"Yuk, mulai dansanya!"
Andara terdiam menatap Algar yang sudah mengulurkan tangannya pada Andara. Andara terlihat kebingungan, memang perempuan yang sangat tidak peka!
"Apa?" tanya Andara membuat Algar sedikit kesal, untunglah lelaki itu bisa menyembunyikannya.
"Will you dance with me?" Andara tertegun, perempuan itu tidak bisa lagi menolak karena lagu sudah diputar dan para tamu undangan sudah mulai berdansa.
Andara menyambut tangan Algar dengan ragu.
"Yes," jawab Andara. Algar tersenyum kemudian mulai berdansa dengan Andara.
Algar meletakkan tangan kirinya di pinggang Andara membuat perempuan itu sedikit geli. Tapi untunglah, lama-kelamaan Andara dan Algar terlarut dalam lagu yang diputar. Resta yang melihat hal itu tidak bisa lagi menahan senyumnya, sepertinya Andara sudah sangat bahagia dengan Algar.
Dansa berakhir dengan lancar, Andara menatap Algar sangat lama hingga Resta datang membuat Andara dengan cepat mengalihkan tatapannya dari Algar.
Selama berdansa bersama Algar tadi, Andara merasakan jantungnya yang berdegub sangat kencang, Andara merasa sangat nyaman berada di dekat Algar. Andara tidak mengerti kenapa ia merasa seperti itu, sebenarnya perasaan apa itu?
"Cie-cieeee, sumpah kalian serasi banget!" heboh Resta. Andara merotasikan bola matanya.
"Berisik banget, lo. Mending gue makan, bye." Andara melangkah meninggalkan Resta dan Algar berdua. Resta menatap Algar dengan serius, ekspresi perempuan itu jauh berbeda dengan tadi ketika ia berbicara dengan Andara.
"Kenapa?" tanya Algar, lelaki itu menaikkan satu alisnya karena Resta terlihat sangat-sangat serius.
"Lo tau?" Algar terdiam menunggu kelanjutan perempuan itu.
"Gue denger Elvan udah keluar dari penjara." Algar mengernyitkan dahinya. Kenapa cepat sekali?
"Udah keluar? Kenapa cepet banget? Bukannya dia buronan?" Resta meneguk secangkir minuman yang sebelumnya sempat ia bawa.
"Walaupun dia buronan, polisi tetep gak bisa nahan dia terlalu lama. Gimanapun juga, Elvan masih 17 tahun, masih dibawah umur." Algar terdiam, benar juga, kata-kata Resta memang tidak salah. Kalau begitu? Apa Elvan akan datang lagi untuk membalaskan dendamnya?
Algar menatap Andara yang berada jauh di depannya, perempuan itu terlihat sedang menikmati makanan ringan. Jika yang dikatakan Resta benar, itu artinya Algar harus kembali melindungi Andara dari segala macam Ancaman Elvan.
♡♡♡
Rio dan Revan menghampiri tempat duduk Andara setelah melihat Algar yang baru saja keluar kelas karena bu Nasmi menyuruh Algar untuk melakukan sesuatu.
"Neng Andara," sapa Rio membuat Andara menatapnya sinis.
"Aduh natapnya biasa aja dong, Neng." Rio dan Revan terkekeh bersamaan. Andara memutar bola matanya malas.
"Kenapa?" tanya Andara.
"Kata si Algar kemaren kalian ngelakuin 'sesuatu'. Kalau boleh tau sesuatu apa, tuh? Soalnya Algar gak ngasih tahu kita." Andara membuang napasnya berat. Sepertinya Algar mengatakan yang aneh-aneh pada kedua temannya ini.
"Gue gak ngelakuin apa-apa sama tu cowok," balas Andara cuek. Revan menaikkan satu alisnya.
"Masa sih, Neng? Kasih tahu dong, soalnya Neng Andara baik, beda sama si Algar---
"Ekhem!" Rio dan Revan menoleh ke belakang bersamaan dan mendapatkan Algar sudah berada tepat di belakang keduanya.
"Eh, ada orangnya." Rio mengeluarkan cengiran polosnya, wajahnya itu sudah seperti tidak berdosa saja. Algar melipat kedua tangannya di depan dada.
"Nanya apa lo berdua ke Andara?" Revan terlihat gugup kemudian melambaikan tangannya.
