Chapter 72 - Lamaran

Deanisa terbangun karena sinar matahari sore menyelip masuk ke kamarnya. Ia belum membuka mata dan sedikit menggeliat karena wangi yang ia suka dari bantalnya. Tunggu... rasanya ia tak sedang berada di kamar. Ini bukan kamarnya. Hidungnya mencoba membaui sekitar, wangi apa ini? ujar benak Nisa lagi.

Ia merasa seperti sedang mencium parfum pria. Nisa menarik-narik napasnya beberapa kali dengan mata masih mengerjap-ngerjap mencari cari wangi apa dari bantalnya. Sebentar... ini rasanya bukan bantal. Oh tidak... Nisa ternyata tidak sedang tidur di atas bantal. Matanya spontan terbelalak dan ia langsung bangun. Ternyata ia sudah tidur di dada Bryan sepanjang siang.

Nisa langsung duduk dengan ekspresi bingung dan aneh namun Bryan masih terlihat tidur. Beberapa detik kemudian, Nisa baru ingat apa yang sudah terjadi diantara mereka siang tadi. Nisa langsung menutup wajah dengan kedua tangannya karena malu.

"Kamu udah bangun Snowflakes?" sapa Bryan tiba-tiba dengan suara berat. Nisa langsung membuka tangan yang menutupi wajahnya. Bryan tersenyum manis dan jadi kelihatan begitu seksi saat ini.

"Gimana istirahat siangnya? Kamu udah segeran, Sayang?" tanyanya lagi dan Nisa masih diam saja. Nisa tak tau harus menjawab apa. Perasaan malu sekaligus bingung campur aduk di benaknya. Daripada semakin malu, Nisa mencoba bangun dari ranjang sambil menutupi bagian dadanya yang agak terbuka. Ia harus segera memperbaiki kembali pakaiannya seperti semula.

Pakaian Nisa memang tak terlepas tapi releting belakangnya harus dikaitkan kembali, termasuk ikatan rambut nya yang juga ikut dilepas Bryan. Nisa berusaha meraih resleting di belakang punggungnya untuk dikaitkan kembali, namun ia sedikit kesulitan.

Melihat itu, Bryan tersenyum dan bangun dari berbaring. Ia menjulurkan tangannya dari depan menarik resleting kembali ke atas. Sementara Nisa terpaku sekali lagi hanya bisa memandangi Bryan saja. Mereka saling berpandangan sesaat dengan Bryan yang masih tersenyum. Bryan telah setengah menyentuh Nisa meski belum sepenuhnya tapi ia sudah tak seperti dulu. Karena gemas Nisa hanya memandanginya, Bryan pun memegang wajah Nisa dan mengecup ujung hidungnya.

"Kamu kok cantik banget sih!" puji Bryan langsung. Rona pink seketika muncul di tulang pipi Nisa. Dan Nisa hanya bisa diam tak menjawab apapun.

"Mulai sekarang kamu gak bisa jauh lagi dari Kakak, Snowflakes. Cuma Kakak yang boleh memiliki kamu," tambah Bryan lagi makin posesif. Nisa jadi ingin protes. Bryan pasti akan mengekangnya. Tak ada yang bisa dilakukan Nisa saat ini kecuali pasrah dan menunduk saja. Ia tak tau apa yang harus dilakukan. Rencananya menjauhkan diri dari Bryan Alexander buyar sudah.

Nisa pun tak mungkin berhubungan dengan pria lain selain Bryan. Dia memang bukan gadis yang senang gonta ganti pacar apalagi melakukan hal-hal seperti berciuman. Hanya Bryan yang berani menyentuhnya dari dulu. Dari ciuman pertama sampai hampir tidur bersama. Nisa ingin melupakan yang sudah terjadi, ia lalu berbalik hendak turun dari ranjang ketika tiba-tiba tangan Bryan merangkul pinggangnya lagi. Bryan memeluk Nisa tanpa segan sama sekali.

"Kamu mau kemana?" tanya Bryan dengan suara lembut.

"Mau balik ke ruangan," jawab Nisa dengan suara kecil. Bryan menggeleng tak mengijinkan sambil tersenyum.

"Kamu temani Kakak hari ini."

"Tapi Nisa masih punya pekerjaan."

"Kakak kan bos kamu. Kalo Kakak bilang gak ada pekerjaan, ya artinya kamu gak ada pekerjaan!" sahut Bryan memegang sebelah pipi Nisa dan dan mencium bibirnya lagi. Nisa tak menolak sama sekali dan itu membuat hatinya bingung. Pikirannya terus mencoba menyuruh tangannya agar mendorong Bryan yang tengah mengulum lembut namun tidak ada satu pun dari anggota tubuhnya yang bergerak. Ciuman lembut itu membuat perut Nisa seolah penuh kupu-kupu.

"I love you," desah Bryan melepaskan ciumannya sejenak. Nisa hanya diam saja mendengar Bryan mengucapkan kata cinta dan tak membalasnya. Bryan seakan tak perduli, ia mengulum lagi dan mengigit kecil bibir bawah Nisa.

"God, you're such a Goddess!" (Ya Tuhan, kamu seperti seorang Dewi). Nisa tak menjawab apapun selain hanya menikmati pandangan mata Bryan dan sentuhan jemarinya di pipi Nisa.

"Sebentar!" Bryan melepaskan pelukannya dan mundur sejenak. Ia mengambil sesuatu dari balik laci di dalam dinding. Nisa sampai mengernyitkan kening melihat sebuah laci muncul tiba-tiba. Kamar itu terlalu banyak rahasia. Bryan membuka kotak cincin lamaran untuk Nisa tepat di depannya.

