Chereads / The PHO (Perusak Hubungan Orang) / Chapter 5 - Chapter 2 – Pertemanan

Chapter 5 - Chapter 2 – Pertemanan

Serentak mereka semuanya terdiam, aku mengangkat sudut bibirku sedikit melihat kejadian ini yang sering sekali kami jumpai pada hari-hari kami di tempat tongkrongan ini. Tapi walaupun galak-galak begini. Bang Andri memang sangat asyik dalam berteman. Apa lagi rasa solidaritasnya yang tinggi membuat kami masih betah berada di sini.

"Kita lagi minum, lo mau?" tanya Bang Andri. Aku melihat 3 botol 'minuman' bersama beberapa rokok dan kulit kacang yang berantakan di atas meja. Aku memandang Bang Andri dengan datar.

Aku tak tertarik sungguh.

"Nggak ah, bosen gue, gituan mah banyak di kamar gue." kataku berbohong.

Aku memang tidak mau, aku tidak ingin merusak hidupku lebih jauh lagi. Hidupku sudah hancur saat ini, aku heran mengapa aku jadi begini hanya karena sahabat sialan aku itu.

Aku mengambil sebatang rokok yang ada di atas meja, membakar ujungnya lalu menghisapnya. Lalu aku menghembuskan asapnya dengan santai. Yang lainpun melanjutkan aktivitasnya masing-masing.

"Lo cabut lagi, Tom?" tanyaku pada Tomy, kami memang berbeda sekolah tapi aku tahu sekolahnya masuk siang, dan sekarang masih jam 4 yang artinya belum jamnya dia pulang. Dia menggeser tempat duduknya memberiku ruang untuk duduk. Aku pun duduk di sana.

"Heheh males gue, lagian cuman classmeet doang." katanya. Aku hanya bisa ber'oh' ria.

"Eh Sya, di kelas gue masa ada cewek yang ngomongin elo dah." kata Anji.

"Ngomongin gimana?" kataku datar sambil mengisap rokokku lagi.

"Bilang elo PHO-lah, apalah, gitu-gitu deh pokoknya." kata Anji lagi.

"Korban gue kali dia." kataku lagi.

"Iya di sekolah gue juga Sya, hahah gila lo, berapa orang yang udah lo PHO-in?" kata Silvi tertawa dengan ucapannya sendiri.

"Hahah gue aja gak tau," kataku.

"Gue heran tuh cowok ko mau ya ama cewek judes kayak lo gini?" kata Silvi lagi.

"Ya, sikap gue beda lah pas ama mereka." kataku.

"Hahahaha gimana si lo, Vi. Hahaha lemot dasar!" kata Derry, sambil mengejek Silvi yang memang dikenal lemot dibandingkan yang lain

"Eh, gue dihukum lagi nih, gara-gara bolos pelajaran mandarin, laoshinya killer binggo, heran gue." kata Wibby menggerutu. Aku tersenyum melihatnya ternyata dia masih mau memikirkan sekolah. Walaupun tidak jauh-jauh dari kata menggerutu.

"Emang lo disuruh ngapain?" tanyaku. Menghembuskan asap. Lalu mulai tertarik dengan topik pembicaraan kami. Orang tua Wibby sangat mengutamakan pendidikan.

"Pidato pake bahasa mandarin pas upacara besok, bantuin gue Sya please, tuh guru ngancem bakal bilang bokap gue!" kata Wibby, dengan tampang memelas.

"Takut lo ya? Yah, cems." kata Bang Andri yang disetujui oleh yang lainnya.

Akupun membuang putung rokokku yang tinggal setengah lalu membantu Wibby membuat tugas sekolahnya itu. Tak ku sangka dia sudah menyiapkan buku dan pulpen yang sudah di hadiahi ejekan dari yang lain.

Fenomena preman belajar adalah sesuatu yang langka bukan?

***

Aku membuka pintu rumahku dengan malas. "Assalamu���alaikum!" salamku dengan sedikit berbisik, aku tahu ini salah harusnya aku lebih keras agar mama bisa menjawab salamku, namun rasanya tenagaku sudah lenyap ntah kemana, aku berjalan gontai ke arah kamarku, tanpa menengok ke kanan ataupun ke kiri.

"Dari mana aja lo?" tanpa berfikir panjang aku langsung menoleh ke sumber suara. Dan kau tau siapa pemilik suara cempreng itu? Kak Ria! Kakak sepupuku yang sudah aku anggap sebagai kakak kandungku sendiri.

Dia berada di depan kamarku sambil melipat tangannya di depan dada dengan gaya sok-sokan model yang membuatku ingin muntah saat itu juga. Liatlah tingkah sepupuku yang super centil itu.

"Kak Ria!" aku menubruk Kak Ria hingga dia hampir terjungkal ke belakang jika saja tidak ada pintu kamarku di belakangnya. Tanpa peduli dia bisa bernafas atau tidak. Aku memeluknya dengan erat.

