Chereads / Misteri Pulau Ular / Chapter 5 - Master

Chapter 5 - Master

Aku yang masih bingung dengan tanda mengangguk dari master, lalu menoleh ke Rita yang bertanya pendapat ku.

"ah ha…. O..ke. aku setuju. Ugh..ugh..ugh" lalu aku batuk kembali.

Lalu Rita segera memberitahu timnya. Aku yang masih terbatuk sesekali, di tepuk lagi punggungku oleh Bagus.

"kamu kenapa Wir, kok batuk berkali-kali. Kamu sakit?"

"enggak hanya kaget" jawab ku tanpa pikir.

"kaget? Karena apa?"

"ti..tidak apa-apa, enggak usah di pikirkan. Aku tidak sakit"

Lalu aku melihat master yang hanya tersenyum kecil kepada ku, aku masih tidak yakin dengan mimpi ku. aku tidak bisa percaya jika itu kebetulan, tapi aku juga tidak bisa percaya kalau mimpi itu adalah kenyataan. Lalu Rita memanggil ku untuk melanjutkkan perjalanan ke terowongan yang kiri. Master memberikan tangannya membantu ku untuk berdiri. Aku ingin bertannya tentang mimpi ku kepada master, tapi disini banyak orang. Aku saja masih tidak yakin dengan mimpi ku. tim iini melewati terowongan yang sangat gelap, tetapi tidak sempit. Saat semakin aku masuk kedalam aku mendengar ada suara air samar-samar. Lalu saat aku memfokuskan pikiran ku mencari arah air itu, tidak sengaja aku menendang sesuatu. Samar-samar aku melihat semacam arca, lalu aku melihat dari dekat arca itu. Aku ingat arca ini adalah arca Kuwera.

"apa itu Wir?" tanya Bagus yang ada di belakang ku.

"ini arca Kuwera. Arca ini masih berhubungan dengan kerajaan Blambangan. Seingatku arca ini simbol dari pemujaan masyarakat di kerajaan Blambangan. Sepertinya kita sudah berjalan di terowongan yang benar" kata ku sambil lanjut berjalan.

"arca ini dari sepertinya dari emas, warnanya hitam agak hijau. Aku tanya Wir…Kuwera itu siapa?"

"Kuwera itu dewa pemimpin seingat ku Kuwera golongan bangsa raksasa melambangkan kekayaan. Kuwera juga bergelar sebagai 'bendahara para Dewa' karena alasan itu dia menjadi lambang dari kekayaan"

"wah kalau begitu ini bisa mengundang kekayaan"

"jangan dibawa pulang, nanti ada apa-apa di jalan"

"ah kamu itu masih percaya aja sama tahayul"

"percaya saja aku dari suku Jawa, aku ini kesini dengan niatan mau tahu tentang sejarah. Bukan menjarah barang sejarah udah nurut aja kamu gus. Kalau ada apa-apa nantinya bagaimana?"

"iya…iya…enggak akan bawa apa-apa. Tapi lumayan menarik memang ini barangnya dari emas Wir. Beneran enggak mau dibawa pulang? Bisa kaya kita ini….hehehehe"

"yang serius gus, ini masih di Goa. Kalau kata kakek ku kalau kita kemana-mana apalagi ke tempat kayak gini itu ada yang menjaga. Lha kita ini tamu, mangkanya harus memperhatikan tingkah laku. enggak sopan tamu curi barang yang punya rumah…..sudah sini kembalikan"

"lha itu mau kamu apakan?"

"mau aku bawa, aku kembali kalau sudah ada tempat yang pas. Kalau di sekitar kamu nanti di diam-diam di masukkan tas"

"orang jawa tidak boleh negatif thinking sama orang" sambil dia menepuk pundak ku. lalu berjalan mendahului ku.

"bagaimana menurut mu master?"

"iya memang benar, aku mendengar mu dari belakang. Kamu memang orang baik" katanya sambil melihat ku.

Meskipun aku menyuruh master mendahului ku, tapi dia tetap ingin berjalan di belakang ku. aku menaruh rasa curiga tiba-tiba kepada master. Karena kelakuannya seperti ingin melindungi ku, tapi aku tidak berani bertanya kepadanya melindungi ku dari apa. Aku melihat jam tangan sudah sekitar 10 menit berjalan di terowongan ini, tapi hanya 1 tanda yang membuat ku yakin kalau tim kami sudah berjalan di terowongan yang benar. Tiba-tiba ada suara harimau mengaum dari arah belakang. Tim kami pun berlari ke depan dengan cepat, saat sudah sampai di ruangan lain baru ada 4 terowongan yang sama seperti di peta.

