"Jadi itu mamamu?" tanya Abzali entah sudah yang kesekian kalinya,
"Ayolah Ab, kamu sudah menanyakannya beberapa kali sejak tiba disini." kesal Asyila selepas Valaxie menghilang dari depan pintu,
"Abisnya bikin kaget banget, kemarin juga kami kerumah kamu tapi yang ditemukan malah rumah yang cukup berantakan. Visam sampe nangis untung ada Zurais yang nenangin." Asyila menatap haru Visam yang dibalas Visam dengan pelukan sayang,
"Aku khawatir banget sama kamu Syil. Sampe-sampe aku maksa anak-anak untuk antar aku ke panti siapa tau kamu ada disana tapi kata mereka kamu engga pernah kesana. Kaget banget dan pikiranku sudah berkelana cukup jauh tapi kata bunda panti mikir positif aja nanti juga kamu muncul sendiri." hampir saja Visam menangis kembali tapi pelukan erat Asyila membuatnya sadar.
"Lo kenapa asal ngilang gitu? Jantung gue hampir copot pas liat rumah itu sangat berantakan" Alena yang duduk dibelakang Visam bersuara membuat kedua perempuan itu memisahkan pelukannya.
"Rumah aku di gledah sama kumpulan orang serem, untung aja ada dokter itu yang menyelamatkan aku misalkan terlambat sedetik aja mungkin aku udah terkena tembakan." mata Abzali memancarkan kekhawatiran mendengar hal itu,
"Mama kamu namanya siapa?" tanya Zurais,
"Namanya Valaxie,aslinya orang luar." jawab Asyila sambari menyandarkan badannya pada Visam, dengan senang hati sahabatnya itu memeluk Visam dari samping.
"Berarti kamu turunan bule dong, Syil?"
"Muka aku udah modelan gini masa kamu bertanya lagi mengenai turunan bule atau engga?" jawab Asyila ketus membuat Abzali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. Benar juga sih, mata Asyila aja beda.
"Lo engga kuliah lagi?"
"Kuliah dong Al, masa engga. Cuman aku butuh waktu untuk menerima semua ini makanya milih disini dulu untuk sementara waktu. Lagian nantinya setelah pulih aku akan pulang ke kontrakan lagi tinggal disana bareng Mama" Valaxie yang ada di depan pintu mematung, memikirkan kembali rencana Asyila untuk keluar dari rumah ini.
"Kamu punya hubungan apa sama Dokter itu?" kali ini Visam yang bersuara
"Engga tau, kayaknya engga punya hubungan apapun deh. Ingatanku tentang dia masih buram."
Menguatkan hati, Valaxie masuk kedalam kamar membawa nampan berisi minuman rasa jeruk disana,
"Ehh Tante, sampai Repot-repot segala." sapa Alena yang langsung berdiri mengambil alih nampan yang Valaxie bawa,
"Tidak repot kok malahan Tante senang kalian datang kesini untuk menghibur Asyila. Dan terimakasih karena sudah berteman baik dengan anak Tante selama ini, membuatnya tidak kesepian dan selalu merasa hidup." ungkap Valaxie, merasa sangat bersyukur karena ada kumpulan anak muda yang begitu tulus berteman dengan Asyila.
"Kami malahan senang bisa temenan sama Asyila, Tante. Dia orangnya engga neko-neko terkesan santai walaupun terkadang kalau kesel beuh! Marahnya engga main-main." semua orang yang ada di kamar itu tertawa mendengar perkataan Abzali.
"Itu mah kamunya aja yang ngeselin, kadang tingkahmu bikin kepalaku mau pecah aja." Bela Asyila cepat, enak aja citranya jelek didepan mamanya.
"Udah, mending diminum jusnya. Tante mau keluar dulu menyiapkan makanan ataupun cemilan untuk kalian." tanpa menunggu salah satu dari mereka menyela, Valaxie berjalan keluar kamar membiarkan putrinya menghabiskan waktu dengan sahabat-sahabatnya.
Selepas kepergian Mamanya Asyila, Abzali dengan cepat mengambil segelas jus jeruk meminumnya dengan cepat. Bernapas lega saat tenggorokannya yang kering dialiri dinginnya jus jeruk itu, sejak tadi ia sudah haus tapi ditahan karena terkesan malu pada mama Asyila.
