi gak ngapa-ngapain gitu?" sahut Arya dengan nada tinggi. Bryan mengangguk lalu minum lagi menghabiskan sisa minuman di gelasnya.

"Dan lo setuju? lo tanda tangan?" tanya Arya dengan nada tinggi yang sama. Bryan mengangguk lagi.

"Lo gila Bryan! Mana ada suami yang gak nyentuh istrinya! Trus ngapain lo tanda tangani perjanjian kayak gitu?" sembur Arya makin kesal.

"Dia ngacam gue. Kalo gue gak tanda tangan maka dia gak akan nikah sama gue. Dan kalau gue bersikeras nyeret dia ke pemberkatan nanti, dia akan kasih tau Daddy dan Uncle Darren apa yang sudah gue lakuin ke dia beberapa kali!" Arya lantas mengernyitkan keningnya.

"Memangnya apa yang udah lo lakuin ke dia?" Bryan tersenyum kecil dan sedikit menunduk.

"Semua hal kecuali intercourse!" jawab Bryan tak mau menutupi. Arya melepaskan napas panjang dan membuang pandangannya. Ia tak mau menanggapi soal itu.

"Lo pikir gue bisa tahan? Itu juga gue harus mati-matian tahan biar gak lebih dari itu. Dia terlalu... Dia selalu bikin gue hilang kendali." Bryan meneruskan omongannya. Arya hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Trus kenapa lo minum? Apa karena dia gak mau tidur sama lo?" Bryan menggeleng.

"Bukan, menurut dia gue ini fuck boy. Dia pikir gue hanya ingin mempermainkan dia, setelah dapat yang gue mau gue akan tinggalin dia, itu yang dia pikirin." Arya lalu mengangguk dan menghela napas berat. Arya terdiam lagi karena ia juga baru mengalami hal yang sama.

"Bry, gue rasa kita sedang kena karma," ujar Arya setelah terdiam cukup lama. Bryan menoleh pada Arya bertanya dengan matanya.

"Apa menurut Emily elo juga fuck boy?" tanya Bryan dengan matanya yang mulai sayu.

"Gue rasa. Dia pikir gue cuma menjadikan dia sex toy gue."

"That's bad!" sahut Bryan pelan dan Arya pun mengangguk setuju. Bryan menuangkan lagi alkohol ke dalam gelas dan masih terus minum.

"Kita memang sedang dihukum Tuhan, Arya," jawab Bryan meletakkan gelas dengan wajah begitu kecewa. Arya ikut mengangguk setuju.

"Ada beberapa perempuan yang gue kencani yang gue tau bener-bener suka sama gue tapi gue manfaatin demi kepuasan gue semata dan gue menyakiti mereka, sekarang gue tau rasanya ditinggal orang yang kita suka, that's so painful" ujar Arya memandang lurus pada konter di depannya lalu minum.

"Gue bahkan gak mau ingat nama nama perempuan yang udah pernah tidur di ranjang gue. Bahkan ada yang rela membatalkan pernikahannya karena dia pikir gue bakal serius dan punya hubungan dengan dia," balas Bryan ikut mengingat kembali 'dosa-dosa' lamanya. Arya sedikit tersenyum dan mengangguk.

"Ah gue inget. Cewek itu terus datang ke The Heist setiap hari selama sebulan nyariin elo. Gue sampe harus nyuruh Lynn buat gak kasih cewek itu ijin masuk karena itu." Bryan mengangguk lagi.

"Harusnya gue minta maaf, entah berapa banyak cewek yang udah menangis karena gue," tambah Bryan lagi dengan pandangan mata kosong ke depan.

"Gue lebih parah Bry. Bayangin aja, gue berkencan dengan dua orang perempuan sekali waktu dan sialnya mereka ternyata adik kakak kandung. Terakhir gue denger mereka berantem sampe salah satunya pergi dari rumah karena gue. Ah, dosanya gue!" Bryan menggeleng sambil tertawa miris. Tapi tak lama kemudian ia seperti terisak. Kepala Bryan lantas menunduk dan tak bisa melakukan apapun selain menyesal. Arya lalu menepuk pundaknya.

"I'm not a fuck boy Arya. Gue gak mau dianggap cuma hanya ingin berhubungan seperti pria murahan," ujar Bryan terisak dan menundukkan kepalanya. Arya pun menyesali apa yang sudah pernah mereka lakukan dulu. Ketika sekarang masing masing dari mereka merasa sudah menemukan yang mereka cari takdir menghukum mereka atas dosa-dosa di masa lalu. Setelah menyeka airmatanya, Bryan menegakkan lagi duduknya.

"Apa perasaan lo sama Emily, apa lo jatuh cinta sama dia?" tanya Bryan kemudian. Arya termenung dan terdiam sesaat belum tau harus menjawab apa.

"Arya semua wanita butuh kepastian, sekalipun dia bilang ini hanya hubungan biasa," tambah Bryan lagi. Arya mengangguk setuju.

"Lo sendiri? Sekarang gimana perasaan lo ke Nisa?" Arya balik bertanya.

"Gue benci mengakui ini, tapi Nisa adalah hidup gue sekarang. Biarpun dia gak percaya atau selamanya gak percaya bahwa gue cinta sama dia, tapi gue akan tetap mencintai dia sampai kapanpun. Seperti yang lo bilang dulu, gue udah jatuh cinta sejak lama," jawab Bryan memandang Arya dengan wajah merah.

"Gue rasa gue juga mulai jatuh cinta sama Emily, gue mulai takut kehilangan dia, dan selalu takut jika dia pergi dari gue." Arya ikut menjawab dan Bryan mengangguk setuju.

"Lo harus kasih tau dia. Biarpun dia gak percaya, tell her! Setidaknya beban di hati lo berkurang," sahut Bryan masih terus minum. Arya pun juga ikut minum. Mereka sudah sama-sama mabuk terutama Bryan yang mulai tak sanggup mengangkat kepala.

"Gue rasa gue harus tidur di sini malam ini," ujar Arya dibalas anggukan senyuman oleh Bryan.