Chereads / DEUXIEME AMOUR / Chapter 5 - Bab 05

Chapter 5 - Bab 05

Di bawah lampu temaram wajah Jozh terlihat semakin menyeramkan ketika menyeringai buas. Gairah membara terlihat jelas di mata jozh. Dengan kasar membuka kain yang menyumpal mulut Calista. Tatapannya penuh pemujaan membuat Calista semakin di kecam rasa takut.

"Kamu cantik sekali Honey. Apa kamu tahu Honey, saat – saat kebersamaan seperti inilah yang selalu ku rindukan selama ini." Setelah itu langsung menghabisi bibir Calista tanpa ampun. Mendapati bibir yang sangat di damba tak juga menyambutnya segera menggigit bagian bawah, dengan kasar melesakkan lidahnya masuk. Tak ada cinta dalam ciumannya kecuali luapan rasa marah dan juga frustasi. Sementara Calista merasa sangat jijik hingga rasanya ingin muntah.

Jozh pun segera memberi jarak, tatapannya tak pernah lepas dari wajah cantik Calista. "Kau harus melayaniku penuh rasa cinta seperti dulu Honey."

"Tidak sudi!"

"Jadi kau lebih suka aku paksa, hah?" Jozh pun mulai melepas kancing kemejanya dengan tatapan penuh nafsu.

"Apa yang mau kamu lakukan, hah? Lepaskan aku!" Teriak Calista.

"Ayo berteriak lah sekencang – kencangnya Calista sayang karena tak akan ada satu orang pun yang datang menyelamatkanmu."

"Ini namanya penculikan! Ku pastikan kau akan mendekam di dalam penjara!" Meskipun tubuhnya menggigil ketakutan, Calista coba menutupinya.

"Berdebah, aku sama sekali tak peduli. Yang ku inginkan hanyalah memberimu hukuman karena sudah berani meninggalkanku!"

Jemarinya terulur membelai pipi Calista. "Dan apa ini, hum? Kau takut padaku?" Bibir kokoh Jozh menyungging seringaian penuh kemenangan.

"Jangan takut Honey karena kau akan memberimu hukuman kenikmatan bukan kesakitan seperti yang biasa ku lakukan dulu. Setelah itu barulah ku serahkan diriku pada polisi."

"Kamu gila Jozh! Lepaskan aku sekarang!"

"Jangan berisik jika tidak ingin merasakan sakit di sekujur tubuhmu ini!" Bentak jozh membuat tubuh Calista semakin menggigil ketakutan.

"Jangan bertingkah seperti wanita baik – baik. Aku tahu sudah berapa banyak laki – laki hidung belang yang menidurimu selama kau masih menjadi istri ku." Ucap Jozh murka. Satu hal yang tak ia mengerti kenapa wanita yang sangat di cinta dengan tega mengkhianati janji suci pernikahan hingga ia memilih meluapkan kekecewaannya pada Lana.

"Seburuk itukah kamu berfikir tentangku Jozh? Hebat, Mama mu memang wanita yang luar biasa hebat karena sudah berhasil meracuni pikiranmu, mengalahkan rasa cintamu, melupakan betapa sulit perjuangan kita dulu hingga kamu tega menyiksaku selama bertahun – tahun. Memberiku pil pahit pernikahan, apa kau sadar yang kau lakukan selama ini Jozh? Kau telah menyakitiku, menghancurkan hidupku! Dan sekarang kau ingin mengulang kesalahan itu lagi, hah? Apa belum puas kamu menyakitiku Jozh? Belum puas, hah?"

Suara dan juga tatapan Calista menyirat adanya kejujuran. Kepahitan masa lalu telah kembali membelenggu. Kenyataan yang baru saja menghantam kesadaran Jozh menyisakan rasa ngilu di hati sehingga langsung beranjak dari ranjang. Jemarinya terulur membelai rambut Calista kemudian menghujani puncak kepala dengan kecupan penuh penyesalan.

Kini Jozh melepaskan ikatan, mengusap pergelangan tangan yang mulai membiru. Mengecupnya lembut kemudian mendekatkan wajahnya mencium bibir Calista sekilas. Ciuman yang penuh dengan kerinduan bercampur rasa penyesalan sekaligus luka mendalam.

