Chereads / The Seven Wolves: Trapped Under Devils Possession / Chapter 50 - I'm Sorry, No... I'm Not Sorry

Chapter 50 - I'm Sorry, No... I'm Not Sorry

Arya keluar dari kamar dan memakai bathrobe hitam ketika Dira masih duduk di atas tempat tidur dan membalut tubuhnya dengan duvet tebal. Ia melewati Dira begitu saja saat masuk ke dalam walk in closet. Arya harus mengakui jika Dira sebenarnya memang sangat cantik dan seksi.

Jika saja ia masih memiliki cinta pada Dira, maka Arya lebih suka berada di ranjang bersamanya seharian. Tap cinta itu sudah pergi meskipun mereka telah tidur bersama namun itu tak bisa membangkitkan rasa itu kembali. Dira terus memandang Arya sampai ia masuk ke dalam walk in closet.

Dira harus mengigit bibir bawahnya menahan rasa saat melihat sosok Arya sekarang. Arya memang tampan dan seksi, tubuhnya dibalut bathrobe warna hitam dengan rambut basah membuat Dira tidak tahan dan akhirnya mengikutinya masuk ke dalam closet. Sebelum Arya membuka bathrobenya Dira memeluknya dari belakang.

"Please Arya, jangan tinggalin aku!" ujar Dira dengan suara kecil dan sedikit mendesah. Ia masih berbalut duvet dan belum berpakaian. Arya menghela napas panjang membiarkan sejenak Dira memeluknya. Ia sudah menolak cinta Dira dan kini Arya berharap mereka hanya akan berteman saja.

"Dira tolong, aku gak pengen nyakitin kamu. Yang kita lakukan tadi malam cuma hubungan biasa, jangan membuat keadaan jadi makin rumit" ujar Arya sambil mencoba melepaskan pelukannya. Arya masih mencoba dengan nada bicara sewajar mungkin berharap Dira akan mengerti.

Arya lalu berbalik dan melihat wajah gadis yang dulu sempat membuatnya merasakan cinta pertama. Ia lalu memegang wajah Dira, tinggi Dira hanya sebahu nya jadi wajah Arya menunduk untuk bisa melihat mata Dira.

"Kamu salah satu wanita paling cantik yang pernah aku kenal. Akan ada pria yang mencintai kamu sepenuh hati, jangan habiskan waktu kamu untukku, aku sudah tidak mencintaimu lagi," ujar Arya dengan suara rendah. Hati dan harga diri Dira seolah remuk di hadapan Dewa yang dulu sempat dihinanya. Sekilas ia ingat seperti apa dulu bersikap sangat angkuh menolak Arya saat ia menyatakan perasaannya. Kini rasa sakit yang sama yang diperlihatkan Arya dulu dari raut wajahnya dirasakan oleh Dira.

Dira meneteskan airmata sambil melihat mata Arya. Kali ini Dira benar benar merasa ia jatuh cinta pada Arya, ia sangat menginginkan Arya menjadi pria terakhir dalam hidupnya. Tapi Arya menolaknya.

"Please, I love you, don't leave me, Arya. Aku cuma mau kamu." Dira mencoba memohon agar Arya tak pergi darinya. Tapi Arya terus menggeleng. Matanya tak sama lagi, ia memang sudah tidak lagi mencintai Dira. Pipi Dira sudah mulai basah tapi Arya bahkan tidak merasa ia ingin memeluk dan menenangkan Dira. Ia tidak ingin memberi gadis itu harapan walaupun hanya secuil. Pelukan dan kata-kata menenangkan hanya akan membuatnya merasa ia bisa membuat Arya jatuh cinta lagi pada nya. Arya masih menggeleng

"I'm really sorry, aku bener bener gak bisa sama kamu. aku akan bicara sama mama kamu..."

"No..." potong Dira tiba tiba dan melepaskan rangkulannya pada Arya. Ia sedikit menjauhkan dirinya mulai memasang sikap tubuh sedang mengambek. Arya hanya menghela napasnya dan menegakkan wajah.

"Jangan bicara sama mama, mama bener bener suka sama kamu aku gak mau dia kecewa!" sahut Dira mulai manyun. Arya menarik napas berat beberapa kali. Ia masih memandang Dira tapi dengan pandangan tak senang. Arya merasa jika mengulur waktu hanya akan menimbulkan masalah. Jika orang tuanya sampai setuju perjodohannya dengan Dira maka masalah lebih besar akan muncul. Setidaknya sebelum Tante Cony atau Om Albert belum bicara pada orang tuanya, Arya harus yakin masih bisa mengatasinya sendiri. Arya pun langsung mengambil keputusan.

