"Happy birthday Ki."
"Eh, Gilang. Tau aja gua ulang tahun, haha."
"Tau lah. Sorry ya gua cuma bisa kasih ini doang."
"Ya ampun, ga usah repot-repot padahal mah."
"Ga apa-apa. Gua ga repot kok."
"Ya udah, gua terima ya hadiahnya. Makasih banyak nih."
"Sama-sama Kia."
"Gilang kenapa kasih hadiah ke Kia? Ada apa?" Tanya Kirana, sahabatku di SMA.
"Ulang tahun kan dia?" Jawab Gilang.
"Eh, emang ya? Sorry Ki, gua ga tau. Selamat ulang tahun deh ya. Semoga semua keinginan lu bisa tercapai di tahun ini, aamiin."
"Aamiin. Makasih Na doanya."
"Oke, sama-sama."
Kirana langsung pergi untuk menghampiri ketiga sahabatku yang lainnya, Bunga, Alfi, dan Devi.
Ternyata teman baruku yang berada di SMA belum tahu ulang tahun aku ini. Justru yang ingat adalah Gilang. Aku jadi rindu dengan Elina, Riska, dan Rania yang selalu menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Namun kini kami semua sudah saling berjauhan.
"Ki, katanya Kirana lu ulang tahun ya? Wah selamat ya Kia. Happy birthday, sorry gua ga tau. Doanya yang terbaik aja ya Ki bua lu," ucapan Bunga kepadaku dan di susul oleh Alfi dan Devi.
"Iya, makasih ya Bunga, Alfi, Devi, doanya."
Setelah itu kami melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan lancar sampai bel pulang sekolah berbunyi.
*****
Sepertinya Randi pun sudah tidak ingat lagi hari ulang tahunku. Karena Randi sekarang hanya di sibukkan dengan wanita itu. Caca. Namun ternyata walaupun demikian, ternyata Randi tetap saja mengingat hari ulang tahunku.
Sore itu, setelah pulang sekolah aku di ajak oleh Randi untuk melakukan apa yang biasa kami berdua lakukan. Menonton film di bioskop? Makan di KFC? Yap, 100 buat kalian yang menjawabnya.
Hari ulang tahunku kali ini bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Sehingga pada saat itu kami pergi menontonnya pada sore hari, sekalian ngabuburit dan lanjut dengan buka puasa bersama.
"Yah filmnya tinggal deadpool doang sama thurt or dare."
"Kenapa emang?" Tanyaku kepada Randi. Karena memang aku tidak begitu mengetahui tentang film luar negeri.
"Filmnya isinya parah kalo deadpool."
"Nonton apa dong?"
"Truth or dare kaya gimana ya?"
"Ga tau."
"Mau nonton truth or dare aja?"
"Boleh."
"Ya udah. Mba, pesan 2 tiket thrut or dare, kursi nomor B5 dan B6 yah."
Di tengah-tengah film.
"Anjir, ternyata lebih parah filmnya," ucap Randi.
"Lu si. Astagaa, bulan puasa nonton beginian."
"Mana gua tahu njir, haha."
Ternyata film deadpool yang katanya isinya terdapat adegan parah, truth or dare justru lebih parah. Terdapat banyak sekali adegan 18+ yang di tayangkan. Dosa besar. Bulan puasa malah nonton yang beginian. Niat baik ingin menghindari adegan tersebut, ternyata mendapatkan hal yang serupa, justru lebih parah.
Akhirnya kami berdua tidak menikmati film tersebut. Yang ada selalu tutup mata dan telinga. Berharap film tersebut segera selesai. Untung saja kami berdua tidak terbawa suasana sehingga mempraktekannya secara langsung.
"Selesai juga tuh film. Ah lu si."
"Mana gua tau Ki, haha."
Dan kami pun melanjutkan dengan berbuka puasa bersama. Setelah itu Randi mengantarkan aku pulang ke rumah.
Sesampinya di rumahku.
"Nih."
"Apaan tuh?" Tanyaku.
"Lah lu liatnya apaan emang?"
"Kado. Buat gua yaa? Ulululu," ucapku dengan nada sok di imut-imutkan dan memanyunkan bibirku sedikit ke hadapan Randi.
"Lu pikir buat siapa? Udah ah, gua mau balik."
"Haha, makasih Ran."
"Cieee."
"Loh, Kirana, Alfi, Bunga, Devi. Kalian kok ada di sini?"
"Iya nih, gua udah nungguin lu dari tadi sore. Kata Ibu lu, lu lagi pergi. Makanya kita nungguin lu sampai pulang nih. Btw, itu siapa Ki? Cowok lu?" Jelas Kirana.
"Bukan bukan."
"Iya juga ga apa-apa lagi. Kenalin aja ke kita. Kita kan bukan tipe teman yang makan teman. Ya ga?" Tanya Kirana kepada Bunga, Alfi, dan Devi untuk mendapatkan pembelaan. Perkataannya cukup membuatku menelan ludah. Karena apa yang Kirana ucapkan barusan adalah kenyataan yang sedang aku alami saat ini.