"Nggak nanya apa-apa, kok. Gue sama Rio cuma ngehibur Andara pas lo gak ada," jawabnya asal. Algar terdiam melirik keduanya secara bergantian.
"Serius?" Rio dan Revan mengangguk.
"Ya udah, kita berdua duluan, mau ke kantin. Yuk, Van cabut, Algar serem!" Algar membelalakkan kedua matanya, saat ia akan melempar botol minumnya, Rio dan Revan langsung berlari kocar-kacir. Algar hanya bisa menggeleng-geleng melihat kelakukan kedua temannya itu.
Algar mendaratkan bokongnya di kursi depan Andara, lelaki itu menghadap Andara sehingga posisi mereka sekarang saling berhadapan.
"Resta bilang, Elvan udah bebas," ucapnya tanpa basa-basi. Andara menatap Algar seraya menaikkan satu alisnya.
"Lo serius? Ini belum lama sejak dia ditahan, kan?" Algar menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kemudian memijat dahinya.
"Gue juga awalnya gak percaya, tapi Elvan itu masih 17 tahun, dia gak mungkin ditahan lama." Andara terdiam, perempuan itu mengepalkan tangannya.
Algar mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan perempuan itu. Kepalan Andara sedikit merenggang. Sepertinya Andara masih merasa sedikit takut, tapi Andara harus yakin jika ia bisa menghadapi Elvan. Andara juga tidak ingin membebani Algar dan teman-temannya lebih dari ini.
"Gue mungkin akan coba bicara sama Elvan." Algar menegakkan kembali tubuhnya.
"Lo tahu di mana dia sekarang?" Andara menggeleng kecil.
"Gue akan cari tahu di mana dia, gue akan coba bicara sama dia." Algar mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Andara, lelaki itu sedikit khawatir dengan Andara.
"Lo gak perlu maksain diri kalau emang lo gak bisa," ucap Algar dengan tenang. Andara tersenyum kecil.
"Gue pasti bisa. Lo tenang aja, ya." Algar menghembuskan napasnya kasar. Apa yang akan terjadi jika Andara bertemu dengan Elvan berdua? Algar hanya khawatir dengan perempuan di depannya ini.
"Kalau ada apa-apa, lo bisa langsung hubungin gue." Andara mengangguk kecil. Algar sangat khawatir padanya, Andara sedikit tenang karena masih ada orang yang mengkhawatirkannya.
Bel masuk berbunyi, para siswa mulai beramai-ramai memasuki kelasnya, begitupun dengan kelas Andara. Algar memutuskan kembali ke tempat duduknya, Rio dan Revan juga sudah kembali dari kantin.
Guru kimia juga sudah memasuki kelas Andara. Andara masih memperhatikan punggung Algar dari tempat duduknya, jika yang dikatakan Algar barusan benar apa itu artinya Elvan akan kembali hadir di hidupnya? Andara sangat tidak ingin itu terjadi.
Andara tidak akan membiarkan insiden seperti kecelakaan Algar saat itu terulang lagi, Andara tidak ingin siapa pun terluka. Andara harus menghentikan Elvan secepatnya. Lelaki itu sudah sangat gila!
Oh, Andara tiba-tiba saja teringat dengan suatu hal. Andara akan mengunjungi makan tante Lea sepulang sekolah nanti. Andara ingin meminta maaf jika memang ini semua salah bundanya. Andara sangat yakin jika tante Lea akan sedih jika melihat Elvan yang seperti sekarang ini.
Awalnya Andara sangat ingin mengajak Algar bersamanya, namun sepertinya ia berubah pikiran. Adara akan pergi seorang diri ke sana. Andara sangat penasaran dengan wajah tante Lea, astaga. Andara memukul pelan kepalanya, kenapa ia tidak mengingatnya sama sekali, sih?! Padahal dirinya sudah lahir saat itu.
Apa wajahnya mirip dengan Elvan? Andara yakin ia adalah wanita yang cantik. Sayang sekali ia memutuskan untuk bunuh diri. Jika saja itu tidak terjadi, mungkin Andara akan sangat dekat dengan tante Lea.
Tapi, yah, semua sudah terjadi, tidak ada yang bisa dirubah. Andara akan berkunjung ke makam tante Lea sebagai permintaan maafnya, juga mewakili permintaan maaf bundanya.