"Saya terima nikah dan kawinnya Azkia Maulida binti Abdrurrohim, dengan mas kawin tersebut di bayar tuunai."
"Bagaimana para saksi? Sah?" Tanya penghulu tersebut kepada para saksi.
"Sahh."
"Alhamdulillah. Al-Fatihah..."
Pernikahan berlangsung secara sederhana namun khitmat di kediaman rumahku. Dengan pakaian adat sunda, adat dari keluarga suamiku yang merupakan asli orang sunda dari daerah Bandung. Dengan pakaian berwarna serba putih kami berdua melangsungkan acara akad nikah yang di ucapkan oleh suamiku dengan lancar tanpa ada hambatan.
Para saksi yang sudah mengatakan sah, aku pun langsung segera keluar dari kamar pengantinku untuk menemui suamiku itu. Dengan di temani oleh sahabat-sahabat SMP dan SMA ku yang menjadi bridesmaid, dan dengan di iringi lagu ustad Jefri yang berjudul bidadari surga. Aku melangkahkan kakiku perlahan demi perlahan menuju ke tempat akad, yang dimana di sana sudah di tunggu oleh lelaki yang sekarang secara agama dan negara telah sah menjadi suamiku.
Sesampainya di sana, aku mencium tangannya sebagai tanda hormatku kepada suamiku itu. Serta dia menciumku kembali di bagian keningku sambil membacakan doa kepadaku supaya aku menjadi istri yang sholehah, yang bisa menghormati suaminya, dan menjadi Ibu yang baik untuk anak-anak kami nanti.
Cincin sebagai tanda kalau aku dan dirinya sudah sah menjadi suami istri pun di pakaikannya secara bergantian. Menandatangi surat dan buku pernikahan. Kemudian berfoto untuk mengenang masa-masa indah yang insyaallah hanya di lakukan sekali dalam seumur hidup ini.
Setelah acara akad pernikahan selesai, acara di lanjutkan dengan acara sungkeman kepada kedua orangtua masing-masing dan kepada kedua mertua. Pertama kali aku menuju ke Ayahku. Aku meminta maaf dan ridho kepada Ayahku atas pernikahanku ini. Aku sangat dekat sekali dengan Ayahku. Aku selalu di manjakan olehnya dari kecil, semua keinginan aku selalu di turuti olehnya. Namun sekarang, tugas dan tanggungjawab Ayahku sudah selesai.
Setelah ke Ayahku, aku beralih untuk ke Ibuku. Sama halnya seperti kepada Ayahku. Aku meminta maaf dan ridho kepadanya atas pernikahanku. Sekarang kini surgaku sudah tidak sepenuhnya berada di Ibuku, tetapi juga berada di suamiku.
"Ibu masih ga nyangka sekarang kamu sudah dewasa nak," ucap Ibuku kepadaku sembari menangis sesenggukan.
"Doain aku ya Bu, supaya pernikahan aku langgeng sampai Kakek Nenek. Semoga aku tidak salah pilih dan menyesal untuk menikah bersama orang yang sekarang telah menjadi suamiku."
"Aamiin. Ibu pasti akan selalu doain kamu nak."
"Makasih Bu."
Tanpa membalas ucapan terima kasihku kepadanya, Ibuku hanya membalasnya dengan pelukan kepadaku. Ibuku sangat erat sekali memelukku dan sekaligus menangis. Menangis bahagia karena anaknya telah menikah bersama orang yang di cintainya, dan menangis sedih karena sekarang anaknya sudah menjadi milik orang lain.
Setelah meminta maaf dan ridho kepada kedua orangtuaku dan kakak-kakakku. Aku beralih pindah untuk sungkeman kepada kedua mertuaku. Begitupun sebaliknya.
*****
Yap, hari ini adalah hari pernikahanku dengan lelaki yang tidak aku sangka-sangka bisa menjadi suamiku seperti sekarang ini. Dengan di hadiri oleh sahabat dan temanku menambah kebahagiaanku kali ini. Tidak lupa juga Ihsan dan istri datang ke acara pernikahanku jauh-jauh dari Sukabumi. Ternyata sekarang mereka berdua sudah di karuniai seorang anak perempuan yang cantik seperti Ibunya. Mereka berdua tampak terlihat sangat bahagia dengan keluarga kecilnya. Aku tidak menyangka sekarang aku telah menyusul Ihsan untuk menikah juga. Dan sekarang aku bisa bertemu kembali dengan Ihsan dalam keadaan sama-sama memiliki pasangan yang sah. Dia dengan istrinya, dan aku dengan suamiku.
