Chapter 71 - You Are Mine

Nisa terus berontak tapi Bryan tak berhenti berjalan ke arah kamar rahasia. Nisa yang terus berontak dihadiahi tepukan cukup keras namun tidak menyakitkan di pantatnya. "bad girl" geram Bryan. Nisa memakai dress hitam ketat lengan panjang dengan rok mid thighs. Ketika Bryan mengangkatnya ke bahu maka otomatis roknya naik memperlihatkan paha mulus putih yang benar-benar Bryan suka. Masuk ke kamar rahasia itu, Nisa masih terus melawan tapi tubuh Bryan yang tegap dan kuat bukan tandingan Nisa.

Setelah pintu tertutup, Bryan menurunkan Nisa. Nisa mencoba mencari pintu mereka masuk tadi dan tidak menemukan apapun.

"Percuma babydoll, pintu hanya bisa dibuka dengan palmprint milik Kakak," ujar Bryan sambil membuka jas dan menggantungnya. Lalu ia membuka dasi, kancing baju dan membiarkan tubuhnya terlihat oleh Nisa.

"Sini kamu! jangan suka melawan Kakak, Snowflakes!" ujar Bryan masih geram sambil berjalan mendekati Nisa yang merapat ke dinding. Bayangan mimpi buruk beberapa minggu lalu yang sudah mulai dilupakan Nisa terngiang kembali

"Jangan dekat Nisa!" Nisa membentak Bryan dengan wajah ketakutan. Tapi Bryan tak berhenti, ia sudah tak tahan pada perilaku Nisa.

"Kemari Snowflakes, jangan bikin Kakak makin marah!" Bryan mencoba bernegosiasi dengan mengulurkan tangan namun Nisa terus mundur dan menggeleng. Bryan tak bisa lagi sabar lalu menarik paksa Nisa ke tubuhnya, merengkuh pinggangnya sampai ia bisa mendekap Nisa.

"Sampai berapa lama kamu mau menyiksa Kakak?" tanya Bryan tapi dengan nada menggeram. Nisa masih berusaha melepaskan dirinya.

"Apa maksud Kakak? Lepasin Nisa!" Bryan makin menekan tubuh Nisa ke tubuhnya.

"Kamu gak mau bicara sama Kakak, tapi kamu malah bercanda dengan cowok lain. Kamu mau bikin Kakak gila, iya!" Mata Bryan menyiratkan rasa sakit dan gairah padah saat yang bersamaan. Sejenak Nisa terpana melihat mata Bryan. Nisa tidak pernah tau bahwa dalam jarak sedekat ini, mata Bryan bisa terlihat sangat indah. Ia punya netra mata coklat yang bisa membius. Dan Nisa berhenti bergerak tidak sadar tubuhnya dibawa Bryan perlahan ke ranjang.

Bryan menghempaskan tubuh Nisa ke atas ranjang dan menindihnya. Nisa langsung sadar dan mulai ketakutan lagi. Wajah Bryan begitu dekat pada Nisa. Nisa terus menolak Bryan sementara Bryan mati-matian menahan diri tidak melumat bibir Nisa dengan jarak sedekat itu.

Mereka hanya terdiam dengan nafas memburu satu sama lain. Bryan pun mendekatkan bibirnya untuk mencium Nisa tapi Nisa malah berpaling. Jadilah Bryan mencium leher Nisa sambil menghisapnya pelan. Nisa tidak bisa menahan desahannya. Ia kemudian menyesal malah menikmati ciuman Bryan. Bryan yang mendengar hanya tersenyum tipis.

Bryan lalu melonggarkan tindihannya, saat itulah Nisa membalikkan tubuhnya sehingga punggungnya kini menghadap Bryan. Ia bermaksud melindungi bagian depan tubuhnya dari sentuhan Bryan yang sangat penuh nafsu. Bryan menyeringai sambil tertawa kecil. Rambut Nisa yang dikuncir dibelai dan pindahkan ke sebelahnya. Nisa lupa resleting dressnya malah terletak di bagian punggung.

