Hima melingkarkan tangannya pada leher Henry. Ia habis terjatuh dan kakinya terkilir. Jadi Henry menggendongnya dan dibawa ke UKS. Mereka tengah berbicara diselingi tawa Hima yang membuat Henry gemas. Tapi, Henry terdiam begitu melihat kerumunan siswa di tengah lorong. Mereka tengah menyaksikan aksi tidak terpuji pada siswa yang lebih lemah.
Awalnya Henry merasa tidak peduli, tapi begitu mendengar ada yang membentak sambil berkata
"LO DENGER GUE GAK?! DASAR BISU!! NGAPAIN HIDUP KALO LO NYURI BENDA ORANG LAIN?!"
Henry langsung berlari sambil menggendong Hima di punggungnya. Hima terhentak karena Henry berlari sambil menggendongnya, seakan-akan tak ada hari untuk berlari lagi. Hima mengeraskan rahangnya tak suka perlakuan Henry terhadap Hanna. Kenapa kekasihnya sangat peduli dengan gadis bisu itu? Bukannya Hima lebih sempurna dari Hanna, tapi ia tak pernah melihat Henry secemas ini.
"Hen udah jangan diurusin, biarin aja."
Kata Hima dari balik badan Henry. Tapi mana bisa Henry tinggal diam melihat Hanna diperlakukan seperti itu. Apalagi yang menyerang Hanna itu seorang laki-laki. Henry mengeraskan rahangnya begitu melihat perut Hanna ditendang layaknya bola sepak. Dapat ia dengar deru napas Hanna yang tidak di batas kata normal.
Hanna terlihat memeluk perutnya supaya tidak tertendang kaki Eric lagi. Rasanya sakit, ia menahannya dari tadi untuk tidak menangis. Tapi dengan diamnya Hanna malah semakin memancing emosi Eric yang kian tak mereda. Sekarang ia menjambak rambut Hanna dan membantingnya lagi. Memang apa yang Hanna perbuat sampai Hanna harus diserang membabi buta seperti itu oleh Eric.
Plak!
Suara tamparan terdengar sepanjang lorong.
Satu tamparan diterima Hanna. Hanna hanya diam diperlakukan seperti itu. Teman Eric, Bianca menarik rambutnya sehingga badan Hanna terangkat dengan kondisi tergantung. Wajahnya lebam, sudut bibirnya robek, tangan penuh luka, memang apa yang Hanna lakukan sampai-sampai seperti ini?
Henry langsung menurunkan Hima dari punggungnya dan mendudukkannya di kursi depan kelas.
"Kamu diem dulu di sini ya?"
Hima sempat bilang tidak tapi melihat Henry dengan tatapan tajam yang siap membunuh siapa saja. Hima pun menganggukkan kepalanya dan membiarkan Henry menyelamatkan Hanna.
Henry langsung menerobos kerumunan siswa kesetanan itu dan melindungi Hanna dalam pelukannya. Hanna yang diperlakukan itu hanya diam. Ia mengeluh pun tak akan terdengar.
Dia itu bisu.
"BANCI LO RIC!"
Henry berteriak kencang. Hanna yang di dalam pelukannya memegang bisep Henry. Ia sangat takut. Badannya gemetar sambil meringis menahan sakit pada perutnya. Tadi Bianca dan Eric menendangnya tepat di ulu hati. Mungkin tendangan itu membuat memar yang nantinya akan membiru jika tidak diobati.
"KENAPA?! GA BERANI LO PADA?!"
Eric mendecih dan mengelap dahinya yang penuh keringat karena habis memukuli Hanna tadi. Ia menatap jijik Henry dan Hanna di hadapannya. Tersulut api emosi pada mata Henry. Biasanya Henry acuh tak acuh dengan kasus pembullyan di sekolah ini. Karena baginya hal seperti itu adalah hal lumrah.
"CK GANGGU AJA LO HEN!"
Eric dan teman-teman langsung meninggalkan Henry yang masih memeluk Hanna. Dapat ia dengar gunjingan sana sini yang menatap jijik dengan keadaan mereka berdua. Henry tak menghiraukannya dan kembali menatap Hanna yang memejamkan matanya menahan sakit. Dia elus pipi berdarah itu dengan lembut. Ia menatap miris melihat Hanna tak berdaya seperti ini. Melihat Hanna terluka membuat ia merasa bersalah.
"Hanna? Hanna jangan pingsan dulu!"
Hanna menyilangkan tangannya dan membuat pola
"Aku gak bakal pingsan Henry."
