Chereads / The Seven Wolves: Trapped Under Devils Possession / Chapter 79 - Perjanjian Yang Tak Menguntungkan

Chapter 79 - Perjanjian Yang Tak Menguntungkan

Usai sarapan, Bryan kemudian mengajak Nisa ke makam Ibunya. Sebuah pemakaman keluarga Alexander di pinggiran kota. Nisa ikut membawa sebuah bunga mawar pink dan Bryan membawa buket bunga kesukaan ibunya.

"Hello Mama," sapa Bryan begitu ia tiba di depan makam Ibunya. Nisa yang berada di sebelah Bryan sekilas menoleh pada wajah Bryan sekilas. Rasanya ia ingin memeluk Bryan dan menenangkan hatinya. Nisa jadi bingung dengan dirinya sendiri.

"Ik kom naar huis, Mama, hoe is het vandaag?" (Aku pulang mama, apa kabarmu hari ini?) ujar Bryan lagi menyapa Ibunya menggunakan bahasa Ibunya.

"Ik mis je zo erg, Mama." (Aku sangat merindukanmu Mama).

"Er is iemand bij me, Mama" (Aku membawa seseorang bersamaku Mama) Bryan lalu menyentuh lengan Nisa dan tersenyum. Nisa kemudian maju dan meletakkan bunga yang ia bawa di atas nisan wanita bernama Anna Brigitte Alexander.

"Dit is mijn verloofde, Deanisa." (Ini calon istriku, Deanisa).

"Ik ga trouwen in drie weken, Mama." (Aku akan menikah tiga minggu lagi, mama)

"Mama, geef me alstublieft uw Zegen." (Mama, berikanlah restumu padaku) Bryan kemudian menatap Nisa dan meraih tangannya. Sambil terus memandang matanya, Bryan mencium punggung tangan Nisa sebelum menoleh lagi pada makam Ibunya.

"I promise to cherish and love her for my entire life, from sickness and health, from living dan death, give me your blessing mama, for us" (aku berjanji akan menyayangi dan mencintainya sepanjang hidupku, dari sakit dan sehat, dari hidup dan mati, berikan kami restu mu mama).

Nisa langsung menoleh lagi pada Bryan. Bryan sedang membuat janji di depan makam Ibunya dan Nisa tidak mungkin bisa protes. Habis sudah daya upayanya untuk menolak Bryan kali ini. Seolah sang Ibu memberi restu, semilir angin lembut membelai wajah Bryan. Bryan pun tersenyum dan memandang Nisa lagi.

"Bedankt Mama liefste, mama, Ik hou van je." (Terima kasih ibuku tersayang, aku sangat mencintaimu). Nisa lalu berlutut menungkupkan kedua tangannya dan berdoa di depan makam calon mertuanya. Bryan tersenyum melihat cara Nisa memperlakukan ibunya. Ia tau ia tidak salah pilih, Nisa adalah jodohnya.

"May you rest in peace Mama, Anna," (beristirahatlah dengan tenang Mama Anna) gumam Nisa sambil menyentuh nisan milik Anna. Ia kemudian bangun dan Bryan langsung menggengam tangannya. Di depan makam Ibunya, Bryan kemudian mencium kening Nisa

"Thank you, Snowflakes."

DUA MINGGU KEMUDIAN

Jam 2 siang Nisa masuk ke kantor Bryan ketika Bryan sedang memeriksa beberapa dokumen yang akan ditanda tanganinya.

"Ada apa Snowflakes?" tanya Bryan tanpa melihat pada Nisa.

"Kita harus bicara." Bryan lalu menaikkan pandangannya dan tersenyum manis pada Nisa. Bryan menghentikan kegiatannya dan memberi kesempatan pada Nisa untuk bicara.

"Kita akan menikah seminggu lagi." Bryan mengangguk dan tersenyum

"Ini adalah perjanjian pra pernikahan yang harus Kakak tanda tangani." Nisa memberikan sebuah dokumen ke hadapan Bryan. Bryan sempat mengernyitkan keningnya sesaat. Ia lalu membuka map yang disodorkan Nisa dan kemudian membaca isi perjanjian tersebut. Kernyitan di kening Bryan makin bertambah. Ia bahkan memegang bawah bibirnya saat membaca isi perjanjian itu. Matanya lantas memandang Nisa dan dokumen itu lagi.

"Apa ini?" tanya Bryan dengan nada heran.

"Perjanjian diantara kita, sebelum kita melangsungkan pernikahan," jawab Nisa menjelaskan.

"Iya Kakak tau ini perjanjian, tapi apa maksudnya kamu memberi ini sama Kakak?" tanya Bryan dengan rasa bingung yang mulai melanda. Nisa mendehem kecil dan mengigit pelan bibir bawahnya sebelum menjelaskan.

"Yang tertulis disitu adalah kewajiban yang Nisa inginkan dalam pernikahan kita, jika dilanggar maka kita akan bercerai." Bryan langsung tergelak sinis lalu air wajahnya berubah tegang lagi.

"Apa maksud kamu dengan semua ini!" Bryan lalu berdiri dan menunjuk pada klausul perjanjian yang dimaksud.

