Tak ada hal yang bisa ia fikirkan saat ini selain teror demi teror yang telah ia alami selama beberapa hari belakangan ini, seingatnya inilah masalah pertama yang ia alami seumur hidupnya.
Tidak pernah sekalipun terlintas dalam otaknya kejadian seperti ini benar-benar terjadi pada dirinya yang hanya anak panti asuhan dan tentu saja tidak memiliki apapun untuk dikejar segerombolan orang menyeramkan itu.
Hidupnya kini sudah seperti sederet novel yang pernah dirinya baca, tetapi dari sekian banyaknya novel yang menjadi koleksinya setiap teror seperti ini ada sebabnya dan mempunyai barang berharga untuk saling diperebutkan sedangkan posisinya saat ini.
Apa spesial dari kehidupannya yang selalu menonton ini?
Seorang Asyila Permata, mahasiswa yang hanya mengejar beasiswa demi menembus sarjana sastra. Uang berlimpah saja tidak, apalagi barang antik yang bisa saja menjadi sebab mereka meneror dirinya.
Napasnya berat, ini sungguh melelahkan. Waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam, tapi matanya tetap Setia terbuka sempurna tidak ada niat terlelap menaungi mimpi hingga pagi menjelang.
Musuh ayahmu...!!!
Perkataan itu terus saja terngiang, terputar terus menerus bagai kaset permanen.
Masalahanya Asyila baru saja mengenal dokter itu beberapa hari lalu, tapi kenapa dokter yang bername tag Fransisco itu bisa tau hal tentang dirinya, mengatakan bahwa semua ini adalah sekelompok orang yang begitu menginginkan nyawanya.
Dan lebih membuat seorang Asyila bingung serta penasaran adalah dokter itu selalu datang tiap nyawanya dalam bahaya, tadi saja, kenapa dokter itu tiba-tiba saja datang menarik lengannya kemudian pergi? Bagaimana bisa dokter itu mengetahui alamat kostnya?
Asyila memutuskan untuk keluar kamar melihat-lihat kembali desain rumah mewah ini, andaikan ponselnya ada disini maka mungkin Asyila sudah menelepon salah satu sahabatnya untuk menjemputnya, ingin memakai telepon rumah ini tapi Asyila tidak menghafal nomor mereka sama sekali.
"Sedetik saja saya terlambat maka mungkin Asyila sudah tinggal nama." Asyila menghentikan langkahnya, mendengar namanya disebut tentu membuatnya penasaran.
"Saya tidak pernah menyangka jika keluarga Franch malah mendukung aksi Xinkie, padahal sasaran Xinkie adalah keluarga mereka sendiri." dari kejauhan Asyila menatap 4 orang laki-laki yang sedang duduk di ruang tamu. Dan mereka semua berparas laki-laki luar negeri alias bule?
"Mana mungkin Xinkie ingin menyerah, menurut cerita orangtuaku. Tante Valaxie dan dengannya sudah merencanakan pernikahan tapi kedatangan Om Aditia mengubah segalanya. Keluarga Franch kehilangan tokoh utama ataupun penerus mereka sedangkan Xinkie harus menanggung malu karena pernikahannya gagal. Harga dirinya direndahkan."
Asyila mengerutkan keningnya bingung, siapa yang sedang mereka bicarakan? Franch? Valaxie? Xinkie? Kenapa namanya semuanya aneh. Hanya Aditia-lah yang mencerminkan nama Indonesia, Asyila mencoba mengingat sesuatu karena siapa tau diantara nama itu ada yang ia ingat tetapi nihil, nama-nama itu asing untuknya.
Akan tetapi,
"Abi... Syila ngambek, abi curaang."
"Ihh! Asyila mau coklat tauu bukan permen."
"Ahahaha... Mama lihat! Muka Abi penuh bedak."
"Auu." Asyila memegang kepalanya, tiba-tiba saja bayangan anak kecil yang sedang bermain terputar, sangat semua dan tidak jelas.
Fransisco berdiri dan tersentak kaget melihat Asyila yang sedang memegang kepalanya sambari menunduk di dekat tangga, bukankah perempuan itu tertidur? Kenapa bisa ada disana?
Dengan tergesa-gesa Francisco menghampiri Asyila, menopang badan Asyila yang hampir saja terjatuh. "Saya antar ke kamar." ujarnya, kemudian mununtun Asyila masuk kembali ke dalam kamar tamu.
"Aabii... Kak Isco nakal. Boneka Asyila rambutnya di botakin.''
"Mama! Tadi kak Isco datang membawakan Asyila boneka baru, cantik lagi.
"Kak Isco..." gumam Asyila lirih yang membuat Fransisco mematung di tempatnya, nama itu? Kenapa nama itu bisa Asyila sebutkan?
"Kak Isco, jangan pergi." lirih Asyila lagi, Fransisco mencoba mengabaikannya, kembali melanjutkan langkah menuju kamar tamu.