"Aku akan datang kembali dan mengobati setiap lukamu Honey, itu janjiku." Setelah itu langsung melenggang pergi meninggalkan Calista seorang diri hanya di temani cahaya temaram. Dengan tubuh yang masih bergetar hebat Calista coba mencari pintu keluar dengan menyisir dinding untuk segera meninggalkan tempat terkutuk itu.

Sementara Calvino di buat cemas menunggu kepulangan Calista. Berkali – kali melirik jam yang menggantung di dinding. Arah jarum jam sudah menunjukkan pukul 01 dini hari akan tetapi Calista belum juga sampai di rumah. Satu hal yang sangat ia sesalkan kenapa tak menjemput adiknya lebih dulu dan malah menghadiri meeting yang seharusnya bisa di handle oleh orang kepercayaannya.

"Kamu dimana sayang?" Ucapnya entah pada siapa karena nyatanya tak ada siapa pun di sana. Berkali – kali coba menghubungi ponsel Calista akan tetapi tetap saja tak ada jawaban.

Calvino langsung meraih kunci mobil akan tetapi belum sempat melangkah ke garasi sayup - sayup terdengar langkah kaki menaiki tangga. Calvino langsung berlari ke sana dan yang di lihatnya ini sungguh membuat hatinya merasa lega.

"Syukurlah kau sudah pulang sayang. Apa terjadi sesuatu di kantor?" Tanyanya penuh selidik. Tanpa menjawab hanya menggelengkan kepala kemudian bergegas menuju kamarnya.

"Calista, tunggu!" Yang di panggil langsung menolehkan wajahnya.

"Kenapa jam segini baru sampai rumah, sebenarnya apa yang terjadi? Dan kenapa ponselmu tidak dapat di hubungi? Katakan!"

"Tidak terjadi apa – apa kak. Ponselku mati. Aku lelah aku mau istirahat," ucapnya sembari mengusap rahang Calvino.

"Tanganmu, kenapa ini?" Calista pun langsung terperenyak tak tahu harus beralasan apa.

"Calista, jawab! Kenapa tanganmu membiru?" Tak mungkin menceritakan kejadian sebenarnya akhirnya Calista berbohong dengan menjelaskan bahwa tangannya terkilir.

"Lain kali harus lebih hati – hati. Ayo biar kakak obati dulu lukamu."

"Ini hanya luka kecil. Aku bisa obati sendiri kak. Hari ini aku sangat lelah jadi aku ingin langsung istirahat. Good night kak Calvin."

"Good night too sayang."

Pasti sudah terjadi sesuatu denganmu Calista. Tak biasanya kau pulang sampai selarut ini. Calvino membatin dengan mengunci tatapan pada punggung ringkih Calista yang semakin lama semakin hilang dari pandangan.

Pagi ini Calvino bangun lebih pagi karena harus menghadiri meeting penting. Sebelum melenggang ke kantor lebih dulu menyiapkan sarapan untuk Calista dan tak lupa menyelipkan note yang di taruh di atas nakas.

Calista yang baru saja membuka mata di kejutkan dengan tirai kamar yang sudah terbuka. Ia berfikir pasti kakaknya yang melakukan ini semua. Biasanya Calista lah yang bangun lebih pagi tapi hari ini ia bangun kesiangan. Tanpa sengaja ekor matanya menangkap note yang tergeletak di atas nakas.

***

Good morning adik kesayanganku.

Sarapanmu sudah siap. Jangan sampai lupa sarapan. Kakak berangkat lebih dulu karena ada meeting penting dengan klien. Nanti siang kakak jemput ke kantormu untuk makan siang di restoran pavorit kita.

- Kak Calvin -

***

Calista membacanya dengan mengulas senyum. Tak ingin terlambat ke kantor segera melesat ke kamar mandi. Sebelum berangkat lebih dulu memanjakan lidah dengan masakan kakak tercinta.

Seandainya aku bisa menemukan lelaki sehebat kak Calvin, Calista membatin sembari menghembus nafas berat.

Siang ini Calvino menepati janjinya dengan mengajak Calista makan di restoran favorit. Selesai menyantap menu makan siang langsung mengantar Calista ke kantor dan berpesan supaya Calista jangan pulang larut malam.