"Kamu sengaja mau mengoda Kakak ya, Snowflakes?" Bryan berbisik membuat mata Nisa membesar tapi ia tidak berani menoleh. Napas Bryan membelai ujung telinganya membuat bulu kuduk Nisa merinding. Ada sensasi aneh di bawah perutnya, sensasi yang belum pernah ia rasakan.

"Gak, Nisa gak mungkin menggoda Kakak," ujar Nisa masih setengah terengah.

"Kamu lupa baju kamu dibuka dari belakang." Mata Nisa spontan membesar. Dia menutup mata karena lupa resleting bajunya ada dibelakang. Dan jemari Bryan mulai menarik ke bawah resleting dress hitam tersebut. Nisa tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghalangi Bryan menyentuhnya.

Sebenarnya Nisa bukannya takut tapi ia gugup dan bingung. Jemari Bryan menyingkap pelan sambil membelai kulit Nisa yang terlihat setelah resleting ditarik ke bawah. Bryan menciumi setiap jengkal kulit tubuh Nisa dari pundak sampai punggung belakang leher. Nisa hanya menutup matanya sambil menggigit bibir bawahnya berusaha menahan agar desahannya tidak keluar.

"Sekarang Kakak tau gimana caranya membungkam kamu," bisik Bryan tepat di telinga Nisa. Bryan mulai kehilangan kendali pada dirinya. Wangi tubuh Nisa dan hangat kulitnya merupakan kombinasi yang bisa membuat Bryan melupakan apapun. Rasanya seluruh masalah, rasa sakit, stress bisa seketika hilang jika ia mencium Nisa seperti ini. Bryan tidak ingin berhenti.

"Kakak punya permainan untuk kamu, Snowflakes," ujar Bryan berbisik dengan bibirnya masih sedikit mengigit ujung telinga Nisa.

"Kakak akan kasih kamu tiga pertanyaan dan kamu harus jawab dengan jujur. Jika jawaban kamu salah, maka Kakak akan tandai setiap inci tubuh kamu, biar semua orang tau kamu milik Kakak. Tapi jika jawaban kamu benar, Kakak akan melepaskan kamu." Nisa tidak menjawab, ia hanya menggenggam bagian depan dress-nya yang mulai terbuka sampai bawah bahu.

"Pertanyaan pertama, apa kamu cemburu sama Berlian?" kening Nisa sedikit mengernyit tapi kemudian kembali normal.

"Gak, Nisa gak cemburu!" Bryan menyeringai.

"Oh ya? Kalau kamu gak cemburu kamu gak akan marah. Kamu bohong, jawaban kamu salah!" Bryan lalu mencium dan menghisap kulit bahu Nisa dengan lembut sampai meninggalkan bekas.

"Kedua, siapa Juan?" pertanyaan macam apa itu- pikir Nisa. Nisa mencoba berpikir hendak memberi jawaban apa

"T-teman?" jawab Nisa singkat. Bryan malah tertawa kecil.

"Hhmm I wish you were, tapi sayang dia gak menganggap kamu sebagai teman, jawaban kamu masih salah!" Bryan memberi rangkaian ciuman dan gigitan sepanjang leher belakang sampai punggung Nisa. Dan Nisa yang tidak tahan hanya bisa mendesah pelan, celana dalamnya mulai basah.

"Tunggu... tapi Nisa gak tau perasaan dia ke Nisa. Nisa cuma anggap dia teman." Nisa bicara diantara desahannya.

"Kamu terlalu polos, Tuan Putri, dan kita tidak sedang berdiskusi. Last question, pikirkan sebelum kamu menjawab." Nisa semakin tidak bisa menahan gejolak dalam dirinya. Rasa gugup menjalar satu tubuh.

"Do you love me?" tanya Bryan pelan. Nisa terdiam ia tidak tau harus menjawab apa. Jika ia jujur mengakui perasaannya maka ia seperti mengkhianati dirinya sendiri tapi jika tidak mengakui maka cepat atau lambat Bryan akan mengetahuinya. Nisa masih tidak menjawab dan Bryan masih menunggu.

