Al menatap kearah Anya. Pemuda itu kembali ketempat si gadis yang terlihat jelas masih ketakutan.
Ia berjongkok didepannya, menatap lekat ekspresi wajah yang gadis itu tampilkan. Penampilan nya yang berantakan bak korban pengeroyokan terlihat menyedihkan dimata Al, pemuda itu berusaha menahan diri untuk tidak lepas kendali ingin kembali menghajar pria yang masih terbaring itu.
Entah dia masih hidup atau tidak. Al tidak peduli.
"A-al?"
"Iya?" Sorot mata pemuda itu melembut menatap manik biru dihadapannya.
"Gue-" Al jelas melihat raut ketakutan diwajah Anya.
"yok pulang." Tangan anya ditarik pelan agar ia bisa berdiri, tas selempang yang tergeletak dilantai tadi ia bawa bersamaan dengan si gadis, mereka menuju kendaraan motor yang ia parkirkan asal ditepi jalan. Pemuda itu bahkan tidak mencabut kunci motor yang masih menggantung disana.
Anya berhenti saat mereka sudah berada didepan motor hitam milik Al, kepalanya masih tertunduk kebawah menatap kakinya yang hanya beralaskan sendal jepit hitam berbulu.
"Gu-gue gak mau pulang."
Al mengkerut kan dahinya bingung. "Nya, kalau lo gak pulang terus mau kemana?"
"Pokoknya gak mau pulang!" Nada gadis itu meninggi tanpa sadar. Al menghela nafas kasar. Keadaannya sedang tidak baik sekarang untuk hanya sekedar berdebat.
"Nya, jangan keras kepala. Ini udah larut, kalau gak pulang terus lo mau kemana? Lo liat barusan kan? Lo hampir aja celaka." Tangan ramping itu ditarik mendekat kearah motor, mengisyaratkan agar gadis itu menaiki kendaraan beroda dua itu.
"Ta-takut.." Al berhenti. eksistensi nya terfokus pada gadis dihadapannya yang tengah bergetar.
"Gue takut, Al" lanjutnya diiringi isak tangis yang tanpa sadar keluar.
Pemuda coklat itu termangu, dadanya mendadak sesak saat melihat bulir bening itu membanjiri wajah terlukanya Anya. Tubuh bergetar itu ia tarik pelan, mendekapnya erat berusaha menenangkan. Al berusaha paham dengan keadaan Anya sekarang.
Ia tidak tau apa yang terjadi pada gadis itu, ia tidak tau apa-apa tentang Anya. Ia menyesal karena tidak mencari tau. Ia menyesal sudah membiarkan gadis itu mengalami hal buruk.
Al sakit.
Melihat gadis dipeluknya yang menangis terisak itu sungguh menyakitkan hati.
.
.
.
.
.
Chika yang sedang menikmati minuman dingin itu melirik kearah pintu yang terbuka, menampilkan adik laki-laki pertamanya yang berjalan sambil membawa tas selempang yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.
Gadis 24 tahun itu berjalan mengendap-endap, hendak mengagetkan Al dari belakang yang malah dikagetkan dengan sesosok wanita yang berjalan dibelakang pemuda coklat itu.
"Al!"
Kedua remaja yang tengah berbincang itu terlonjak kaget, Pandangan mereka terpaku pada sosok gadis yang berdiri diujung anak tangga, sambil tangan yang menggenggam segelas air.
"Chik, untung lo belum tidur." Al berjalan mendekati sang kakak yang jelas-jelas menampilkan wajah penasaran. "Gue pinjem baju lo, kasikan ke dia" Tangan kanannya menunjuk Anya yang masih berdiri sambil menggendong kucing hitam yang tadi mereka keluarkan dari tas.
"Itu cewe siapa yang lo bawa kerumah hah?" Chika berucap sambil berbisik kearah sang adik yang terlihat biasa saja.
"Cewe gue." Al balas berbisik kearah Chika yang jelas terlihat syok mendengar pernyataan pemuda coklat didepannya.
"Nya, lo ikutin aja kakak gue."
"Hah, tapi-" Al menutup mulut Chika yang hendak protes, sambil mengisyaratkan kepada sang kakak agar menuruti perkataannya.
Anya mengangguk, mengikuti Chika yang berjalan lunglai didepannya. Ujung matanya melirik kearah Al yang berjalan ke dapur, pemuda itu terlihat membuat sesuatu, entah itu makanan atau minuman.