"kita berpencar saja, semua sudah memegang senjata?" kata Rita tiba-tiba.

"ini Wira dan teman-teman belum" kata salah satu teman Rita.

"Wir ini aku berikan kalian pistol sepertinya kita harus berpencar" kata Rita kepada ku.

"baiklah" kata ku.

Lalu setelah aku mendapatkan senjata itu, Pranadita memegang tangan ku lalu lari di salah satu lorong itu. Aku langsung secara otomatis memegang tangan Bagus yang sedari tadi ada di samping ku. dari belakang sudah ada suara harimau itu lagi. Semakin membuat langkah kami menjadi cepat, sesudah berlari agak jauh dari ruangan itu. Kami beristirahat.

"ini gus, kamu bisa memakai pistol ini"

"tenang saja Cuma menarik pelatuk saja bukan?"

"hahahahahahaha…."tertawa ku garing

"hahahahahaha…." Tertawa dia yang juga ikut-ikutan saat aku tertawa garing.

"ini amunisinya"

"oke"

"master ini" sambil aku memberikan pistolnya.

"tidak usah, aku tidak terbiasa menggunakannya"

"sudahlah terima saja master. Nanti kamu juga akan membutuhkannya" kata Bagus.

"aku sudah punya ini" sambil mengeluarkan belati dari kakinya.

"ya sudahlah, terserah. Mana Wir mending kasih ke aku sama amunisinya juga"

"ini" aku memberikan pistol itu ke Bagus. Lalu pistol itu dia masukkan ke tasnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 09.15, senter Bagus sudah akan redup. Aku memberikan senter ku yang ada di tas untuk Bagus.

"wah bagus sekali ini senter tahan lama Wir…"

"iya"

"beli dimana?"

"sudah tidak usah, aku berikan itu untuk mu"

"wah terima kasih, Wiraaaa…."

"sudah…sudah.. ini kita masih akan melanjutkan perjalanan atau kita kembali mengecek keadaan di ruangan tadi?"

"aku saja" kata master sambil berjalan kembali. Aku langsung memegang tangannya untuk mencegahnya.

"master kamu tidak membawa tas mu?"

"aku saja, kalian tunggu kabar dari ku disini"

"oke" kata Bagus cepat-cepat. Sambil dia melepaskan tangan ku yang memegang tangan Pranadita.

"sudah Wir, master tidak akan apa-apa. Kamu kan sudah melihat kehebatannya saat kita barus saja sampai di pulau ini. tenang saja…."

"kalau dalam 10 menit aku belom kembali, kalian teruskan saja perjalanan sampai ada ruangan lagi. Jangan mengambil apapun dari ruangan itu"

"baiklah, dengar itu gus" kata ku.

"iya..iya..cerewet"

Aku melihat master berjalan dengan santai kembali ke arah ruangan yang tadi. Setelah 10 menit berlalu aku berbincang dengan Bagus, tidak ada tanda-tanda master. Bagus pun mengajak ku untuk terus berjalan. Kami berdua berjalan lalu aku merasakan seperti ada orang berjalan ke arah kami dari arah belakang.

"Bagus dengarkan dulu…"

"apa?"

"seperti ada orang yang berjalan kearah kita"

"kita tunggu saja, dari tempat istirahat kita tadi juga tidak jauh"

Setelah menunggu yang mendatangi kami ternyata Rita dan 1 temannya terluka di paha.

"Rita? Kamu melihat master?"

"siapa master?"

"Pranadita"

"tidak, aku malah heran dengan kalian. Kok bisa ada disini?"

"aku kira kalian dari arah ruangan yang tadi, master kembali untuk mengecek keadaan tadi"

"aku tidak kembali ke ruangan itu, lalu aku ingat kita benar-benar berpisah…."

"aku juga tadi aku jelas lihat kamu ke terowongan yang lain"

"ya sudahlah mending kita berjalan terus, ke depan ada ruangan lagi. Sini aku yang membawa teman mu" kata Bagus

Aku barus sadar dengan perkataan Bagus, baru tersadar. Bagaimana bisa master tahu jika di ujung sana ada ruangan lagi. Dia juga saat melihat peta di awal sudah tahu jika peta yang di tuliskan oleh tim penyusuran yang dulu itu salah. Seperti dia sudah tahu setiap terowongan yang ada disini. karena teman Rita mengalami luka kami obati dulu. Dari tandanya dia di gigit ular.

