"Tetap tenang dan diam," ujar Abare pelan. Ia berbisik tepat di telinga Leony. Berusaha sebaik mungkin untuk tak terlihat orang-orang yang tengah mencari mereka tersebut.
Abare mengumpat dalam hati, kenapa bisa orang-orang itu memilih masuk gerbong yang sama dengan mereka. Padahal mereka sudah memilih untuk tidak memakai tempat duduk Non-reserved. Tapi tetap saja orang-orang itu dapat menerka keberadaan mereka di sini.
Ya, mudah bila seokor tikus dihadang oleh banyak kucing. Atau mudah bagi segerombolan anjing untuk melacak dua ekor kucing berada. Mereka hany tinggal menyebar dan mencari dua kucing itu di tempat mereka masing-masing. Dan itulah yang terjadi pada Abare dan Leony sekarang. Merekalah kucing itu, dan orang-orang yang mencari mereka itu adalah si anjingnya.
"Apa kita masuk toilet saja untuk bersembunyi?" tanya Leony dengan berbisik. Dari wajahnya ia sudah panik sekali.
Abare dapat merasakan detak jantung yang sangat cepat di dada Leony. Ya, dada mereka sekarang sama-sama berdempetan sekarang. Posisi seperti ini memang ambigu sekali bagi Abare, ia sampai memerah sendiri merasakan Leony yang semakin mendekatkan dada nya ke dada Abare. Kenyal dan hangat, itulah yang dapat Abare rasakan saat dia didempet seperti ini oleh Leony. Maklum, waktu itu kereta juga sedang penuh. Jad mereka sedikit berdesakan di sana.
Abare tidak bersalah, ia hanya terjepit di tengah keberuntungan. Keberuntungan yang menjadi penghibur di kala masalah terus melandanya.
Oke kembali ke cerita, lupakan pikiran mesum Abare yang sedari ia coba tepis itu.
"Jangan, mereka pasti akan ke sana untuk mencari kita. Aku yakin, toilet adalah salah satu tempat yang paling mereka curigai sebagai tempat persembunyian kita. Dan bila kita benar-benar ke sana, maka yang ada kita hanya akan memasukkan diri kita sendiri ke sangkar tanpa ada paksaan sedikitpun. Tenanglah, lebih baik kita tetap berada di gerbong sembari menghindari mereka," balas Abare. Ia tahu semakin panik gadis di depannya ini, maka akan semakin pendek pemikirannya. Ia harus lebih cerdik dan sabar menghadapi situasi seperti sekarang.
Leony diam, ia tak tahu harus menjawab apa, tapi itninya dia paham dengan apa yang dijelaskan oleh Abare. Ia benar-benar kalut bila sedang dalam situasi seperti ini. Yang ia fokuskan sekarang adalah mencari jalan tercepat untuk menghindari mereka. Sayangnya ia juga kurang teliti. Untungnya ada Abare yang siap mengarahkan dan melindunginya.
"Apapun yang terjadi, jangan pernah lepaskan genggaman tanganku ini. Pegang erat tanganku. Kemanapun aku, ikutilah. Jangan berpikir untuk berhenti atau memisahkan diri," bisik Abare dengan lembut namun tegas. Seakan memberi doktrin yang menghipnotis pikiran Leony seketika.
Leony mengangguk, wajahnya mendadak serius. Nafasnya menjad lebih tenang dan teratur. Melihat Leony yang mulai siap untuk bergerak dari sana, Abare juga langsung melangkah perlahan bersama Leony. Tangan mereka bergandengan, berjalan perlahan membelah kerumunan orang-orang di dalam kereta yang sedang padat penumpang tersebut.
Leony menggenggam tangan Abare dengan sangat erat. Abare pun sama, ia juga tak sedikitpun melepaskan genggamannya pada Leony. Iantak mau gadis bersurai coklat itu terpisah darinya. Memang terlihat berlebihan, tapi bisa jadi ada suruhan ibunya Abare di sana yang menyamar menjadi orang biasa lalu memisahkann mereka berdua bila lengah sebenntar saja.
.
Sekarang sangat mendebarkan bagi Abare dan Leony. Tak berjarak sampai beberapa meter dari mereka berdua orang-orang yang mencari mereka itu. Berhenti satu langkah saja dan terlihat oleh mereka, maka habislah sudah, mereka pasti tidak dapat mengelak atau menghindar lagi di sana. Mereka seperti sedang mengendap-endap di hadapan anjing-anjing liar, salah langkah mereka yang akan kena.
.
Abare juga tak mau sembarang melangkah. Ia melihat bagian kereta yang lebih padat dan juga membuat mereka tak telrihat oleh orang-orang itu. Leony sebenarnya tidak terbiasa berdesakan seperti ini, tapi ia tidak boleh menjadi beban untuk Abare, ia berusaha untuk sekuat mungkin menerobos kerumunan orang yang sangat sesak tersebut.
