Chereads / The Seven Wolves: Trapped Under Devils Possession / Chapter 80 - Kenyataan Yang Menyakitkan

Chapter 80 - Kenyataan Yang Menyakitkan

Bryan pulang ke Penthouse-nya dengan kepala berat dan rasa kesal yang luar biasa. Selama beberapa hari menjelang pernikahan ia sangat bahagia karena akhirnya keinginannya memiliki Nisa akan terwujud. Tak seperti yang ia bayangkan, petir tiba-tiba muncul dan menghantam kepala Bryan. Ia sampai menghancurkan beberapa barang di ruangannya karena marah. Perjanjian pra nikah yang disodorkan Nisa padanya membuat sisi beringas Bryan muncul dan menghancurkan barang adalah pelampiasannya.

Ia menghempaskan punggung dan menungkupkan kedua tangan pada kepala dan meremas rambutnya. Belum pernah Bryan sefrustasi itu sebelumnya. Ia selalu tenang menghadapi sesuatu dan tak membiarkan emosi mengendalikan dirinya. Namun hari ini ia kelepasan dan tak bisa menahan diri.

Ponselnya bergetar tak lama kemudian. Arjoona meneleponnya, sudah lama mereka tak salaing berbagi kabar.

"Hai, Bryan!" sapa Arjoona.

"Hai Joona..." balas Bryan dengan suara rendah.

"Eh, kenapa ini? Bukannya harusnya calon pengantin baru itu lebih cerah ceria senang bahagia..." Bryan menaikkan ujung bibirnya mendengar celotehan Joona tiba-tiba.

"Gak ada, Joona. Aku cuma kecapean," sahut Bryan memberi alasan.

"Oh, biasa kalo nikahannya mendadak kayak kamu pasti lebih capek, Bryan. Trus gimana? Apa semua baik-baik aja?" Bryan terdiam sejenak mendengar pertanyaan Joona padanya. Tak mungkin ia bercerita pada Arjoona yang terjadi. Seharusnya tidak ada yang boleh tau tentang keadaan hubungannya dengan Nisa selama ini.

"Hmm... semuanya baik. Kenapa memangnya?"

"Entahlah, Bryan. Jayden memutuskan hubungan dengan Veronica." Bryan mengernyitkan keningnya.

"Aku pikir dia di Jakarta."

"Memang... dan dia memutuskan pertunangannya dua hari lalu. Entah apa yang sudah terjadi, dia tidak cerita." Bryan lalu menghempaskan punggung ke sandaran kursi. Dirinya sendiri sedang pusing dengan masalahnya dan Nisa kini Jayden ternyata membuat ulah dengan memutuskan hubungan pertunangannya dengan Veronica.

"Apa kamu mau aku mencari dan berbicara dengannya?" tawar Bryan pada Joona.

"Tidak usah. Jalani saja proses pernikahanmu dulu. Ngomong-ngomong aku belum bilang siapapun soal pernikahanmu!"

"Maaf Joona. Aku tidak bisa mengundangmu dan yang lainnya. Bukan pernikahan besar dan waktunya sangat mendadak. Tapi aku pasti akan membawa istriku ke New York nanti."

"Sudahlah jangan dipikirkan... aku mengerti. Aidan tak ada disini, Jayden juga tidak tau kapan akan kembali, James sudah kembali ke Vomero mengurus beberapa hal. Jadi aku hanya sendirian disini bersama Claire," balas Joona. Bryan mengangguk pelan meski Joona tak bisa melihatnya.

"Kita bertemu lagi sewaktu kamu kembali, Bryan."

"Baik... jaga dirimu, Joona."

"Kamu juga, adik kecil!" Bryan tersenyum tipis dan menutup sambungan ponsel. Bryan tertegun sejenak sebelum ia kemudian berdiri lalu membuka jas dan berjalan ke arah bar di dekat dapur. Bryan mengambil sebotol Whiskey dan mulai minum sambil melonggarkan dasinya

PENTHOUSE ARYA PUKUL 4 SORE

Emily pulang lebih cepat dari tempat kerjanya. Ia berniat ingin membuat kejutan bagi Arya. Makan malam berdua di rumah. Saat sedang menyelesaikan memasak, bel penthouse berbunyi. Emily mengenyitkan kening mengira Arya pulang lebih awal. Ia berjalan menuju pintu dan melihat pada layar kamera pengawas pintu depan. Terlihat seorang wanita sedang berdiri menunggu pintu dibukakan. Emily pun akhirnya membuka pintu dan menemukan seorang wanita yang tidak dikenalnya.