"No, I don't love you" oh so wrong Nisa- batin Nisa. Dan Bryan yang bisa menebak jika Nisa mencoba menghindar hanya bisa tersenyum. Tanpa memberitahu apa Nisa salah atau tidak Bryan menyentuh wajah Nisa dan memalingkan wajahnya lalu mengulum bibir Nisa dengan lembut. Nisa tidak menolak ciumannya. Itu artinya Nisa mencintai Bryan hanya dia tidak mau mengakuinya. Bryan tersenyum dalam ciumannya. Jawaban Nisa salah maka ia harus mendapat hukuman.

"Katakan Snowflakes, belum ada satupun pria yang menyentuh kamu kan, Sayang?" Nisa menggeleng pelan sambil menatap mata Bryan. Mata Bryan membuat Nisa tidak berkutik.

"Good girl, Kakak akan beri kamu tanda pertama," ujar Bryan sambil terus mencium Nisa, jemari Bryan mulai meraba paha Nisa sampai naik ke pinggulnya. Nisa yang akhirnya sadar mencoba menarik tangan Bryan. Tapi tangan Bryan yang satunya lebih cepat, ia mengunci kedua lengan Nisa diatas kepalanya. Jari Bryan begitu terampil membuka celana dalam Nisa.

"You are wet already," tanya Bryan sambil tersenyum. Jari Bryan mulai meraba milik Nisa dengan lembut dan saat itu Nisa sudah tidak lagi bisa menghentikan seluruh tindakan Bryan padanya. Bryan harus bisa menahan diri tidak menyakiti Nisa. Nisa harus merasakan orgasme pertamanya tanpa rasa sakit dan menjadi pengalaman yang tak akan pernah dilupakannya.

"Gak apa, Sayang. Lepasin aja, you are so beautiful, Snowflakes." Nisa hanya bisa mendesah sambil mengigit bibir bawahnya.

"Fuck you are so soft, Snowflakes. Kamu suka sayang?" Nisa tidak menjawab tapi wajahnya menyiratkan jika ia sangat menyukainya. Bryan menikmati melihat ekspresi Nisa yang menahan mati-matian agar tidak mendesah terlalu keras.

"It's ok, just moan my name doll." Bryan melepaskan genggamannya pada pergelangan tangan Nisa sehingga Nisa otomatis melingkarkan lengannya pada bahu Bryan. Bryan memberi ciuman dan gigitan sepanjang leher, tulang selangka hingga bahu bawah. Wajah Bryan kini sedang terbenam di dada Nisa sementara jarinya masih terus memainkan permainannya dibawah sana.

"K-kak Bryan!" desah Nisa semakin dekat dengan orgasme pertamanya.

"Ayo Sayang, jangan malu!" ujar Bryan yang disambut jambakan lembut Nisa pada rambut belakang kepala Bryan. Nisa sedikit berteriak ketika sesuatu keluar dari perut bawahnya. Lalu nafasnya pelan pelan mulai teratur meski masih tersengal.

"You came hard, I like that," ujar Bryan memperlihatkan tangan yang basah kemudian menjilati satu persatu jemarinya yang basah.

"You are so yummy, Kakak suka rasanya," ujar Bryan setelah menjilati jarinya. Bryan masih terus menciumi Nisa dan mengulum bibirnya. Nisa pun akhirnya membalas ciuman Bryan dengan lembut.

"You are mine now, Snowflakes," bisik Bryan pada Nisa yang mulai mengantuk. Tak lama Nisa semakin mengantuk dengan ciuman dan desahan Bryan di telinga nya. Ia pun mulai tertidur dengan menggenggam lengan Bryan. Bryan yang terus membelai wajah Nisa tersenyum bahagia.

Ia menarik selimut dan menyelimuti mereka berdua. Bryan membiarkan dress Nisa tetap terbuka namun tidak membuka seluruh pakaiannya. Belum saatnya-pikir Bryan. Ia menikmati sisa sore dengan memeluk Nisa yang tertidur di dadanya. Akhirnya Bryan menemukan kegunaan dari ruang rahasia yang ia buat. Bryan tersenyum sambil mencium kening Nisa dan ikut tidur.