"Gue gak bisa nafas oon!" gerutu Kak Ria, sambil menjitak kepalaku. Akupun melepaskan pelukanku dan mengusap kepalaku yang terkena jitakan Kak Ria, sambil mengerucutkan bibirku kesal karena jitakannya tadi. Akhirnya aku punya temen curhat juga di rumah.

Yeah aku sudah bilang bukan, kalau aku tidak mempercayai teman-temanku, tapi ntah mengapa aku sangat mempercayai kedua sepupuku. Mereka adalah satu-satunya sepupuku yang kukenal. Bahkan mungkin hanya mereka. Karena mama tidak pernah mengenalkanku pada sepupuku yang lain yang keberadaannya bagiku masih tabu.

Tiba-tiba aku mengingat sesuatu, aku takut bau alkohol milik teman-temanku dan rokok masih menempel pada baju seragamku. Walapun aku sudah menyemprotkan banyak minyak wangi yang selalu tersedia di tasku untuk menyamarkan bau itu namun tetap saja aku masih takut ketahuan.

Kak Ria masih bersikap normal dan itu artinya dia tidak merasakan sesuatu yang aneh dariku, aku menghela nafas lega.

"Sya, Ria doang nih yang dipeluk?" kata Kak Rian, aku menoleh ke arah sumber suara, yang ternyata ada di belakangku, sejak kapan dia di sana?

"Aaaa, Kak Rian!" seruku histeris memeluk kakak sepupu tampanku ini, dengan tidak kalah eratnya seperti pelukanku pada Kak Ria. Melupakan masalah bau seragamku, aku yakin Kak Rian juga tidak akan bisa mencium aroma ini, karena aku sudah melihat reaksi Kak Ria yang biasa saja.

Aku ingin mengklarifikasi sesuatu. Kak Ria dan Kak Rian bisa dibilang saudara kembar karena Kak Rian lebih tua satu jam di banding Kak Ria. Dan umur mereka denganku hanya berjarak 1 tahun. Aku menyayangi mereka karena hanya mereka saudara yang aku miliki. Keluargaku jauh dari kata keluarga besar.

Aku sering membayangkan bagaimana bahagianya aku jika aku bisa berkumpul dengan nenek dan kakek yang sampai saat ini aku tidak pernah bertemu dengan mereka. Mamaku dan ayahku selalu bilang kedua orang tua mereka sudah meninggal saat aku masih bayi.

Aku juga pernah bertanya kepada mereka apa penyebab kakek dan nenekku meninggal, namun mereka hanya menjawab karena kecelakaan yang aku sendiri tidak tau kecelakaan apa. Yang aku tau mama memiliki kakak bernama Tante Elsa dan Om Adrian yang merupakan orang tua dari Kak Ria dan Kak Rian.

Dan yang yang membuatku penasaran dengan keluarga ini adalah jawaban Kak Ria dan Kak Rian saat aku tanya penyebab meninggalnya kakek dan nenek kami, dan mereka menjawab kakek dan nenek mereka semuanya kena penyakit jantung. Jawaban yang sangat berbeda dengan jawaban kedua orang tuaku. Namun aku tidak mencari lebih dalam apa yang terjadi di keluarga ini karena aku benci misteri.

"Giliran Rian aja dah lama banget meluknya," kata Kak Ria, tanpa melepaskan pelukanku pada Kak Rian aku pun menengok ke arah Kak Ria lalu memeletkan lidahku.

"Tadi katanya gak bisa nafas pas gue peluk? Kalo Kak Rian kan gak protes hahaha." kataku lalu melepaskan pelukanku pada Kak Rian.

"Ya, dia mah emang malah kedemenan lo peluk gitu," kata Kak Ria yang sudah mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil yang sukses membuatku dan Kak Rian tertawa.

"Ett sirik aja lo, lo mau gue peluk juga?" tanya Kak Rian dengan nada meledek.

Kak Rian melepaskanku, dan merentangkan tangannya seperti hendak memeluk saudara kembarnya, Kak Ria. Aku hanya tertawa.

"Ogah!" kata Kak Ria. Aku semakin kencang tertawa.

"Kalian gak kangen apa ama gue? Gila satu tahun lo-lo pada gak ke sini lagi!" kataku menggebu-gebu. Dengan gaya lebay ketularan Kak Ria.

Yang aku ingat, terakhir kali mereka datang ke rumah ini adalah setelah kejadian menjijikan itu. Aku sangat ingat, saat kejadian itu, mereka sampai-sampai menginap dan bolos 1 minggu hanya untuk menemaniku yang sedang sakit.

Ternyata aku lemah sekali. Dikhianati langsung sakit.

"Ya abisnya, masa kita mulu yang ke sini? Elolah sekali-kali ke rumah." kata Kak Ria.

"Ya abis gue ke sana ama siapa? Lo tau sendirikan nyokap bokap gue sok sibuk begitu." kataku membela diri.

"Ah, elo ngeles mulu kayak bajaj." kata Kak Rian. Aku hanya tertawa menanggapinya.