"Selamat ya Kia dan suami. Semoga menjadi keluarga yang bahagia dunia akhirat, mendapatkan keturunan yang sholeh dan sholehah, aamiin," ucap Ihsan kepadaku dan suamiku.
"Aamiin, makasih ya San lu udah datang jauh-jauh dari Sukabumi ke Jakarta."
"Sama-sama. Biar gimanapun kan kita juga sahabatan Ki."
"Iya San."
Aku menutuskan untuk menikah dengan lelaki yang sekarang telah menjadi suamiku dengan berbagai pertimbangan. Sampai pada saatnya aku memutuskan untuk menikah muda bersamanya.
Pada saat itu dia yang berani datang ke rumahku bersama keluarganya untuk menemui keluargaku. Berniat untuk mempersunting aku. Ternyata dia dapat meluluhkan hatiku dan hati keluargaku pada saat itu juga. Tidak di sangka dia juga telah membuktikan perjuangan-perjuangannya untuk mendapatkan aku. Sehingga lamaran darinya waktu itu membuat aku yakin untuk di nikahi olehnya dengan waktu yang cepat.

Acara resepsi berlangsung pada hri yang sama. Tepatnya acara tersebut berlangsung setelah acara akad pernikahan kami. Pakaian serba berwarna cokelat susu yang kami pakai di acara resepsi menambah nuansa pernikahan menjadi lebih indah dan terlihat mewah. Kali ini kami tidak menggunakan adat dari mana pun, baik dari pihak suamiku, atau dari aku, tetapi aku mengenakan gaun modern yang cantik, dan dia yang menggunakan jas dengan dasi seperti pengantin-pengantin pria pada umumnya ketika menikah.
Banyak teman-temanku yang aku undang dan mereka semua datang. Banyak dari mereka yang bilang jika mereka tidak menyanga aku akan menikah dengan lelaki ini. Lelaki yang telah sah menjadi suamiku saat ini. Mereka juga tidak menyangka jika aku memutuskan untuk menikah muda.
"Kiaa, gua ga nyangka lu akhirnya nikah juga sama dia," ucap Riska kepadaku.
"Iya, alhamdulillah. Namanya juga jodoh Ris, ga ada yang tau, hehe."
"Iya sih. Huhu sedih, sekarang udah susah pasti buat main sama lu lagi. Nanti siapa yang nemenin gua lagi?"
"Kan masih ada Elina sama Rania. Makanya cari pasangan juga dong Ris. Kapan nih nikah? Hehe."
"Ga mau sekarang ah. Nanti aja. Gua masih belum siap."
"Ga boleh gitu, omongan adalah doa. Kalau udah ada jodohnya mah jangan di tolak Ris. Nanti dapetnya lagi susah loh."
"Amit-amit. Jangan sampai deh. Eh ngomong-ngomong, Elina kemana?"
"Iya ya, kemana dia? Coba deh tolong cariin Ris."
"Mungkin lagi sama Ibu lu Ki, dia kan dekat sama Ibu lu. Lagi ngobrol-ngobrol mungkin?" ucap Rania menjawab semua pertanyaanku dan Riska.
"Coba deh lu cari dia dulu deh Ris. Gua khawatir, takutnya dia kenapa-kenapa." Pintaku.
"Ya udah gau cari dia dulu ya? Gua tinggal sebentar ya Ki."
"Iya Ris."
Riska segera mencari Elina. Aku merasa khawatir dan tidak enak kepadanya. Karena aku tahu, pada saat ini keadaan Elina sedang tidak baik, dan aku takut jika terjadi apa-apa dengannya.
Sementara itu acara resepsi pernikahan aku harus segera berjalan. Banyak tamu undangan yang sudah mengantri untuk menyalami dan memberikan ucapakan selamat sekaligus doa kepadaku dan suamiku. Acara terus berjalan hingga malam hari. Sampai akhirnya aku merasa sangat bahagia karena bisa menjadi ratu sehari bersama seorang laki-laki yang aku cintai.
-TBC-