"Kamu haus atau apasih Ab, untung mamanya Asyila udah keluar kamar coba aja melihat kamu rakus banget kayak gini, malu aku sebagai sahabat kamu." tegur Zurais yang ada disamping Abzali, mereka memang duduk kursi yang dekat dengan ranjang, kursi itu mereka angkut dari taman belakang. Sedang Visam duduk pinggir ranjang dan Alena di belakangnya sibuk bermain ponsel.
"Aku engga bakal kayak gini kalau Tante masih ada disini, bakal malu juga kali." balasnya kesal, menyimpan gelas kosong yang ada di genggamannya pada meja kecil yang juga mereka angkut dari luar.
"Oh iya Syil, lo engga menyelidiki siapa yang geledah rumah lo?" setelah menyimpan ponselnya Alena memilih bersuara, begitu malas mendengar pertengkaran kecil antara Zurais dan Abzali.
"Kurang tau juga lebih jelasnya siapa, tapi menurut dokter itu katanya musuh ayah aku. Belum nanya sama mama siapa orangnya mungkin pas lagi berdua nanti aku bakal nanya sama mama soal ini." jawab Asyila, memilih menegakkan badannya karena sejak tadi memeluk Visam, kasihan juga kalau kelamaan nanti pinggangnya sakit.
"Kok gue ngeri ya bayangin di posisi lo. Hidup yang awalnya aman tentram tanpa masalah ribet malah sekarang berbanding terbalik. Di teror beberapa kali sampe mau dibunuh lagi, itu orang kurang kerjaan apa gimana sih? Padahal gue pikir hal kayak gini cuman ada di film doang." Abzali mengangguk setuju dengan perkataan Alena, tumben sekali keduanya akur.
"Benar banget apa yang Alena bilang, padahal baru kemarin aku nonton film action dimana sang perempuan yang mau dibunuh karena dendam lama ehh malah hampir kejadian sama sahabatku sendiri." ujarnya membenarkan, Alena menatap Abzali jengah
"Lo ngapain ngikutin gue hah? Mau gue tinju?"
"Jadi perempuan yang kalem dong Al, jangan nyeremin banget kayak gini. Kapan punya pacarnya kalau liat mukanya aja udah bikin cowok lari semua." bukan Abzali yang menjawab tapi Zurais dengan suara tenangnya yang dibalas Alena dengan dengusan kesal.
"Dia mana mau dengerin," sahut Abzali membuat Alena semakin kesal.
"Udah jangan saling adu argumen, banyak anak-anak yang nanyain kamu Syil. Katanya kenapa engga masuk? Mungkin mereka kangen sama omelan kamu sama mereka makanya engga ada kamu kelas rasanya hambar banget." Asyila tertawa mendengar perkataan Visam, iya juga sih! Kalau Asyila ada dikelas maka bakal lebih banyak terus.
Kaum laki-laki aja kadang jengah melihat Asyila yang tidak kekurangan energi sama sekali padahal sudah seharian di kelas, malahan jika dalam mode jahil Asyila akan menganggu mereka yang sedang tidur atau mengganggu mereka yang sedang mabar di pojok kelas. Mudah sekali, cukup bernyanyi disamping mereka maka wajah mereka semua akan suram seketika. Sang penganggu datang.
"Pas aku udah meras baikan,liat aja. Bakal ku ganggu mereka semua biar tau rasa." ujarnya masih dengan tawanya, Abzali mengacungkan dua jempolnya pertanda mendukung sedang Visam tersenyum manis melihat Asyila yang begitu bahagia.
"Capek juga ya rebahan mulu," lanjut Asyila
"Yakali rebahan bikin capek, kamu tuh harusnya bersyukur belum di hadapkan dengan tumpukan tugas. Aku aja setelah dari sini harus ke tempat kelompok bareng biar tugasnya cepat selesai." disini, Abzali-lah yang paling bisa mengimbangi sikap cerewet Asyila makanya ia lebih banyak bicara.
Valaxie menatap anaknya dengan senyuman mengembang dari balik cadarnya, setidaknya untuk sementara waktu anaknya baik-baik saja tanpa pengganggu sama sekali.