Chereads / Uncrowned King / Chapter 3 - Dojo

Chapter 3 - Dojo

Beberapa hari telah berlalu sejak kejadian di ruangan kesehatan itu, hubungan Hiura dan Iva menjadi lebih buruk daripada sebelum-sebelumnya. Hiura sering kali mendapatkan Iva tengah menatapnya dengan wajah serius, walau tidak terlalu mempermasalahkannya, tetap saja dia merasa tidak nyaman dengan hal tersebut.

Begitu juga dengan pagi itu, Hiura yang kelelahan karena kurang tidur merasakan tatapan tajam dari Iva, ingin rasanya dia mendekati Iva dan menanyakan maksud dan tujuan dia memandangi dirinya.

Hanya saja dia segera menepis pemikiran bodoh itu, setelah dia ingat kembali tentang kejadian di ruang kesehatan tersebut.

Terlebih, setiap jam praktek dimulai, dia akan selalu berpasangan dengan Iva. Tentu saja Iva terus menekan Hiura dan membuatnya mengeluarkan cukup banyak tenaga sebelum akhirnya harus kalah di tangan Iva. Walau sudah berulang kali kalah di tangan Iva, Iva sendiri tidak terlihat puas dengan hasilnya, dia tidak percaya bahwa Hiura menjadi selemah itu.

"Bisakah kamu mengabulkan permintaanku?" tanya seseorang yang memecahkan lamunan Hiura.

"Iva … apa yang kau inginkan dariku? Aku akan bersedia menerimanya selagi aku mampu," jawabnya sembari menengok samping.

"Datanglah ke dojo sepulang sekolah nanti, aku ingin melakukan latihan tanding denganmu."

"Baiklah, aku mengerti," jawabnya pasrah.

Mendengar jawaban tersebut, Iva segera kembali ke tempat duduknya, tak berselang lama bel tanda jam pertama dimulai berbunyi dan seorang guru memasuki kelas tersebut.

Pelajaran telah dimulai, perhatian Hiura kini fokus kepada materi yang diberikan oleh gurunya, bukan semata-mata karena dia tidak tahu materi tersebut, melainkan karena tidak ingin kena omelan gurunya seperti sebelumnya.

"Tolong jelaskan, Hiura," pinta sang guru setelah memberikan materinya.

Hiura berdiri dari kursinya, dia menarik napas terlebih dahulu sebelum akhirnya mulai mejelaskan.

"Rals adalah sebutan dari ukuran kekuatan di setiap kelasnya …."

Rals juga bisa diketahui ketika seorang bayi baru saja lahir, biasanya mereka yang terpilih memiliki tanda di sekitar lengan mereka, sedangkan ukuran kekuatan rals bisa diketahui menggunakan kristal jiwa. Untuk ukuran rals kelas pawn adalah 500-4.000 rals, kelas rook adalah 4.001-9.999 rals, kelas knight adalah 10.000-20.000 dan kelas bishop adalah 20.001-32.000. Uniknya, setelah kelas bishop, kelas queen dan king memiliki perbedaan tingkat yang cukup jauh. Kelas queen memiliki 32.001-59.999 dan untuk kelas terkuat yaitu king tingkatan rals-nya adalah 60.000-100.000.

Jika seorang dengan kelas pawn mendapatkan sebuah promosi, maka tanda kelasnya akan menjadi dua dengan sebuah tanda baru disamping tanda kelasnya yang sebelumnya.

"Bagus sekali, Hiura."

Hiura kembali duduk, sedangkan setelah penjelasan tersebut kelasnya menjadi cukup berisik, banyak dari teman-temannya melihat Hiura.

Hal itu tidak terhindarkan, nyatanya Hiura adalah seorang dari kelas pawn yang memiliki tingkat 50 rals. Banyak orang yang sebelumnya berpikir bahwa ada kesalahan yang ditunjukan batu jiwa., sayangnya setelah berkali-kali dicek ulang, hasilnya tetap menunjukan bahwa tingkat rals-nya adalah 50.

