HG Corp
Rabu pagi Nisa masuk kantor tepat jam 8 pagi. Betapa terkejutnya dia menemukan ruang kantornya penuh dengan bunga. Tidak ada lagi tempat untuk meletakkan buket bunga. Mawar, daisy hingga anyelir berbagai macam warna memenuhi kantornya. Bahkan buket bunga juga terletak diatas meja kerjanya. Sebuah mawar merah besar yang dirangkai begitu cantik. Nisa mencoba menerka siapa yang menaruh begitu banyak bunga di kantornya. Tidak ada satu pun kartu ataupun pesan dari setiap buket bunga yang ada.
Sampai akhirnya sebuah buket mawar merah yang terletak di meja kerjanya menyempil sebuah kartu ucapan. Nisa mengambil membaca dan menarik napas panjang. Ia pun mengambil buket bunga mawar yang cukup berat itu beserta kartunya keluar dari ruangannya. Ia menuju ruangan Bryan. Sampai di sana tanpa mengucapkan selamat pagi, Nisa setengah melemparkan buket bunga ke meja Bryan. Bryan yang baru datang, hanya diam saja melihat perlakuan Nisa. Nisa lalu meletakkan kartu tepat di depan Bryan. Tertulis "I'm sorry Snowflakes".
"Kamu gak suka bunganya Snowflakes, biar kakak ganti," ujar Bryan lembut sambil menyengir.
"Gak. Dan berhenti ganggu Nisa!" balas Nisa menghardik. Bryan menarik napas panjang. Ia harus sabar seperti kata Alisha.
"Snowflakes, biar Kakak jelaskan apa yang terjadi hari itu."
"Gak perlu, apapun yang Kakak lakukan itu bukan urusan Nisa. Tolong keluarkan semua bunga itu dari ruangan Nisa" ujar nya dengan suara mulai tinggi.
"Ah Snowflakes please! Kakak akan lakuin apa aja supaya kamu maafin Kakak!" ujar Bryan dengan suara merajuk sambil berjalan ke arah Nisa dan mencoba menyentuh tangannya.
"Jangan pernah sentuh Nisa lagi!" ujar Nisa kesal sambil berbalik meninggalkan Bryan.
"Ah satu lagi, Kakak ada meeting jam 10 nanti di hotel Ritz." Nisa berbalik sebentar lalu pergi. Bryan tidak bisa menahan rasa kagumnya. Kenapa dia bisa terlihat makin seksi ketika sedang marah. Ah God help me...
Esoknya Bryan tidak menyerah, ia memesan cake, coklat dan ice cream dan diletakkan di ruangan Nisa. Nisa jadi menghentakkan kakinya berkali-kali ke lantai karena kesal. Kenapa bosnya tidak meninggalkan Nisa begitu saja, ia masih saja mengusili Nisa setiap hari.
Nisa akhirnya mengambil semua kue dan coklat untuk diberikan pada pegawai di lantai lain. Ia hanya mengambil beberapa butir coklat untuk dimakannya sendiri. Karena Nisa memang penyuka coklat. Hal itu terus terjadi sampai tiga hari berturut turut tapi itu malah membuat Nisa makin kesal dan marah.
Bryan tak punya pilihan selain mencari Arya untuk mendukungnya. Ia kemudian masuk ke ruangan Arya setelah mengetuk beberapa kali. Juan berdiri untuk berjaga di luar ruangan. Arya yang melihat Bryan datang hanya melihat sekilas dari balik kacamatanya. Ia sedang di meja gambar dan tengah menganalisa desain. Ia melepaskan kacamata lalu berjalan menghampiri Bryan yang tersenyum terlalu ramah padanya.
"Kenapa, lo mau cari sekutu?" wajah Bryan langsung berubah cemberut. Arya sebenarnya cemburu pada fisik Bryan. Sudah hampir kepala tiga tapi wajah bayi nya tidak hilang. Menggemaskan, Bryan itu monster yang menggemaskan. Arya tidak akan pernah tahan dipasang wajah cembetut ngambek oleh Bryan. Pada akhirnya Arya akan tertawa. Ia merangkul Bryan dan mengajaknya duduk di sofa.
"Nisa belum maafin lo?" Bryan mengangguk masih dengan wajah cemberut.
"Gue gak ngerti ma lo Bry! gue mati matian meyakinkan Nisa kalo lo cinta sama dia, elo malah masuk kamar perempuan lain."
"Tapi gak ada apa apa antara gue sama Berlian."
"Lo di kamarnya semalaman gimana bisa gak ada apa apa, orang buta juga bisa tau ada apa apa!" sembur Arya kesal. Bryan mengernyitkan keningnya.
"Lian itu gak seperti yang lo bayangin, gak mungkin gue macam-macam sama dia!"
"Kenapa gak, lo cowok dan dia cewek!"
"Hhhmm... harusnya gue gak ngomong ini karena gue udah janji ini rahasia, ah masa bodo, Lian itu... dia itu...." Arya menunggu yang hendak dikatakan Bryan.
"Dia... gak suka cowok, she's a lesbian," ujar Bryan setengah berbisik. Arya melotot lalu mengernyitkan keningnya. Bryan hanya mengangguk mengiyakan.