"Marry me Snowflakes!" ujar Bryan membuat mata Nisa spontan membesar. Nisa sangat kaget dan tak menyangka malah dilamar Bryan di saat seperti itu. Mata Nisa dari wajah Bryan kembali ke cincin berlian itu lagi. Nisa seakan masih merasa dalam mimpi. Tak mungkin Bryan Alexander melamarnya!

"Apa yang Kakak lakukan?" tanya Nisa dengan mata berkaca-kaca karena menurutnya Bryan sudah sangat melampaui batas. Nisa merasa Bryan terus saja mempermainkan perasaannya. Bagaimana mungkin dia melamar adik tirinya sendiri?"

"Snowflakes, Kakak ingin kamu menikah dengan Kakak. Jadilah istri Kakak Sayang!" ujar Bryan mencoba mejelaskan. Nisa spontan menggeleng cepat. Bryan jadi menghela napas dan senyuman langsung hilang dari wajahnya.

"Dengerin Kakak, Snowflakes. Kakak gak sedang bercanda. Kakak sangat ingin memilki kamu seutuhnya, Kakak benar-benar cinta sama kamu." Airmata Nisa mulai jatuh. Ia mulai menangis karena orang yang ingin ia balaskan rasa sakit malah melamarnya. Nisa jadi bingung harus seperti apa. Bryan malah jadi panik karena Nisa menangis tanpa isakan seperti itu.

"Kenapa kamu menangis? Sayang, Kakak benar-benar serius..."

"Gak. Kakak adalah saudara tiri Nisa. Kita gak mungkin menikah!" Bryan malah menggeleng.

"Kita gak sedarah, Sayang!"

"Biarpun begitu kita gak boleh menikah!" potong Nisa bersikeras. Bryan menarik napas panjang dan mengangguk.

"Baik, Kakak beri tau kamu satu hal. Ini adalah rahasia keluarga Alexander." Nisa mengernyitkan kening mendengar hal tersebut.

"Sebenarnya Kakak bukan anak kandung Hans Alexander," ujar Bryan dengan nada biasa. Mata Nisa yang masih basah spontan membesar. Sebelah tangan Bryan lantas menyeka airmata Nisa perlahan sementara ia masih bercerita.

"Kakak adalah anak dari Anna Brigitte Alexander. Adik perempuan dari Hans dan Darren Alexander." Nisa spontan menutup mulut dengan kedua tangannya karena terkejut.

"Mama meninggal 2 hari setelah melahirkan Kakak, dan Daddy Hans menjadikan Kakak sebagai anak kedua setelah Alisha secara hukum. Tapi sebenarnya Kakak hanyalah adik sepupu Alisha."

"Kakak tidak tau siapa Ayah kandung Kakak sampai sekarang, karena Kakak adalah anak diluar nikah tapi Dad dan Mommy mengambil Kakak dan menjadikan Kakak anak mereka," tambah Bryan sambil tersenyum.

"Itu kenapa Kakak bilang kalo Kakak bukan Kakak tiri kamu, Snowflakes." Nisa benar-benar tak tau harus berkata apa. Ia tak menyangka jika si arogan dan si bossy, Bryan Alexander adalah anak di luar nikah adik perempuan Hans Alexander.

Entah karena terenyuh dengan cerita Bryan, Nisa malah tiba tiba memeluk Bryan. Dan Bryan membalas itu dengan balik melingkarkan tangan memeluk Nisa. Ia bahkan mengecup pundak Nisa sambil mengelus punggungnya. Setelah Nisa melepaskan pelukannya, Bryan mengajukan cincin berlian itu lagi padanya. Nisa jadi bingung dan tak tau harus menjawab apa. Alasan apa lagi yang bisa ia gunakan untuk menolak Bryan kini.

"Nisa perlu waktu, Nisa gak mau terburu buru memutuskan." Nisa menjawab mencoba mengulur waktu. Bryan tersenyum dengan tulus dan membuat hati Nisa makin tak karuan. Jantung Nisa rasanya mau copot saat menatap wajah babyface milik Bryan Alexander. Dia benar-benar tampan dan hati Nisa rasanya makin melumer seperti es.

"Oke, tapi Kakak tetap akan menikahi kamu tanggal 9 bulan depan tepat di hari ulang tahun Kakak. Kakak gak mau nunggu lagi!" ujar Bryan memberi ultimatum. Nisa mengernyitkan kening lalu apa gunanya meminta waktu untuk pikir-pikir jika sudah diputuskan sepihak?

"Itu artinya Kakak maksa Nisa menikah dengan Kakak!" sahut Nisa dengan nada mengambek.

"Memangnya kamu bisa menikah sama pria lain setelah apa yang kita lakukan tadi siang?" sahut Bryan menskak mat Nisa sambil tergelak kecil. Nisa jadi diam dan tak tau harus bicara apa. Bryan memegang kartu truf-nya kini.

"Tetap kasih Nisa waktu untuk berpikir, lagi pula satu bulan gak cukup waktu untuk persiapan pernikahan," bantah Nisa mencari alasan.

"Hehehe, kamu lupa siapa Kakak. Kakak adalah Darsh Bryan Alexander, I can do everything!"

"Siapa Darsh... oh jadi itu nama lengkap Kakak. Rupanya tag di jas Kakak dengan tulisan D.B.A artinya Darsh Bryan Alexander," ujar Nisa setengah antusias seolah menemukan potongan puzzle. Bryan malah terperangah menatap Nisa.

"Jadi selama ini, kamu gak tau nama lengkap Kakak? Oh my God, Snowflakes!"