Setelah sampai di dalam kamar Fransisco menuntun Asyila untuk berbaring, mata Asyila terpejam tetapi bibirnya terus saja menggumamkan tiga kata,
"Mama... Abi... Kak Isco."
Fransisco mendudukan dirinya di pinggir ranjang, menatap wajah Asyik yang terlihat ketakutan. Apa yang sedang terjadi, apakah sebentar lagi Asyila akan mengingat semuanya? Segala hal di masa lalu akan kembali teringat dengan jelas?
"Segeralah kembali padaku dan kumohon, ingat aku kembali serta masa-masa kita." Fransisco menunduk menatap Asyila selama beberapa detik, mengusap keningnya sejenak setelahnya memutuskan untuk keluar kamar.
"Kak Isco jangan pergi... Abi sudah mninggalkan Asyila, jangan tinggalkan Asyila juga. Ku mohon kembali... Kak Isco kembali...hiks. Hiks." Fransisco menghentikan langkahnya, berbalik menatap Asyila yang kini menangis dengan mata terpejam, apakah kilasan masa lalu telah kembali padanya?
Laki-laki berparas tampan itu kembali duduk di pinggir ranjang, mengenggam tangan Asyila dengan lembut."aku disini, aku takkan meninggalkanmu lagi, Asyila. Buka matamu dan lihat! aku disini. Maafkan kesalahan ku." bisiknya dengan suara yang begitu pelan, sangat pelan.
"Kakek! Jangan pukul mama... Jangan pu...ku..l mama." tangis Asyila semakin menjadi-jadi, membuat Fransisco semakin merasa bersalah.
"Aku akan membuat keluarga Franch berlutut di depan mu untuk meminta maaf,Syila. Apa yang mereka berikan benar-benar menguji kesabaranku." Francisco melepas genggaman tangannya dengan Asyila kemudian berjalan keluar kamar untuk bertemu dengan ketiga temannya.
"Kita harus bermain secara terbuka, tidak pandang mereka adalah keluarga Asyila atau tidak. Siapapun yang terlibat pada kejadian itu maka harus menerima imbasnya." ujarnya tajam, ketiga orang yang ada disana memilih ikut saja.
"Akan tetapi, dunia gelap akan heboh dengan kemunculan kita lagi setelah menghilang tanpa kabar selama bertahun-tahun. Apalagi dengan tujuan ingin menjatuhkan dua klan itu." Fransisco tersenyum miring mendengar perkataan salah satu rekannya.
"Ini yang saya inginkan. Dengan kemunculan kita berempat maka itu akan membuat dua klan itu sedikit takut." ketiganya tersenyum, setelah sekian lama bersembunyi akhirnya bisa bermain kembali.
"Aku benar-benar tidak sabar, sungguh! Aku begitu merindukan mimik wajah ketakutan korbanku." heboh Rex.
"Aku juga begitu merindukan alunan melodi seseorang saat menjemput ajalnya. Rasanya teriakannya itu sudah mulai menggema di pikiranku." sahut Leo yang duduk di sofa single.
"Aku ingin bermain dengan binatang peliharaanku, pasti mereka semua merindukan daging segar." Xio menyandarkan punggungnya di sofa, membayangkan binar buaya kesayangannya saat melihat daging segar.
"Segera hubungi orang-orang kita yang tersebar di berbagai negeri dan suruh mereka datang ke markas kita yang ada di hutan. Jangan menyuruh mereka datang secara berkelompok tetapi perorangan saja. Kalian bisa kembali." ketiganya mengangguk kemudian melangkah keluar dari rumah Fransisco.
"Kita akan segera bertemu Om Xinkie." ujarnya dengan sirat makna yang begitu besar.
***
"Naila enggak tau kak, tadi saya tinggalin Asyila di pengajian karena ada urusan mendadak tetapi pas saya nyusul kerumahnya. Semua kacau kak, rumah kontrakan Asyila terbuka lebar dan dia enggak ada didalam".ucapnya dengan cukup cepat dan nada khawatir yang sangat terlihat sedangkan seseorang yang dirinya ajak bicara menangis.
"..."
"Tidak kak, akan sangat berbahaya dan Naila mohon jangan berbuat nekat. kak Aditia pasti sangat tidak menyukai keputusan kakak ini."
"..."
"Kak... Halo... Kak Vala." Naila duduk terisak di sofa, kost'an Asyila benar-benar kacau tetapi tidak ada sesuatu yang hilang semuanya lengkap. Ponsel Asyila saja ada dikamarnya. Kemana keponakannya itu? Apa yang harus Naila lakukan sekarang?
"Asyila... Kamu kemana? Apa mereka semua berhasil membawamu ataukah ada seseorang yang berhasil melindungimu?" gumamnya lirih, dan Naila harus menunggu kedatangan kakaknya kemari.
Karena kakak iparnya akan kemari esok hari.