"Ada apa bi Imah..?" dengan wajah yang masih mengantuk.
"Non Jenni sudah waktunya minum obat, bibi sudah siapkan di meja dan juga sudah memasak air hangat untuk Non Jenni mandi" dengan menatap ke arah Jenni lalu tersenyum lembut.
sejak kehadiran Jenni di rumah William membuat suasana rumah menjadi hidup karena keberadaannya bagaimana tidak Jenni sangat aktif meskipun dengan keterbatasannya.
Bi Imah yang juga memberikan perhatiannya serta ketulusannya dalam merawat Jenni layaknya putrinya sendiri.
"terimakasih, tapi Jenni mau mandi dulu setelah itu baru minum obatnya"
"baiklah saya permisi untuk ke dapur dulu Non .." bi Imah berjalan mundur lalu pergi ke dapur untuk memasak makan malam.
Jenni hanya terdiam sambil menganggukkan kepalanya.
selesai mandi tidak lupa untuk meminum obatnya lalu berganti baju dengan membuka lemari kaca besarnya.
"hmmm aku pilih yang mana yah" dengan meraba-raba kain baju yang sudah tergantung dan tersusun rapih di lemarinya.
"Ok aku pilih yang ini saja.." dengan mengulurkan tangannya mengambil dress merah muda lalu memakainya.
Ya meskipun Jenni tidak dapat melihat namun dia memiliki Indra penciuman dan perasa yang begitu tajam dia selalu peka terhadap sentuhan ataupun rangsangan dari sesuatu itulah sebabnya Jenni bisa membedakan mana yang bagus dan yang jelek.
"Non Jenni makan malamnya sudah siap,
ayo cepat turun?"
"maaf bi malam ini Jenni tidak makan malam dirumah karena sudah ada janji dengan kak William makan diluar".
"baiklah kalau begitu"
Bi Imah pergi meninggalkan kamar Jenni dengan tersenyum kecil
"gadis itu terlalu imut, pikirnya".
"Rapat kita hari ini cukup sampai disini, apakah ada pernyataan lain?" ucap William yang dari tadi berdiri tegap mempresentasikan proyek miliknya kepada para Investornya.
"baiklah jika tidak ada kita tutup rapat hari ini."
setelah Rapat selesai wiliiam berjalan keluar yang di susul oleh Robert yang berjalan mengekor di belakangnya.
"apa jadwal besok?"
"besok ada Perjamuan makan malam dengan perusahaan Lion". sambil berjalan Robert menjelaskan beberapa jadwal untuk besok.
"baiklah kau atur saja Persiapan untuk besok, aku akan pergi menemui kak sherlin, kau pulang saja terlebih Dulu dengan taxi."
Robert hanya menganggukkan kepalanya.
setelah sampai di loby mereka berjalan namun kini tidak searah William pergi ke kanan menuju parkiran dan Robert ke kiri menuju pintu keluar kantor.
bergegas menuju caffe melati untuk bertemu sherlin William berjalan dengan tergesa-gesa menuju parkiran kantor dengan menggunakan mantel cokelat serta melilitkan syal hitam dilehernya, kemudian dia membuka pintu mobilnya dan menyalakan mesin mobil lalu mengemudi sendiri dengan kecepatan sedang.
setibanya di caffe Melati William berjalan menuju meja nomor 02, dan sudah terdapat seorang perempuan yang sangat cantik dengan pakaian yang trendi, rambut cokelat yang terurai kebelakang duduk sambil mengaduk secangkir coffe late.
"maaf sudah membuatmu menunggu lama".
"tidak apa duduklah, ada hal yang ingin ku tanyakan?" dengan tatapan yang menyoroti wajah William, kini mereka duduk saling berhadapan.
"bagaimana apakah kau sudah menaruh racun itu dalam botol obatnya?" sambil sesekali menyeruput coffe miliknya.
"Belum kak".
dengan nada santainya William duduk dengan menyilangkan kedua kakinya dan melipat kedua tangan didadanya sambil menatap kearah jendela caffe.
Wajah sherlin berubah menjadi kemerahan yang bercampur rasa kesal dan diselimuti kecurigaan, menatap wajah William dengan tatapan penuh emosi yang tertahan.
"William adikku, rupanya kau sudah mulai terhipnotis oleh kepolosan gadis cacat itu".
William tertegun mendengarkan ucapan kakanya tersebut.
"tidak sama sekali kak, aku hanya sedang berusaha menyiksanya terlebih dahulu jangan terlalu terburu-buru untuk menghabisi nya biarkan dia merasa sakit lalu mati secara perlahan". berusaha meyakinkan sherlin.
"tapi aku ingin melihatnya segera lenyap dari dunia ini karena cepat atau lambat rencana kita ini akan ada yang mengetahui karena itu aku ingin kau meracuni gadis cacat itu sebelum semuanya terlambat William !!!
dengan emosi yang menggebu-gebu.
"Kaka tenanglah dulu selama penyamaran ku menjadi Anggota keluarga Dinata belum terbongkar aku pastikan semuanya akan berjalan sesuai rencana kita, aku hanya berpikir mencari waktu yang tepat saja ...."
ucap William dengan nada yang santai.
"Apakah mungkin kau sudah jatuh cinta dengan gadis cacat itu ?"
pertanyaan sherlin membuat William terdiam terjerat dalam Susana hati yang berkecamuk bercampur aduk karena dia sendiri tidak mengerti apa yang sebenarnya dia rasakan kepada Jenni.
"kenapa diam, apakah pertanyaan ku itu benar, kau jatuh cinta padanya....?"
untuk yang kedua kalinya sherlin bertanya kepada William.
"bagaimana mungkin aku jatuh cinta padanya dia sama sekali bukan type ku ..."
ucap William dengan menyunggingkan bibir tipisnya itu.
"lalu kenapa kau diam saja ketika aku bertanya tentang gadis cacat itu...?"
"aku hanya sedang banyak pikiran di kantor ku maaf kalo aku kurang Fokus dengan pertanyaan mu..."
"Baiklah kalau begitu pembicaraan kita cukup sampai disini dulu dan ingat kau tidak boleh mencintai nya". dengan tatapan tajam seolah memperingati adikknya itu.
"Pokoknya Kaka tenang saja aku tidak mungkin mencintai gadis itu, percayalah".
"baiklah aku percaya pada adik kesayangan ku ini."
tidak terasa setelah berbincang-bincang mereka memutuskan untuk pulang karena hari sudah larut malam.
"shitttttt .....
bagaimana bisa aku lupa bahwa hari ini aku ada janji makan malam di luar dengan Jenni.." umpatnya dalam hati dan menoleh ke arah ponselnya melihat jam dilayar ponselnya yang menunjukkan pukul 10 malam.
"kenapa aku tiba-tiba mulai perduli terhadapnya, arghhhhhhhh apa yang sebenarnya aku pikirkan ...."
sambil mengemudikan mobilnya dan mulai mengeluarkan sebatang rokok dan kini mulai dihisapnya.
lagi-lagi tanpa disadari dia mengumpati Jenni dalam hatinya dan mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi agar segera sampai dirumah.