"Rit teman mu di gigit ular, kalian ketemu dimana ular itu…" kata Bagus mengagetkan ku

"ular? Jelas-jelas tadi dia digigit semacam serangga kok. Aku tadi menginjaknya saat berjalan kesini"

"ini lihat saja ada bekas gigitan titik dua" jawab Bagus yang meyakinkan Rita

"aku tidak tahu, bagaimana ini?"

��kalian tidak membawa obat apa gitu buat ini"

"kami tidak membawa"

"sudahlah kita obati sebisanya dulu, kita harus cepat ke ruangan yang master maksud" kata ku.

Setelah di obati oleh Bagus, sekitar berjalan lebih dari 10 menit kami sampai di ruangan itu. Ruangan berbeda dari ruangan-ruangan sebelumnya. Rungan ini tinggi ada semacam tangga yang mengarah ke atas. Di atas ada terowongan lain, semua terowongan berjumlah 7. 4 terowongan dibawah lalu ada 3 terowongan di atas. Ternyata pintu keluar yang dari 4 terowongan sebelumnya hanya ada 2. Aku tidak bisa memikirkan caranya bisa membentuk goa seperti itu. Jika terbuat dari tangan manusia itu lebih masuk akal tapi ini keliatan terlalu alami. Saat aku melewati terowongan dari tadi pasti ada Stlaktit dan Stlagmit. Aku tidak bisa mengungkapkan rasa kagum ku dengan goa ini.

Di ruangan itu ada beberapa benda, dan aku menemukan salah satu yang membuat ku tertarik. Ada arca dewa siwa yang terbuat dari emas di taruh di atas kotak kayu. Kalau dilihat dari kotaknya itu sudah sangat lama apalagi bahannya dari kayu Jati. Ini pasti sudah lebih dari 100 tahun, aku juga masih belum mendapatkan tanda-tanda dari pelapukan.saat Bagus akan menyentuh arca itu aku langsung memukul tanganya.

"gus, hati-hati jangan di sentuh"

"kenapa memangnya? Aku penasaran"

"jangan di angkat, jangan di sentuh. Pokoknya jangan di apa-apakan, tidak boleh. Sampai master datang kesini"

"lama kalau maenunggu dia"

Saat Bagus akan menggapai arca itu, master datang dari terowongan satunya.

"jangan di sentuh dulu"

"kenapa master?" tanya Bagus penasaran.

Lalu master ke depan arca itu, duduk dengan tegap. Aku dan Bagus berjalan ke belakang master duduk sama dengan posisi master bersila. Lalu master mengatakan dengan bahasa jawa halus, sampai aku ada beberapa kata dan kalimat yang bahkan aku jarang mendengarnya sehingga aku hanya menerka-nerka isi dari perkataan master.

"eh master mengatakan apa itu?" kata Bagus berbisik-bisik.

"dia meminta ijin"

"kepada siapa?"

"kepada yang punya rumah"

Padahal aku jelas-jelas melihat master saat di bis dia berdzikir, lalu saat aku sholat dia juga sholat. Tapi aku kagum ternyata dia masih percaya dengan hal seperti itu, dia masih mau bersikap sopan meskipun dia pendiam. Setelah dia meminta ijin dengan kalimat yang sangat membuatku pusing karena menurutku tidak seperti dia yang biasanya perkataannya langsung. Tapi kali ini dia berkata dengan alsasan dan maksud yang jelas, serta menerangkan kembali alasan dari niatnya. Aku semakin mempercayakan nyawa ku ke master. Setelah itu baru dia mengijinkan Bagus untuk menyentuh arca itu.

"master, teman Rita tergigit serangga. Tapi bekas gigitannya itu jelas sekali jika ular"

"dimana itu?"

"kesini"

Lalu aku menunjukkan lukanya. Master dengan tanganya yang kuat merobek langsung saja perban lukanya. Dia mengambil belatinya lalu mengiriskan jarinya. Meneteskan darahnya ke luka. Aku kaget saat pertama kali melihatnya. Master menyandarkan teman Rita ke dinding goa lalu dia duduk di sampingnya dengan bersila. Aku melihat raut wajah Rita yang cemas dan khawatir dengan temannya.

"lebih baik kita beristirahat dulu disini" kata master.

"oke master, aku setuju" kata Bagus yang masih melihat arca itu.