Lalu tersenyum simpul menatap Henry. Henry yang melihatnya ikut meringis dan langsung mengangkat tubuh Hanna untuk dibawa ke UKS. Di sana ada Victoria yang posisinya sedang mengumpul data kesehatan para siswa. Ia terkejut melihat Hanna yang gemetar dalam gendongan Henry.
"Hen?! Hanna kenapa?!"
"Eric sama temen-temennya ngeroyok dia. Vic, penjaga UKS mana? ini lukanya Hanna banyak banget."
"Angel lagi ngurus siswa lain, sini gue aja. Gue anggota medis. Cepet baringin!"
Henry langsung membaringkan tubuh Hanna di atas kasur. Victoria langsung mengecek daerah-daerah vital Hanna. Hanna meringis kesakitan saat jari Victoria menunjuk area ulu hatinya. Henry yang tidak mengerti permedisan hanya duduk di pojok ruang UKS sambil memerhatikan kondisi Hanna
"Apa ini sakit?"
Hanna mengangguk sambil memegangi perutnya. Victoria menengok ke segala arah dan melihat Henry yang duduk di pojokan sambil mengamati mereka berdua.
"Ngapain lo diem aja?! Bantu gue ngompres lukanya!"
Tanpa babibu Henry langsung lari keluar mengisi kompres dengan air panas dan memberinya pada Victoria. Ia langsung meletakan kompres itu di atas tubuh Hanna. Dapat Henry lihat jika sedari tadi Hanna meringis menahan sakit. Lengannya saat ini diperban Victoria dengan telaten. Luka di wajah juga dibersihkan dengan lembut seakan-akan wajah itu akan hancur jika diperlakukan dengan kasar.
Hanna sangat berterima kasih dengan Victoria.
"Nah udah selesai!"
Victoria merasa lega saat luka Hanna sudah terobati. Ia merasa lega saat mengobati seseorang yang sakit. Ada perasaan tersendiri saat melihatnya terobati. Begitu ia hendak berdiri, Hanna menahan ujung baju Victoria. Hanna tersenyum dan hendak membuat pola terima kasih tapi ditahan Victoria.
"Jangan banyak gerak, lukanya nanti kebuka. Gue bantu lo karena lo ga pernah telat ngumpul tugas dan lo baik sama gue, beda sama manusia di pojokan tuh."
Henry yang merasa diomongi langsung menunjuk dirinya sendiri.
"Gue?"
"Iya lo! Siapa lagi selain kita bertiga di sini? Mikir bego."
"Ya maap."
Victoria kembali menatap Hanna.
"Hanna, sementara lo tidur disini dulu. Lo harus istirahat supaya luka lo gak tambah parah, okay?"
Hanna tersenyum dan mengangguk. Ia mulai menutup matanya. Henry yang melihat itu tak sadar tersenyum melihat Hanna. Hatinya terus merasa terenyuh saat melihat Hanna. Gadis itu tidur dengan rasa damai. Kelopak mata yang indah itu beristirahat sejenak. Mengumpulkan energi sebanyak mungkin. Hanna tertidur lelap di atas kasur UKS.
Esok harinya Hanna tidak masuk sekolah karena sakit. Mendengar kabar itu Henry menjadi cemas. Lebih cemas dari pada Hima selepas operasi kemarin.
Seharian tanpa Hanna, Henry menjadi murung. Ia tidak bertemu Hima karena gadis itu sangat sibuk. Sibuk apa ya? Ntah lah Henry juga tidak tahu.
Henry sedang makan di kantin saat ini ditemani Dino. temannya hanya Dino seorang! Tiba-tiba ada laki-laki culun mendekati Henry. Ia tampak takut-takut sambil meremas ujung seragamnya. Henry yang melihatnya hanya memperlihatkan ekspresi datar.
"Kak Henry... Aku mau bicara,"
Henry menaikan sebelah alisnya. Heran, baru kali ini ia diajak berbicara dengan adik kelas laki-laki. Henry menghentikan aktivitasnya dan menyilakan laki-laki itu duduk menghadapnya.
"Kenapa?"
"Soal Kak Hanna...."
Mendengar nama Hanna disebut membuat atensinya naik. Hanna kenapa? Apa hubungannya dengan laki-laki ini? Terlebih lagi ia sangat culun. Henry semakin curiga dan memasang raut wajah yang siap membunuh. Ntah kenapa nama Hanna sangat sensitif di telinganya sehingga membuat hati Henry tergerak.
"Kemarin itu salahku... A-aku gak dikasih uang saku sama mama... Trus aku ngambil u-uang K-kak Eric.... Semua tau kalo Kak Eric dari keluarga kaya...