"Kamu yang bicara, atau aku yang bicara. Terserah. Yang jelas, masalah kita harus selesai!" tegas Arya lalu berbalik mengambil kaos hitam dan celana training. Ia membuka bathrobe dan ia memakai celana boxer. Dira hanya melihatnya saja mengganti baju. Rasanya seperti melihat sampul model Men Health tapi modelnya hidup. Arya lalu berbalik dan meninggalkan Dira di dalam walk in closet begitu saja.

"Kamu mau kemana?" tanya Dira dengan kening mengernyit.

"Sebaiknya kamu membersihkan diri, aku akan suruh sopir untuk antar kamu pulang." Arya memakai sepatu lari topi pet dan keluar penthouse. Melihat Arya tak perduli padanya, Dira mengambil sebuah botol minum yang ia lihat di konter disebelahnya lalu melemparnya ke dinding. Wajahnya marah dan ia kesal.

30 menit kemudian, Arya masuk ke ruang private gym di sebelah penthouse Bryan. Ia berencana hendak melanjutkan olahraga ketika menemukan suara nafas Bryan tersengal sedang melakukan latihan boxing pada punch bagnya. Ia hanya memakai pelindung tangan tanpa sarung tinju. Hari ini weekend jadi biasanya mereka memang berolahraga. Arya mendekati Bryan yang entah berapa lama sudah berlatih, dia sudah mandi keringat dan sedang marah.

"Udah berapa lama lo disini?' tanya Arya sedikit terengah sambil memakai pelindung tangan. Mendengar suara Arya, barulah Bryan berhenti. Ia memegang punch bag agar berhenti bergerak.

"Gak tau, dua jam kali!" jawab Bryan sambil terengah-engah.

"Bag itu bisa putus lo pukulin terus!" Bryan tersenyum tipis pada godaan Arya.

"Lo marah ya, mau berantem?" tawar Arya memasang sarung tinju. Ia membuka topi menuju ring. Bryan mengangguk senang, ia mendapatkan lawan yang sepadan. Bryan dan Arya akhirnya berlatih dengan Arya menjadi lawan boxing Bryan sampai keduanya tidak kuat lagi. Keduanya akhirnya merebahkan diri di lantai ring terengah dan kelelahan.

"Udah berapa lama kita gak latihan bareng" tanya Bryan masih mengatur napas. Ia lalu bangun duduk dan membuka sarung tinjunya.

"Sejak masuk kantor baru, kita jadi jarang latihan kayaknya," jawab Arya juga ikut duduk dan membuka sarung tinjunya.

"Lo masih latihan taekwondo?" tanya Bryan sambil mengambil air minum di sudut ring lalu menyerahkan satu botol pada Arya. Bryan kemudian duduk di sebelah Arya dengan Arya mengangguk lalu menempelkan botol pada tekuk belakang kepalanya.

"Lo sedang marah Bry?" Bryan mengangguk, Bryan selalu menyalurkan kemarahan dan emosi yang ia tahan di ring atau punch bag. Setelah itu biasanya ia akan tenang dan kembali normal.

"Nisa bilang dia gak cinta sama gue dan dia benci gue," ujarnya sambil minum. Arya tidak kaget ia malah menanggapi dengan santai.

"Apa yang lo harapin, dia datang peluk lo dan bilang kalo dia cinta sama lo. Ampe lebaran monyet juga gak bakalan kejadian!" umpat Arya sarkas. Bryan lalu menoleh Arya dengan menyipitkan matanya. Ia tidak suka melihat kenyataan.

"Dia benci sama lo itu lebih baik dari pada dia gak merasa apapun ke lo, lo bisa merubah perasaan bencinya jadi cinta. Yang penting lo harus sabar dan konsisten," sambung Arya lagi. Arya memang benar, lebih baik perasaan benci daripada tidak merasakan apapun.

"Itu lebih baik daripada gue. Gue sadar gak merasakan apapun ke Dira, gue udah gak cinta dia lagi. and that's bad!" Bryan mengangguk.

"Trus kalo lo udah tau kenapa lo kayak 'lost puppy'' gini? tanya Bryan sambil minum dengan santai.

"We had sex last night!" Bryan menyemburkan air dari mulutnya dia tersedak dan terbatuk keras.