'Bertahanlah mochi bodoh, sampai di ujung gerbong sana mereka pasti tidak akan mencari kita lagi.' Abare membatin.
Ia sebenarnya kasihan melihat Leony yang harus memaksakan tubuh mungilnya itu untuk menerobos kerumunan orang-orang di kereta itu. Mungil dalam artian tinggi badannya, bukan dari ukuran tubuhnya. Melainkan tinggi badannya. Tinggi badan Leony tidak setinggi Abare dan pria-pria di sana kebanyakan. Pasti akan sangat sulit untuk melihat jalan ke depan. Leony hanya menjadikan tangan Abare sebagai acuannya untuk mencari jalan ke depan mengikuti Abare. Maka dari itu ia tak mau melepaskan tangan lelaki blonde itu sedikit pun.
Setelah beradu dengan keberuntungan, mereka berdua akhirnya bisa menghindar dari orang-orang suruhan ibunya Abare tersebut. Walau tak sepenuhnya selamat, tapi setidaknya mereka tidak tertangkap sekarang.
Dan juga mereka tentunya tidak ingin nantinya tertangkap oleh mereka.
Abare dan Leony bersembunyi di bagian ujung gerbong itu. Mereka berdempetan di sudut gerbong agar terlindung oleh para penumpang lain. Orang-orang suruhan yang sudah menyusuri sepanjang gerbong sampai ujung sana pasti mengira Abare dan Leony tidak ada di gerbong yang itu.
"Tak ada di sini, sepertinya mereka berada di kereta lain. Bisa saja mereka tidak menuju ke Tokyo. Apa? Kyoto? Leony pernah bilang sangat ingin ke Kyoto? baiklah, saya akan menyuruh yang lainnya untuk mencari ke kereta tujuan Kyoto."
Setidaknya mereka berdua bisa bernafas lega sejenak.
"Tetap menghadap ke arah lain. Jangan sampai kau bertemu tatap dengan salah satu dari mereka," ujar Abare berpesan pada Leony.
Leony mengangguk, wajahnya sudah basah berkeringat. Bukan karena pengap, tapi karena rasa gugupnya di saat-saat seperti sekarang ini.
Selama di perjalanan, mereka masih berada dalam perasaan yang tidak tenang. Sebab mereka menuju Tokyo dalam gerbong yang sama dengan orang yang mencari mereka tersebut.
Sebenarnya Abare bisa saja menghajar mereka semua. Ia tidak segan untuk melawan mereka semua, ia yakin dengan keahlian bela dirinya, ia pasti menang menghadapi mereka. Tapi Abare melihat kondisi kereta yang sesak. Bisa jadi ketika ia sibuk berkelahi, ada orang suruhan ibunya yang lain merebut Leony darinya, dan juga ada beberapa wanita bahkan ada ibu hamil di gerbong ini. Kalau ia berkelahi di dalam sini, pasti akan sangat membahayakan untuk mereka.
Kalaupun ia bisa mengalahkan mereka semua di dalam gerbong itu, belum tentu di stasiun kereta di Tokyo tak ada suruhan ibunya yang menghadang dia dan Leony. Pastinya orang-orang suruhan yang ada di dalam kereta itu akan menghubungi rekan mereka untuk segera menghadang Leony dan Abare di sana.
Banyak sekali pertimbangan yang dipikirkan Abare.
"Tenang, kau aman bersama ku. Mereka juga tidak akan melihhat kita di sini," ujar Abare pada Leony.
"I-iya Abare," jawab Leony. Ia sebenarnya masih sangat lelah, tubuhnya yang masih belum sehat sepenuhnya membuat dirinya merasa sangat letih. Tapi ketakutannya akan pernikahan dengan Shouki membuat ia tetap kuat meskipun di keadaan yang seperti sekarang.
'Sebentar lagi kita akan sampai ke Stasiun Shinagawa. Terima kasih karena sudah mau mempercayakan kenyamanan perjalanan anda bersama kami. Periksa lagi barang bawaan anda, jangan sampai ada yang tertinggal. Semoga perjalanan anda menyenangkan di Tokyo.'
Suara pengumuman dari masinis kereta terdengar, menandakan mereka sudah sedikit lagi sampai di Tokyo. Abare dan Leony saling pandang dan mengangguk. Mereka berdua bersiap untuk turun dari sana.
"Kita harus paling dulu turun dari sini. Bisa jadi mereka masih belum sepenuhnya yakin dan menunggu di depan kereta. Kalau kita yang lebih dulu turun, maka kita bisa lebih dulu menghindar dari mereka," ujar Leony.