"Terus Kak Hanna liat aku waktu ngebuka loker kak Eric secara paksa... Kak Hanna minta aku buat ngebalikin uangnya. Tapi keburu Kak Eric liat dan disangka Kak Hanna yang ngambil.... Aku minta maaf Kak.... A-aku minta maafff..."
Kata laki-laki itu panjang lebar. Henry sudah mengepal kedua tangannya. Bisa-bisanya orang dihadapannya melempar masalah pribadinya pada Hanna. Henry hendak melayangkan satu pukulan tapi ditahan Dino. Temannya itu menggelengkan kepalanya dan meminta Henry untuk tenang. Ia tahu sekarang Henry tersulut emosi. Terlihat dari tatapan tajamnya.
"Liat! gara-gara lo si Hanna ga masuk sekolah! Lo mau tanggung jawab? Kemaren dia lebam-lebam dan lo cuma diem gak ngakuin kesalahan lo?? LO COWOK APA BUKAN?!"
Henry menggebrak meja, deru napasnya memburu, laju detak jantung tak lagi stabil. Sekarang emosi Henry di ujung tanduk. Sedangkan laki-laki di hadapannya terlihat menciut ketakutan. Bulir air mengalir deras dari pelipis dan punggung yang dibalut seragam itu. Kacamatanya tak lagi simetris karena getaran yang ia berikan. Ia sangat takut dengan Henry.
Ia mencuri bukan tanpa alasan, tetapi adiknya perlu makan dan dia menerima tantangan dari adiknya yang menjadi taruhan. Teman-temannya meminta ia untuk mengambil uang bernilai besar dari dompet Eric dan membawanya untuk memenangkan taruhan itu. Kalau tidak, adiknya akan dilecehkan preman sekolah. Sayangnya dewi fortuna tidak memihaknya saat itu, Hanna datang karena merasa kasihan dengannya. Hanna gadis yang baik dan dia tidak mau laki-laki ini melakukan hal yang tidak terpuji seperti mencuri. Padahal ia sudah memaksa Hanna dengan keras tapi Hanna melindunginya. Hanna malah memberinya kotak bekal dan menyuruh laki-laki ini berdiri di pojokan sambil memeluk bekalnya. Begitu lah cara Hanna menyelamatkan seseorang, meskipun Hanna sendiri tidak mengenalnya.
"Siapa nama lo?"
Laki-laki itu bungkam seribu bahasa. Ia ingin menjawab tapi lidahnya kelu saat itu.
"GUE TANYA NAMA LO SIAPA?!"
"A-Ariosss....."
Katanya dengan nada yang sangat kecil tapi masih dapat Henry dengar.
***
Hanna sekarang tidak di rumah, ia sekarang sedang bekerja di salah satu kedai mie udon. Ia bekerja sendiri. Ia mencari uang sendiri karena bunda dan ayahnya tidak memberinya uang saku. Mau tidak mau Hanna harus bekerja. Pagi ia mengantar koran, sore menjaga kedai, malam menjadi maskot. Seharian ia sibuk dan hampir tidak ada waktu istirahat untuknya. Hanya karena ia izin hari ini jadi bekerja dari pagi. Pemiliknya tidak memaksa Hanna untuk tetap bekerja dengan kondisi sakit seperti ini, bukan Hanna namanya kalau tidak keras kepala.
"Hanna kalau lelah istirahat saja."
Kata bibi pemilik kedai. Dia sebenarnya tidak menerima pelajar sebagai karyawannya tapi melihat kondisi Hanna yang jauh dari kata berkecukupan membuat hati bibi tergerak untuk membantu Hanna. Selama bekerja Hanna tidak pernah membuat kesalahan. Dia melayani pelanggan dengan baik dan ramah meskipun dia tidak bisa berbicara. Hanna memperlakukan pelanggan dengan sangat baik. Dari gesture tubuhnya saat menjelaskan pesanan, menyajikan makanan serta mengantarkan makanan dia tidak pernah melakukan satu kesalahan pun. Dia pun disenangi banyak orang tapi tidak sedikit pula yang membencinya.
Dirasa hari mulai gelap, Hanna melepas apron yang melekat pada tubuhnya dan mengelap semua meja dengan telaten. Setelah itu ia mendatangi bibi ingin pamit untuk melanjutkan pekerjaannya yang lain. Setelah bekerja di kedai, selanjutnya ia pergi bekerja menjadi maskot. Iya, maskot kelinci yang menawarkan les untuk anak kecil yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Dan saat Hanna melepas topengnya, disitu ia menemui Henry terpaku sambil memegang 2 es krim. Begitu juga Hanna, ia terdiam beberapa saat. Kenapa harus hari ini ia bertemu Henry?