Hingga pada akhirnya dia dinyatakan sebagai orang pertama yang memiliki status inaccuracy.

Siswa-siswa lainnnya di kelas itu mulai berbisik satu sama lain, guru mereka juga menghentikan pemberian materi dan hendak menghentikan obrolan mereka.

"Kalian terlalu berisik! Jika kalian merasa bahwa Hiura sangat lemah karena penjelasan rals tadi, maka lawanlah aku. Aku akan menggunakan batasan kekuatan yang sama seperti yang telah kulakukan pada dia kemarin. Jika kalian bisa bertahan, maka kalian boleh menganggap bahwa kalian itu sangat kuat," ucap Iva kesal.

Semua siswa yang tadinya berisik, secara serempak langsung terdiam, tidak ada satupun suara yang berani keluar setelah perkataan Iva.

Setelah itu, guru kembali menjelaskan materi yang dia berikan sebelumnya, Hiura juga menuliskan materi tersebut dengan enggan ke dalam bukunya.

Waktu berlalu secara perlahan, guru demi guru silih berganti di kelas tersebut, hingga akhirnya semua jam pelajaran telah selesai.

Setelah guru terakhir keluar dan diikuti beberapa siswa lainnya, Hiura segera merapikan semua barang-barangnya. Saat Hiura melirik ke arah meja Iva, dia tidak menemukan sosok Iva. Setelah memastikan semua barangnya sudah dirapikan, Hiura segera berjalan ke arah dojo untuk memenuhi janjinya.

Sesaat setelah Hiura memasuki dojo, dia melihat sosok Iva yang sedang duduk bersimpuh menggunakan kendogi yang berlapis bogu.

"Masuklah, Hiura," ucap Iva tenang.

Hiura merasa ragu untuk melangkah dan dia memutuskan untuk berdiam diri di sana.

"Tenanglah, aku tidak akan menyerangmu secara tiba-tiba," ucap Iva seperti mengerti kekhawatiran Hiura.

Setelah itu Hiura segera memasuki dojo dan menaruh tasnya di sudut ruangan.

"Jadi untuk apa kau memanggilku ke sini? Jangan bilang bahwa kau ingin aku melatihmu?"

"Te‒tentu saja tidak! Atas dasar apa kau berpikir seperti itu?!"

"Yah, karena aku rasa kau merasa frustasi dengan hasil terakhir kali."

"Kau selalu saja menyebalkan," balasnya sembari membuang wajahnya.

"Sudahlah! Aku ingin kau berlatih denganku, sekarang juga."

"Hah? Kenapa?"

"Sebab aku ingin."

"Baiklah, aku akan bersiap-siap dahulu."

"Oke, semua peralatannya sudah ada di ruang ganti."

Hiura segera berjalan menuju ruang ganti, dia segera mengenakan kendogi dan bogu sebagai pelapisnya.

Setelah itu dia kembali menuju ruang berlatih. Setelah itu baik Iva maupun Hiura segera mengambil sebuah shinai dan mengambil jarak yang cukup jauh. Mereka berdua kemudian bersiap-siap dengan posisi bertarungnya masing-masing. Iva langsung melesat dan shinai di tangannya menyerang Hiura secara horizontal ke tangan kirinya. Meski sudah menyerang secepat yang Iva bisa, Hiura masih mampu menahan serangan tersebut. Melihat hal tersebut, Iva kembali menyerang ke berbagai sudut tubuh Hiura, walau terus diserang tanpa henti, Hiura masih tidak terlihat kesulitan dan tetap terlihat santai.

Iva semakin yakin bahwa ada keanehan dalam cara bertarung Hiura, dia merasa ada hal-hal yang sengaja disembunyikan oleh Hiura.

"Jangan Cuma bertahan, seranglah aku dengan kemampuanmu itu," ucapnya agak membentak ketika shinai mereka saling menahan dari tekanan.

Hiura tidak menjawab, dia melompat mundur dan memperbaiki posisi kuda-kudanya. Setelah itu dia melesat dan menyerang Iva. Iva sendiri bisa menahan serangan-serangan tersebut dengan mudah, dia menyadari bahwa Hiura tidak benar-benar berniat untuk menyerangnya.