"Apa si lu pada."
"Ki, gua balik dulu ya."
"Iya Ran, hati-hati."
"Yoo."
Akhirnya aku dan keempat temanku masuk ke dalam rumahku. Ternyata mereka semua tahu tanggal ulang tahunku. Di sekolah tadi mereka hanya berpura-pura. Justru sekarang mereka sudah ada di rumahku. Sampai-sampai mereka menungguku pulang ke rumah. Padahal bisa saja aku pulang lebih malam lagi dari sekarang.
Kini Elina, Rania, dan Riska jutru yang tidak merayakan hari ulang tahunku kaki ini. Karena kami memang sudah di sibukkan dengan kegiatan masing-masing. Mereka hanya mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku melalui video call tadi siang, ketika kami sedang beristirahat di sekolah masing-masing.
Teman-temanku kali ini membawa sebuah bungkus kado dan memberikannya kepadaku. Ternyata isinya adalah tas dan seperangkat alat tulis yang berbau cartoon kesukaanku. Yaitu stitch. Mulai dari pensil, pulpen, tempat pensil, dan yang lainnya semua bergambar stitch.
Di rumahku, teman-temanku saling bercerita satu sama lain tentang kekasihnya. Apalah aku yang cerita kisah kasihnya tidak pernah berjalan mulus seperti teman-temanku yang lainnya, dan selalu di buat patah hati oleh lelaki yang aku sukai.
"Eh Kia. Btw itu cowok yang suka lu ceritain itu bukan si? Si Randi Randi itu?" Tanya Devi kepadaku. Aku memang pernah menceritakan tentang masalah kedekatanku dengan Randi yang seharusnya tidak terjadi kepada sahabatku di SMA. Sehingga mereka sedikit mengetahuinya.
"Iya benar."
"Terus sahabat lu yang suka sama Randi udah tau?"
"Taunya dia, gua cuma dekat doang sama Randi. Ga tau kalo gua suka jalan juga sama dia."
"Kacau. Tapi mau gimana lagi ya, namanya perasaan suka tuh ga bisa di niatin buat siapa. Jatuh ke seseorang begitu aja."
"Iya juga si. Tapi gua merasa bersalah banget sama Elina. Tapi gua tetap jalan juga sama Randi."
"Udah lah Ki, ga usah galau. Ini kan hari ulang tahun lu. Mending kita senang-senang aja dulu."
Setelah saling bercerita banyak, akhirnya mereka semua memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Karena waktu juga sudah malam, dan besok adalah hari Kamis, sehingga mereka semua tidak bisa berlama-lama main di rumahku. Pukul 7 lewat 15 malam mereka semua akhirnya pulang ke rumahnya masing-masing. Mereka semua membawa kendaraan pribadi, sehingga merasa sedikit tidak khawatir.
*****
Di kamar.
"Wahhh." Reaksiku ketika membuka kado dari Randi. Ternyata isinya adalah sebuah sepatu yang bagus dan jam tangan yang sangat manis.
"Dari siapa Ki?" Tanya Ibuku.
"Randi Bu."
"Ohh lagi-lagi Randi. Kalian pacaran ya?"
"Engga kok Bu. Cuma temanan aja."
"Ohh, iya deh. Pacaran juga ga apa-apa nak."
"Ah Ibu..."
Segera aku lihat detail hadiah yang telah di berikan oleh Randi. Sepatu sport berwarna putih dengan tanda centang hitam di bagian kanan dan kirinya yang menunjukkan merk dari sepatu tersebut. Jam tangan berwarna merah muda yang membuatnya terlihat sangat manis.
Aku foto kedua barang tersebut. Lalu aku masukkan di status whatsapp dan story instagrmku dengan caption "makasih Ran hadiahnya, gua suka, lucuu." Seperti itulah memang perempuan, suka memamerkan barang-barang baru miliknya. Apalagi barang tersebut dari seorang laki-laki yang di sukainya. Rasanya seperti cinta kita di balas olehnya, padahal itu hanya hadiah biasa, tidak ada maksud apa-apa.
Tidak lupa juga aku mengirim pesan singkat kepada Randi, berniat untuk mengucapkan terima kasih untuk yang kedua kalinya.
Drt... Drt... Drt..
Ponselku bergetar. Langsung saja aku bergegas untuk mengambil ponselku. Karena aku berpikir pasti pesan tersebut datang dari Randi yang membalas pesan singkatku barusan. Ternyata dugaanku salah. Pesan tersebut datang dari sahabatku, Elina. Yang ternyata membaca status whatsappku. Aku lupa jika di whatsapp, aku masih bertemanan dengannya. Lupa aku sembunyikan dari dirinya dan kedua sahabatku yang lainnya.
-TBC-