Pintu berstiker Doraemon itu terbuka, menampilkan ruangan khas cewe bercat biru muda. Chika berjalan kearah lemari, mengambil baju yang sekiranya bisa ia pinjamkan untuk gadis bermanik biru tersebut.
"Mandi aja dulu." Gadis 24 tahun itu menyerahkan piyama bewarna hijau toska dengan gambar kartun kodok yang pernah ia lihat ditv dulu. "Handuknya ada dikamar mandi, pakai aja." lanjutnya sambil menunjuk ujung ruangan yang terdapat pintu geser bewarna coklat jati.
Tidak menjawab, gadis itu hanya mengangguk lalu berjalan menuju ruang mandi yang berada di sana.
Sembari menunggu gadis itu membersihkan diri, Chika kembali meminta penjelasan kepada sang adik yang tengah membuat dua gelas susu di dapur. Tanpa aba-aba, Tangan ramping itu melesat mulus memukul kepala berhelaikan mahkota coklat itu keras.
"Anjir, sakit Chik." Al mendengus, mengusap kepalanya yang berdenyut. "Itu cewe siapa yang lo bawa hah?!" Al kembali menutup mulut perempuan didepannya gemes.
"Suara lo, kecilin dikit bisa gak?" Tangan yang menutup mulut itu ditepis, "kalau gitu jelaskan."
"Gue juga gak tau apa-apa tentang dia, yang gue tau dia sekarang lagi dalam bahaya. Dan yang pasti, dia gak punya siapa-siapa selain gue." Al berusaha meyakinkan sang kakak agar mau ikut membantu jika keluarganya yang bertanya.
"Jadi, gue mohon bantuan lo. Ya kak...." Chika mengkerutkan alis mendengar kata kakak' yang Al lontarkan.
"Yaudah, gue bantu. Tapi lo harus siapin dompet buat gue."
"Iyaiya, makasih ya kakak gue paling cantik."
Yah, tidak apalah. Toh, Al tidak akan bangkrut jika membelikan Chika satu atau dua tas yang ia inginkan.
"oh iya satu lagi, Anya tidur dikamar lo ya malam ni." Setelah itu, ia pergi membawa minuman yang tadi ia buat, mengabaikan protes yang hendak Chika lontarkan.
Al masuk kedalam kamar yang ditempati Anya sambil tangannya membawa nampan merah. "Lo udah baikan?" Gadis itu mengangguk.
"Nih, minum." nampan itu ia letakkan diatas meja dan menyerahkan gelas yang berisikan susu coklat itu kepada si gadis yang masih setia terdiam.
"Gak usah takut, lo aman disini." Tiga kata yang dilontarkan pemuda coklat itu, ternyata dapat membuat ketakutan si gadis perlahan hilang.
Anya menunduk, berusaha agar Al tidak melihat bulir air yang menuruni pipi merah si gadis. Mungkin Al tidak sadar bahwa kata-kata yang ia ucapkan barusan dapat menyelamatkan seseorang. Apalagi seseorang seperti dirinya.
Tapi sayang, sekeras apapun Anya menutupi kesedihannya, Al akan tau. Apapun itu, ia pasti sadar. Bahkan sekarang pun ia sadar, bahwa gadis yang ada didepannya kini tengah menahan tangis.
Pemuda coklat itu menarik pelan si gadis kedalam pelukannya, badan kecil bergetar itu ia dekap erat, membuat si gadis sedikit memberontak, tapi Al semakin mengeratkan pelukannya. Mengelus lembut punggung rapuh itu dan Anya kembali tenang.
"Nya, Lo aman disini. Sama gue."
Tubuhnya kini bergetar disusul isakan pelan, membuat Al ikut merasakan sakit.
Dihatinya.
Al tak tahan, ia ingin sekali menanyakan apa yang terjadi pada Anya. Tapi ia tidak ingin membuat gadis itu terluka. Ia takut, jika rasa penasarannya akan membuat gadis itu kesakitan.
Al akan menahannya, ia akan menunggu sampai Anya sendiri yang akan menceritakan semua tentangnya. Seberapa lama pun, ia akan berusaha untuk menunggu.
Al yakin seribu perhatian akan meluluhkan kerasnya tembok yang anya bangun.
#002