Kekesalan Iva perlahan mencapai batasnya, dia mengerahkan seluruh tenaganya dan berbalik menyerang Hiura dan membuatnya kewalahan. Hiura yang lengah mendapatkan pukulan telak di rusuk kanannya. Beruntungnya dia telah mengenakan pengaman dan tidak mendapatkan luka yang berarti.

Iva juga berhenti, menurunkan pedangnya hingga terlihat tidak siap bertarung.

"Latihan kita tidak akan berakhir sebelum dirimu mengerahkan delapan puluh persen kekuatanmu."

"Yang benar saja, aku sudah kelelahan. Aku rasa tidak mungkin melakukan hal itu," jawab Hiura.

"Sudah kuputuskan, kita tidak akan berhenti sampai salah satu di antara kita berdua ada yang tidak bisa berdiri lagi," balas Iva mengacuhkan tanggapan Hiura.

"Sungguh merepotkan," keluh Hiura pelan.

Iva kembali mengangkat shinai-nya dan memberi tanda pada Hiura bahwa dia akan memulai serangannya lagi.

Serangannya kini menjadi lebih intens dan membuat Hiura semakin kelelahan, napasnya menjadi lebih berat dari sebelum-sebelumnya. Sedangkan Iva masih terus menyerang, banyak serangannya yang kini berhasil mengenai tubuh Hiura, seperti pada pundak, lengan dan yang paling fatal adalah perutnya.

Jika itu adalah pertarungan dengan senjata yang tajam, bisa dipastikan bahwa Hiura tidak akan bisa bertahan lama lagi.

"Sial! Ini melelahkan! Kau benar-benar memaksaku, Iva," teriak Hiura.

Iva menyeringai, dalam benaknya dia berpikir telah berhasil menyudutkan Hiura hingga membuatnya mau tidak mau mengerahkan hampir seluruh tenaganya.

"Cobalah kau tahan ini," ucap Hiura sesaat setelah dia membuat jarak di antara mereka.

"Dua puluh," gumam Hiura.

Suaranya yang kecil tidak mampu didengar oleh Iva.

Iva yang sebelumnya tersenyum optimis merasakan tekanan yang cukup kuat, disaat dia membuat posisi bertahan. Instingnya seolah berteriak agar dia tidak menyerang dan menyuruhnya untuk bertahan.

Saat Iva hendak berfokus kembali ke sosok Hiura, sosok tersebut telah menghilang dari hadapannya, dia memutar tubuhnya untuk mencari sosok Hiura.

Walau telah berputar, dia masih belum bisa menemukan sosok tersebut, bahkan dia berpikir bahwa Hiura melarikan diri dari sana saat dia merasakan tekanan kuat.

Sayangnya dugaannya salah, tidak sampai lima detik seelah dia berpikir seperti itu, tubuhnya merasakan serangan-serangan kuat. Untuk sementara dia dapat bertahan, sayangnya dia tidak bisa bertahan saat hantaman keras mengenai perutnya.

Walau sudah mengenakan pengaman, Iva masih merasakan sakit yang sangat kuat hingga membuatnya tidak bisa mempertahankan kesadarannya dan Iva akhirnya terkulai di lantai.

Hiura secara tiba-tiba berdiri di hadapan Iva, dia melepaskan pelindung kepalanya dan melemparkannya ke sudut ruangan.

"Astaga, kau sangat kuat. Aku minta maaf karena perkiraanku yang salah, aku pikir sepuluh serang lebih dari cukup, ternyata aku harus mengalahkanmu dengan lima belas pukulan."

Walau Hiura tahu bahwa Iva tidak sadarkan diri, dia tetap mengatakan hal tersebut. Hiura segera membantu melepaskan alat pengaman yang dikenakan Iva.

Setelah itu dia menggendong Iva dan menidurkannya di sudut ruangan, kemudian Hiura segera berganti baju dan meninggalkan Iva sendiri di sana.