"Apa maksudnya Kakak gak boleh menyentuh kamu, Kakak mengerti jika kamu belum siap berhubungan intim nantinya dan kakak siap menunggu tapi tidak boleh menyentuh apa maksudnya?" ujar Bryan dengan suara mulai tinggi.

"Kakak tidak boleh berhubungan intim dengan Nisa, jika kakak menyentuh Nisa, maka Kakak harus menceraikan Nisa." Mata Bryan spontan membesar.

"What the... ini gila!!" Bryan melempar balpointnya ke meja. Dia menarik napas panjang dan menggeleng kesal.

"Kenapa kamu melakukan ini Nisa!" Bryan mulai sangat serius. Ia bahkan memanggil Nisa dengan nama aslinya.

"Karena Nisa tidak mau berakhir jadi mainan Kakak." Bryan mendengus kesal sampai menutup matanya lalu menekan kedua telapak tangannya ke atas meja dengan kepala menunduk. Setelah beberapa detik menenangkan diri ia menatap Nisa lagi.

"We're getting married Babygirl, untuk apa Kakak menyimpan kamu sebagai mainan. Kamu akan jadi istri Kakak, Sayang. Kamu akan jadi satu-satunya wanita buat Kakak!" sahut Bryan mulai marah. Nisa sempat membuang pandangannya sejenak lalu tersenyum dan menatap Bryan kembali.

"Apa yang bisa Nisa harapkan dari seorang Bryan Alexander, seorang kasanova, no?" balas Nisa sarkas.

"So, you think I am just a fuck boy, God damn!!" kening Bryan makin mengernyit.

"Bukankah Kakak memang seperti itu? Kakak adalah seorang player yang hanya memiliki tujuan untuk tidur dengan wanita, jika memang bukan maka buktikan. Kita masih bisa terikat pernikahan tanpa harus melakukan seks. Apa yang Kakak inginkan, bersama Nisa atau memiliki Nisa di ranjang?" Bryan terdiam dengan mata berkaca. Ia tidak menyangka Nisa sampai memikirkannya sejauh itu.

"I can't believe this!" gumam Bryan sedih sekaligus kecewa tapi marah.

"Nisa gak akan membiarkan Kakak menikahi Nisa hanya untuk sebagai sebuah pencapaian untuk bisa menakhlukan Nisa," tambah Nisa dengan percaya diri.

"Dan jika kakak gak mau tanda tangan?" tanya Bryan.

"Maka tidak ada pernikahan." Bryan langsung mendengus.

"Oh Doll, I can drag you to the aisle!" (aku bisa menyeretmu ke altar) ujarnya sinis dan kesal dengan nada menggeram.

"Coba aja. Nisa akan bilang pada Papa dan Om Darren bagaimana Kakak memaksa dan menyentuh Nisa, mereka tidak akan suka mendengarnya. Mereka akan berada di sebelah Nisa, percayalah!" Bryan tidak habis pikir dengan Nisa. Kali ini Nisa benar benar mendorongnya ke jurang. Seorang Bryan Alexander harus bertekuk lutut pada seorang gadis. Oh hell no!

"Kamu mengancam Kakak?" geram Bryan dengan nada rendah. Nisa hanya membalas dengan senyuman.

"Sudah Nisa bilang, Nisa gak takut lagi sama Kakak. Jadi Kakak bisa tanda tangan atau lupakan rencana pernikahan kita!" tegas Nisa sambil mendekat ke meja dengan pandangan yang sama tajamnya dengan Bryan. Bryan benar-benar tidak bisa lagi mengintimidasi Nisa. Ia sudah kehilangan kendalinya pada Nisa. Kini permainan berbalik, Nisa-lah yang mengendalikan Bryan.

"Oke, katakanlah kita gak perlu berhubungan seks. Kakak gak akan menyentuh kamu, tapi apa yang terjadi jika kamu yang ingin disentuh oleh Kakak?" tanya Bryan angkuh sambil mendekatkan wajahnya dengan tangannya masih menekan meja. Senyum liciknya muncul dan Nisa hanya membalasnya dengan senyum manis.

"Itu gak akan terjadi, Nisa bisa jamin. Tanda tangan sekarang, Bryan Alexander!" jawab Nisa dengan percaya diri. Bryan menarik kembali tubuhnya ke belakang. Arogansinya hilang sudah di depan Nisa. Ia kemudian mengambil balpoin sambil memandang Nisa yang mengangkat alisnya lalu menandatangani perjanjian itu dengan wajah marah. Nisa tersenyum senang dan mengambil surat perjanjian itu.

"Ini akan Nisa bawa ke pengacara dan jadi perjanjian yang legal diantara kita mulai sekarang, welcome to my game Darsh Bryan Alexander," ujar Nisa sambil tersenyum dan hendak berbalik.

"Sampai jumpa di altar minggu depan, calon suami!" tambahnya lagi kemudian berbalik dan keluar dari ruangan. Sebelum Nisa menutup pintu, Bryan berteriak sambil mengumpat.

"FUCK!!!" prang... bunyi barang yang pecah dilemparkan Bryan terdengar oleh Nisa dan ia hanya menutup pintu sambil tersenyum.