"Heh anak panti, jadi keputusan akhirnya gimana? Maukan jadi tumbal? Cuman diskors seminggu kok, lu gak kasian apa sama Johny wibu? Kalo dia yang diskors seminggu ntar masa depannya hancur, mending lu aja."kata Kevin tanpa ada penyesalan.
- N e w C h a p t e r-
-still AUTHOR'S POV-
Pernakah kamu merasa saking emosinya sampai hanya bisa tercengang dan tak mampu mengatakan apa-apa?
Begitulah yang terjadi pada Noel, informasi yg masuk ke kepalanya saat ini masih sulit untuk dicerna, apalagi fakta bahwa Ia telah dikhianati oleh temannya sendiri.
Tiba-tiba saja Pak kepala sekolah telah kembali ke ruangannya untuk mendengar hasil perundingan mereka berempat.
"Bagaimana anak-anak sekalian? Apakah kesalahpahamannya sudah tuntas?"
"Sudah pak"
Seisi ruangan nampak terkejut mendengar jawaban Noel.
"Wah, baguslah nak. Kalau begitu karena masalah ini sudah tuntas, kecuali nak Noel,semua bisa kembali ke kelas kalian"
"Oke pak," ujar Kevin dengan nada bersenandung.
"Kalau masih butuh bukti lain cari sy di kantin belakang sekolah ya pak~" sambung Kevin
"Terima kasih banyak atas kerja sama nya nak Kevin" kata pak kepala sekolah tanpa memedulikan Kevin yg berbicara terang-terangan akan bolos ke kantin
Kelly, Kevin, dan John pun keluar.
"Kevin pelakunya, pak. Bapak sudah tau kan?"
Lagi-lagi pak kepala sekolah menunjukkan senyum paksanya.
"Begini nak, kamu sekolah disini juga sebenarnya hasil sponsor dari orang tua Kevin. Anggap saja kamu sedang berterima kasih kepada mereka atas biaya pendidikanmu selama ini."
"Bapak mengerti, ini mungkin berat bagi nak Noel. Sulit juga bagi bapak untuk menghukum kamu yang tidak bersalah tapi, bapak terpaksa melakukan ini untuk menjaga citra sekolah. Kamu mengertikan nak? Bapak percaya nak Noel juga pasti bisa melewati ini." lanjut Pak Kepsek
'Mengerti katanya? Aku muak sekali melihat senyum palsu pak kepala sekolah' pikir Noel
"Terus, bagaimana dengan keterangan di raport ku nanti? Diskors selama seminggu karena bertingkah cabul dengan merekam toilet siswi?"
Pak kepala sekolah akhirnya merasa lelah dan menunjukkan muka aslinya.
"Noel, coba bayangkan kalau kamu diposisi Kevin, bila masalah ini tersebar, Kevin pasti tidak akan tepilih untuk menjadi pewaris keluarga mereka. Kalau seandainya masalah ini ditangguhkan ke John, orang tuanya pasti akan marah besar ke sekolah karena telah mencoreng nama baik anaknya dan merasa sia-sia membayar uang sekolah"
Lanjut kepala sekolah.
"Tapi kamu, hidup dipanti asuhan karena orang tuamu tidak sanggup, mereka juga tinggal didesa, tidak mungkin mereka akan marah ke kamu, lagipula sejak awal tidak ada yang berharap besar padamu kan? Oleh karena itu bapak berharap kamu benar-benar mengerti situasimu saat ini,Noel"
"Tidak ada yang mengharapkanku, haha" ucap Noel.
Pahit rasanya setelah menyadari semua yang dikatakan pak kepala sekolah memang benar. Bahwa siswa yang tidak memberikan dampak bila menangguhkan masalah ini adalah Noel.
Tapi apakah ini memang perbuatan yang benar?
Tiba-tiba Noel bertanya hal yang tidak dipikirkan sama sekali oleh pak kepala sekolah.
"Kalau saya memilih untuk keluar sekolah, apakah keterangan cabul di raport saya akan hilang?"