"Lian dan gue bikin rencana untuk buat Nisa cemburu, gue pengen tau apa dia punya perasaan sama gue ato gak, tapi malah jadinya begini," ujar Bryan akhirnya menjelaskan.
"Oke, it means something, tapi Nisa harus tau, kalo gak dia akan terus percaya kalo lo emang suka maenin hati perempuan!" Bryan menghela napas.
"Sebenarnya gue kesini juga mau kasih liat ini."" Bryan mengeluarkan sebuah kotak cincin dan memberikan sebuah cincin berlian yang didesain khusus. Arya mengernyitkan keningnya. Apa ini?
"Ini cincin lamaran kan? lo mau...." mata Arya seketika membesar dan ia langsung menoleh cepat pada Bryan.
"Elo serius, Bryan?" Bryan mengangguk. Arya langsung memeluk Bryan.
"Oh man, congratulation! Maksud lo... Bryan lo mau ngelamar Nisa?" Bryan mengangguk lagi sambil tersenyum.
"Lo mau kan jadi pendamping gue?" pinta Bryan. Arya langsung mengangguk
"Of course, tentu aja, Bry. Lo kan sodara gue!" ujarnya sambil memeluk Bryan sekali lagi.
"Trus Om Hans gimana?" tanya Arya lagi.
"Daddy dan Uncle Darren juga sudah ngasih restunya, gue hanya tinggal menakhlukkan Nisa." Arya mengangguk lagi.
"Kapan rencananya lo mau nikah?"
"Tepat pas hari ultah gue bulan depan." Arya mengangguk lagi
"Damn Bry, gue masih gak percaya lo bakalan nikah!" ujar Arya sambil memberikan lagi cincin tersebut.
"Lo gimana? Emily? Uda resmi?" tanya Bryan masih memandang Arya. Arya mengangguk dan tersenyum lebar.
"Ah dia benar-benar luar biasa. Gue bahagia banget bisa pacaran sama dia, gue berencana mau kenalin dia ke Mama dan Papa secepatnya!" Arya menjawab sambil tersenyum.
"Itu berarti lo udah serius kali ini, congratulation, Dude!" Arya mengangguk lagi.
"Akhirnya kita berhenti ya Bry, berhenti mencari," ujar Arya dan diiyakan Bryan. Mereka berdua tidak menyangka bahwa setelah sekian lama akhirnya mereka menemukan pendamping hidup yang diinginkan yaitu cinta pertama Bryan dan cinta terakhir Arya.
Usai makan siang dan meeting, Bryan kembali ke kantor dan menemukan Nisa sedang berbicara akrab dengan Juan. Juan memang kembali lebih dulu ke kantor karena Darren yang memanggilnya. Tapi yang dilihat oleh Bryan membuat darahnya mendidih. Juan memegang tangan Nisa sambil tertawa berdua.
Oh hell no!
Bryan yang marah lalu berjalan ke arah mereka dan berdiri di belakang Juan. Nisa kemudian berhenti tertawa ketika melihat wajah Bryan yang marah. Juan pun berbalik dan melihat atas wajah bosnya. Ia tersenyum tapi Bryan tidak.
"You... go and you... come with me!" ujar Bryan menunjuk Juan lalu Nisa. Bryan tidak menunggu lama untuk segera pergi dari hadapan mereka. Juan memasang wajah ingin tertawa tapi menahannya dan mempersilahkan Nisa mengikuti Bryan ke ruangannya.
Sampai di ruangan, Nisa seolah merasa suhu ruangan jadi lebih dingin. Wajah Bryan benar benar marah dan kesal. Nisa belum pernah melihat Bryan semarah itu.
"Ada apa Kakak panggil Nisa?"
"Apa yang kamu lakukan sama Juan!" tanya Bryan ketus dengan rahang mengeras.
"Kami cuma ngobrol, Kenapa Kakak marah?"
"Kamu masih tanya kenapa! Mulai sekarang kamu gak boleh bicara sama Juan lagi!" Nisa membuka mulutnya tidak percaya. Apa-apaan Bryan melarangnya
"Kakak gak bisa ngelarang Nisa mau bicara dengan siapa!" bantah Nisa ikut menaikkan nada bicaranya.
"Oh, Kakak bisa! Kamu milik Kakak dan Kakak berhak melarang kamu bicara dengan siapapun!" what- Nisa menggeleng tidak percaya yang ia dengar.
"Nisa bukan milik Kakak, dan kakak gak bisa ngelarang-ngelarang Nisa!" Nisa makin melawan dan Bryan semakin tidak bisa mengontrol dirinya. Bryan dan sifat dominannya berjalan makin mendekati Nisa.
"Jangan buat Kakak marah Snowflakes!" ujar Bryan dengan suara berat dan sorot mata tajam. Nisa sebenarnya mulai kecut tapi ia tidak mau dianggap lemah oleh Bryan.
"Nisa gak takut sama Kakak. Terserah Kakak mau bilang apa! Kakak gak bisa ngatur hidup Nisa." Nisa hendak berbalik ketika Bryan tiba-tiba menarik lengannya dan menaikkan Nisa ke bahunya. Nisa yang kaget spontan panik dan berontak.
"APA-APAAN INI! KAK TURUNIN NISA. KAK BRYAN MAU APA, LEPAS!!!"