"Pasti kak, hati – hati."

Calvino langsung mengulas senyum lalu mengemudikan mobil menuju kantornya. Sementara Calista langsung melenggang menuju ruangannya, kembali di sibukkan dengan pekerjaan.

Akhir – akhir ini Calvino sangat disibukkan dengan pembangunan cabang baru sehingga sedikit mengabaikan keberadaan Calista. Tanpa Calvino tahu Jozh lebih sering datang ke kantor. Dan hal tersebut tentu saja mencipta rasa tak nyaman bagi Calista karena bayang masa lalu yang terus saja mengintai.

Ingin rasanya Calista meninggalkan kota ini dan pergi ke tempat yang sangat jauh, sekalipun harus tinggal di kota terpencil ia tak peduli. Akan tetapi tanggung jawab yang di embannya sekarang ini tak bisa ia tinggalkan begitu saja. Terlebih tak mau membiarkan kakaknya memikul tanggung jawab sebesar ini seorang diri.

Selama ini Calvino sudah banyak berkorban, tak adil rasanya jika harus merenggut kebebasan kakaknya. Sudah sepantasnya Calvino mengecup yang namanya kebahagiaan bukan malah menghabiskan hari – hari dengan berbagai urusan kantor.

Memikirkan kakaknya hanya membuat miris hati mengingat pernikahan Calvino yang di batalkan demi berlangsungnya pernikahannya bersama Jozh. Rasa sayang Calvino sangat besar mengalahkan rasa sayangnya pada diri sendiri dan hal itulah yang membuat Calista tak tega untuk membebankan semua tanggung jawab ke pundak kakaknya.

Di saat sedang tenggelam dengan pikiran sendiri tiba – tiba terdengar suara keributan di luar. Calista segera bergegas mencari tahu dan alangkah terkejutnya mendapati Jozh sedang bertengkar dengan kakaknya.

"Seret lelaki keparat ini keluar gedung!" Perintah Calvino pada security.

"Awas kau Calvino. Untuk saat ini kau bisa menang tapi kita lihat saja kejutan apa saja yang sudah ku siapkan untuk adik mu tercinta, Calista Earle Kafeel."

Tak ingin meladeni Jozh yang sudah hilang akal sehat, Calvino hendak melenggang menuju ruangan adiknya dan betapa terkejutnya mendapati adiknya berdiri di depan pintu dengan tatapan nanar. Segera membimbing Calista masuk.

"Bibirmu berdarah kak."

"Sudahlah Calista, ini hanya luka kecil."

"Biar ku obati dulu."

"Tak perlu Calista. Ini hanya luka kecil." Kemudian menggenggam jemari Calista sesekali meremasnya kuat. "Hari ini Papa dan Mama kembali ke Indonesia. Bagaimana kalau untuk sementara waktu kakak antar ke Bandung? Setidaknya ada Mama yang menemanimu jadi kakak bisa tenang."

"Tapi bagaimana dengan pekerjaan?"

"Lupakan urusan pekerjaan sayang."

Tanpa menunggu lama langsung mengajak Calista kembali ke Bandung. Sepanjang perjalanan ada sebuah mobil yang mengikut dari belakang yang di yakini Calvino bahwa yang mengemudikan mobil tersebut pastilah Jozh. Tanpa sepengetahuan Calista langsung memberi perintah pada anak buahnya untuk mengamankan lelaki tersebut.

Kedatangan keduanya langsung di sambut Bi Minah. "Bibi senang Den Calvin dan Non Calis kembali ke rumah ini lagi."

"Apa Papa sudah datang Bi?"

"Belum Den."

"Ya sudah tolong bawakan barang – barang kami ke kamar ya Bi."

"Baik Den."

Malam ini Calvino tak bisa tidur seperti malam – malam sebelumnya karena Calista seringkali terbangun di tengah malam dengan keringat dingin mengucur deras membasahi tubuh. Ingin rasanya memindahkan Calista ke kota yang sangat jauh sehingga adik tercintanya tersebut bisa memulai kehidupan yang baru tanpa adanya bayang – bayang masa lalu.