Pak kepala sekolah terkejut mendengar perkataan Noel.
"Memang benar, kalau kamu yang memilih untuk pindah sekolah maka keterangan diraport mu bisa dicabut."
"Tapi pertengahan semester begini tidak mungkin ada sekolah yang mau menerimamu, juga memangnya kamu dapat uang dari mana untuk pindah sekolah? Saya harap kamu bisa berpikiran dewasa dalam hal ini. Diskors seminggu bukan lah hal yang buruk, kamu tidak berencana untuk bekerja di perusahaan besar juga kan?"
Mendengar omongan pak kepala sekolah membuat Noel akhirnya tersadar, bahwa sekolah ini sudah BUSUK dari akarnya.
Menampung anak panti asuhan untuk mendapatkan nama baik, menghukum orang yang tak bersalah demi melindungi citra dan martabat sekolah. Apakah sekolah sudah sepantasnya begini?
"Kalau begitu, saya memilih untuk pindah sekolah. Anak SMA dari panti asuhan seperti saya tidak perlu wali untuk pindah sekolah kan?"
Noel langsung keluar dari ruangan kepala sekolah dengan perasaaan yang bercampur aduk. Kecewa dan marah karena tak berdaya.
Setibanya Ia keluar dari ruang kepsek, John muncul dihadapan Noel.
"Noel-kun, atashi mau meluruskan kesalahpaham-des"
Merasa dikhianati, Noel hanya bisa menatap tajam John bagai melihat serigala berkulit domba.
"Minggir, aku ga punya teman seperti kamu"
-Buughhh-
Noel menabrak bahu John.
Tabrakan itu membuat John tersadar bahwa tidak ada lagi yang bisa dikatakannya.
Dan dengan begitulah pertemanan yang telah terjalin 10 tahun itu berakhir dengan singkat.
------------
Untuk menuju gerbang sekolah, Noel harus melewati berbagai ruang kelas dengan jendela transparan.
Para murid melihat bayangan Noel yang berjalan disepanjang koridor, membuat Kevin yang melihat Noel dari kantin belakang sekolah merasa semakin puas mengingat bagaimana reaksi Noel di ruang kepala sekolah setelah telah difitnah oleh sebagian besar murid.
"Harusnya dia cukup bersyukur karena diskorsnya hanya 1 minggu."
Begitulah yang dipikirkan Kevin, tanpa mengetahui keputusan apa yang telah dipilih oleh Noel.
Ditengah perjalanannya menuju rumahnya (Panti Asuhan Beverly), Ia mulai cemas dan berpikir.
'Apakah tadi aku terlalu terbawa emosi? Pindah sekolah kemana? Uang juga ga punya, apa pake uang saku yg selama ini dikasih orang tuaku saja? Tapi tetap ga bakalan cukup sih,, atau... Ga usah lanjut sekolah aja? Langsung kerja juga gak ada salahnyakan.' pikirnya.
Cemas, takut, Ia mulai berpikir keras, namun pikirannya terhenti setelah melihat brosur yang berada di aspal.
Tak hanya satu atau dua lembar, tiba-tiba brosur tersebut makin banyak hingga menutupi teriknya matahari karena beterbangan terbawa hembusan angin sejuk yang mencuri perhatian Noel untuk sejenak.
Karena penasaran, Ia pun mengambil selembar dari lorong jalanan yang sepi itu.
"Hah? Mencari anak SMA yang bertampang dan bertubuh oke? Akan dibayar kalau memuaskan kriteria tim penilai? Jangan-jangan ini prostotusi ilegal yang menjebak dibawah umur?" baca Noel.
Seketika Noel keringat dingin membaca brosur yang terdengar senonoh itu.
'Uh, mengerikan sekali, jaman sekarang masih ada yang beginian ya. Sudah difitnah cabul di sekolah, sekarang malah dapat brosur kayak gini, apa jalan hidupku memang sudah ditakdirkan seperti ini?' batin Noel.