"Mana Arya?" tanya wanita itu tanpa basa basi. Emily hanya tau sepertinya dia mencari Arya

"I'm sorry, but Arya is not home yet" (maaf tapi dia belum pulang) jawab Emily masih keheranan.

"Oh so you are the girlfriend who can't speak bahasa Indonesia, okay I get it" (oh jadi kamu pacarnya yang tidak bisa bahasa Indonesia ya oke aku mengerti) balas wanita itu mendorong pintu dan langsung masuk ke dalam.

"Jadi dimana Arya sekarang?"

"Aku sudah bilang dia belum pulang. Maaf kamu ini siapa?" tanya Emily dengan nada mulai kesal. Wanita itu malah tertawa sinis.

"Jadi Arya belum mengatakan siapa aku ya, hhhm... menyedihkan!" Emily hanya diam saja. Ia mulai punya firasat yang tidak enak.

"Biar aku beritahukan siapa aku. Namaku Dira dan aku adalah calon istrinya," ujar Dira memperkenalkan diri dengan percaya diri. Kening Emily makin mengernyit. Apa yang dikatakan oleh wanita ini sebenarnya? Pikiran Emily langsung campur aduk seakan ia mencoba menenangkan diri di tengah batinnya yang berkecamuk.

"Sebeanrnya aku adalah calon istri pilihan orang tua Arya. Aku yakin kamu pasti sudah bertemu ayahnya," tambah Dira lagi. Emily membuang pandangan matanya. Ternyata firasatnya benar jika orang tua Arya akan mempermasalahkan latar belakangnya tapi Emily tidak menyangka jika Arya ternyata sudah dijodohkan dengan orang lain. Dira tersenyum licik sambil melipat kedua lengan di dadanya.

"Apa maumu?" tanya Emily dengan wajah mulai kesal.

"Hanya untuk mengingatkan jika kamu ada di wilayahku sekarang. Kamu sedang berada di rumah calon suamiku. Apa kamu tidak malu?" ejek Dira makin semena-mena. Emily hanya membalas dengan tersenyum sinis.

"Maaf.. tapi bukan aku yang meminta untuk tinggal disini. Arya yang memintaku tinggal bersamanya!"

"Dan aku tidak ingat apa ia pernah menyebut namamu sebelumnya," balas Emily sinis. Dira mulai terpancing emosinya.

"Huh, memangnya apa yang bisa kamu harapkan dari seseorang seperti Arya Mahendra. Apa kamu berpikri bahwa dia akan memintamu untuk menikah dan tinggal dengannya? Tetaplah bermimpi, sayang karena itu tidak akan terjadi!" Emily menggeleng tidak percaya yang ia dengar. Apa yang dia harapkan dari hubungannya dengan Arya.?

"Kamu sangat naif jika berpikir ia akan tinggal disisimu. Apa kamu tau jika dia sebelumnya tidur denganku sebelum bertemu denganmu?" mata Emily spontan melebar terkejut mendengar kalimat Dira. Ia menggeleng tak percaya.

"Aku tidak percaya padamu," sahut Emily masih menggelengkan kepalanya. Dira makin terkekeh sinis pada Emily.

"Dia hanya menginginkan seks denganmu. Apa kamu tau berapa banyak pacar yang ia punya ketika masih di New York? Kenapa tidak pernah bertanya berapa banyak wanita yang sudah tidur dengannya selama ini, huh? Percayalah, jika dia sudah bosan denganmu, dia akan kembali padaku lagi. Dia sudah tergila-gila padaku sejak usianya 12 tahun dan tak pernah melepaskanku." Dira kembali mendekat dan menekan Emily.

"Jadi saranku, lebih baik kemasi saja barang-barangmu dan pergi dari sini secepatnya sebelum kamu patah hati." Dira hendak beranjak pergi tapi sebelum meninggalkan Emily yang masih shock ia masih mengintimidasi Emily.

"Bagaimana kalian berdua bisa bertemu? Apa benar yang yang aku dengar kalian bertemu kkarena kencan semalam? Hahaha!" tanya Dira memberikan senyum dan gelak sinis sekilas lalu pergi. Setelah Dira pergi Emily masih kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi. Ia kemudian terduduk lemas dan tidak sadar jika airmata nya mulai menetes. Emily memegang kedua telapak tangannya, menutup wajah dan menangis sendiri.