Pada saat itu, Noel tak tahu bahwa brosur senonoh itulah yang membawanya pada masa depan yang tak terbayangkan sebelumnya.
Berselang kemudian,
"Permisi nak," seorang kakek sekitar 60 tahun memanggil Noel dengan ramah.
"Bisa bantu kakek mengangkat brosur-brosur ini? Hembusan angin tadi membuat saya lengah jadinya terbang semua deh, maaf ya nak sudah merepotkan, haha." ucap seorang kakek dengan senyum hangat yang menunjukkan keriput-keriput kecil disekitar matanya.
'Hah??? Brosur senonoh seperti ini diedarkan oleh seorang kakek?
Ah, mungkin kakek ini hanya dibayar untuk mengedarkan brosur, atau jangan - jangan malah kakek ini sendiri yang membuat brosur - brosur ini ? Perasaanku tidak enak, mending kabur saja lah' pikir Noel.
"E-ehmm.. Itu, saya harus bergegas untuk pu-"
"Aduh... Tulang belakangku... Rasanya lebih sakit dari kemarin. Aduhh... pinggangku mulai encok lagi." sela kakek itu.
'Kalo kayak gini sih, mana bisa ditolak. Hah... padahal aku sendiri lagi kesusahan.' batin Noel yang tak tega melihat lansia itu memungut brosur satu persatu.
"Biar saya bantu, kek."
"Aduh... Terimakasih banyak ya nak Noel"
Noel seketika tersentak dan bergerak mundur dengan spontan setelah mendengar kakek yang baru ditemuinya itu menyebutkan namanya.
"Kok kakek bisa tau nama saya?" tegas Noel
"Namamu bukan Noel ya?"
"Tulisan di seragam sekolahmu jelas Noel kok. Begini-begini mata kakek masih jeli loh hehe." kata kakek itu sambil melontarkan senyum.
"Kamu kenapa tidak masuk sekolah? Telat ya nak? Sayang loh, padahal sekolah kamu kan biayanya mahal"
Siapa yang tidak tahu SMA Beverly, sekolah swasta bergengsi yang sangat menjanjikan masa depan nan cerah, namun biaya sekolahnya malah terlihat suram bahkan bagi orang tua yang memiliki pekerjaan sekalipun.
Dengan dalih bahwa setengah dari uang sekolahnya digunakan untuk membiayai pendidikan anak panti asuhan. Hanya anak-anak dari keluarga elit nan kaya raya yang bisa memasukkan anaknya ke SMA Beverly.
"Saya hari ini sudah tidak ada hubungannya lagi sama sekolah busuk itu" ujar Noel dengan spontan
'Waduh, keceplosan deh. Tanpa sadar aku dengan spontan keceplosan mengeluarkan isi pikiranku' batin Noel sambil mengangkat brosur satu per satu brosur yang berantakan itu
Noel hanya terdiam dan tak berani menatap kakek itu, karena takut dirinya akan keceplosan lebih banyak lagi.
Kelihatannya kakek pun tidak merespon apa-apa. Suasana canggung yang cukup lama membuat Noel berusaha untuk mengambil brosurnya dengan cepat lalu pulang.
Kakek itu pun mengangkat selembar brosur dari jalanan dan menyodorkannya ke Noel yang sedang membungkuk mengambil beberapa brosur lagi.
Dengan wajah ramah, sang kakek berkata ke Noel "Kalau begitu kamu harus mengambil brosur ini"
Noel mengangkat kepalanya dan melihat kearah kakek, terik yang menyilaukan tak bisa menutupi senyum hangat kakek itu.
"Bukannya kakek tadi encok ya? Kok bisa membungkuk?" jawab Noel dengan tatapan curiga
"O-oh... Kalau membungkuk untuk mengambil selembar brosur tentunya kakek masih kuat hahaha" merasa diciduk kakek hanya bisa menjawab dengan canggung
"Ini kek, sudah saya kumpulkan semua brosurnya"
Semakin curiga kepada kakek, Noel memberikan brosur-brosur itu dan bergegas untuk pulang.