Chereads / Really I Want / Chapter 60 - Chapter 59

Chapter 60 - Chapter 59

Arini tidak menyangka bahwa Zea akan membuka kedua matanya. Akhirnya penantian mereka terbayarkan. Arini tak bisa mengungkapkan banyak kata selain bersyukur. Dia menangis terharu melihat keadaan Zea. Walaupun mukanya masih terlihat pucat, tetapi rasa khawatirnya terhadap Zea lumayan berkurang.

Begitupun Dian, dia langsung mendekati Zea. Teman kecilnya kini telah sadarkan diri. Tanpa terasa Dian menitikkan air mata karena sangat terharu. Dia langsung menghapus jejak air matanya agar Zea tidak mengetahui bahwa dirinya menangis. Kalau pun Zea melihatnya, biarlah Dian diejek cengeng yang terpenting dirinya sangat bahagia melihat kondisi Zea sekarang.

"Alhamdulillah, tante khawatir banget sama kamu, Ze," kata Arini kemudian mengecup punggung tangan Zea.

Pak Rizqi tersenyum. Inilah alasan dirinya tidak mau berburuk sangka. Ternyata mereka adalah orang baik. Mereka sangat perhatian kepada Zea, tapi Pak Rizqi masih bingung hubungan diantara mereka kare mereka bisa sangat dekat dan bahkan mereka belum menyadari kehadiran dirinya, kecuali Dokter Andi.

Masih banyak orang yang peduli kepada Zea. Pak Rizqi kira di sini keluarga Diana hanya sebatang kara. Tetangga yang ada di kompleks rumah Diana memang kebanyakan cenderung pada kehidupan sendiri-sendiri, entah itu faktor dari Diana nya sendiri yang tidak mau bergaul dengan tetangga atau memang tetangganya sendiri.

Sejenak Pak Rizqi berpikir mengenai penyakit Zea. Sebegitu khawatirnya mereka melihat kondisi Zea, apalagi Dokter Andi yang sangat gerak cepat dalam menangani Zea. Pak Rizqi merasa bahwa Zea memiliki penyakit serius karena Zea sampai tak sadarkan diri. Jika Zea hanya pingsan, Zea akan cepat sadarnya dan tidak mungkin ada darah pada hidungnya ketika dirinya mengangkat Zea pada tadi malam.

Saat tadi dirinya bertanya mengenai penyakit Zea belum dijawab oleh Dokter Andi. Justru malah Pak Rizqi mendapati seperti bekas luka penganiayaan. Dia pernah ikut campur dalam urusan penganiayaan anak, apakah mungkin Zea juga dianiaya Diana? Sebab dirinya terkadang mendapati kedua mata Zea bengkak. Namun, kalau penganiayaan rasanya tidak mungkin, luka pada diri Zea tidak terlalu banyak dan Zea selalu berpenampilan rapi.

Dulu pada saat Pak Rizqi melaporkan kasus penganiayaan, anak yang dianiaya tersebut selalu berpenampilan acak-acakan, banyak luka-luka kecil pada tubuhnya, dan selalu terlihat murung jarang bergaul dengan teman lainnya. Pak Rizqi ingin mencari tahu apa yang terjadi pada diri Zea. Dia sadar bahwa perbuatannya memang terlalu ikut campur urusan orang lain, tetapi jika benar terjadi penganiayaan dan dilakukan terus menerus bisa berakibat fatal, baik kematian ataupun piskis pada anak.

Tujuan Pak Rizqi hanya ingin melindungi anak, lagi pula undang-undang perlindungan anak memang ada. Dia bisa melaporkannya kepada pihak yang berwajib dengan memberikan bukti-bukti yang kuat. Terkadang Pak Rizqi merasa heran kepada orang-orang yang tidak bersyukur dikaruniai anak banyak, sedangkan dirinya sangat menanti karunia anak dari Tuhan. Menurut Pak Rizqi, banyak anak banyak pula rezekinya.

Wajah Zea terlihat sangat pucat dan kebingungan. "Kenapa aku bisa di sini? siapa yang bawa aku ke sini?"

"Bapak yang bawa kamu ke sini Zea, sekarang kamu lagi di rumah sakit. Bapak sangat senang melihat keadaan kamu yang sudah membaik," kata Pak Rizqi sambil tersenyum.

Arini baru menyadari ada orang lain selain keluarganya. Dia merutukki dirinya sendiri karena merasa tidak sopan kepada orang lain. Gara-gara terlalu panik membuatnya cuek terhadap keadaan sekitar. Sikap yang baik ketika bertemu dengan orang lain dalam satu ruangan yaitu menyapa orang tersebut, bukan malah asal lewat saja.

Apalagi lelaki di depannya ini terlihat lebih tua daripada Arini. Secara tidak langsung Arini telah mengajarkan sikap tidak sopan kepada anaknya. Padahal sikap sopan santun dimulai dari sejak dini. Arini juga tidak tahu pasti bahwa Dian juga seperti dirinya atau malah sengaja diam tidak menyapa lelaki tersebut.

"Jadi, bapak yang mengantar Zea ke rumah sakit?" tanya Arini.

"Iya, Bu," jawab Pak Rizqi.

"Terimakasih, Pak. Maaf saya tidak tahu kalau ada bapak di sini. Saya baru sadar ketika mendengar suara bapak."

"Tidak apa-apa, Bu."

"Dian, minta maaf dulu sama Pak Rizqi!"

"Iya, Ma. Pak Rizqi, aku mau minta maaf karena sudah tidak sopan," ucap Dian. Sejak tadi dia sadar akan kehadiran Pak Rizqi, tetapi sifat pemalunya itu selalu menghalanginya untuk berinteraksi dengan orang lain. Dian lebih memilih diam jika bertemu dengan orang asing, kecuali ada keperluan mendesak seperti bertanya alamat. Malu bertanya sesat di jalan. Jika mau mencari alamat ataupun share lokasi memang ada bantuan dari google maps, tetapi untuk mencari alamat rumah biasa terkadang perlu bantuan arahan dari orang lain, kecuali pada tempat-tempat tertentu seperti rumah makan, kantor, tempat jual beli, dan lain-lain.

Mulut Pak Rizqi terasa gatal ingin menanyakan penyakit Zea lagi, tetapi waktunya kurang pas. Zea baru siuman dan mereka bertiga lagi bahagia. Pak Rizqi tidak mungkin merusak suasana mereka. Biarlah mereka menikmati momen tersebut.

"Nggak, aku nggak mau di sini. Nanti siapa yang akan bayar biaya rumah sakit? Pokoknya Aku mau pulang! Bawa aku pulang sekarang!" Pinta Zea sambil menangis.

Sejak mengetahui mempunyai penyakit yang cukup serius membuat Zea sadar, bahwa kematian itu pasti akan datang. Zea hanya tidak ingin orang merepotkan dan menghawatirkan orang lain. Jika dirinya akan mati diumur remaja, Zea sudah ikhlas menerima kenyataan itu.

"Kamu tidak usah khawatir, Zea. Biaya rumah sakit sudah lunas. Om, tante, dan Dian cuma minta kamu buat semangat agar cepat sembuh," ujar Andi.

"Enggak, om. Biaya rumah sakit buat pengobatan Zea terlalu mahal, apalagi di kamar VIP ini, sudah cukup Zea merepotkan kalian."

"Kita tidak merasa direpotkan karena kamu. Kita semua memang ikhlas membantu kamu. Bukannya kita semua sudah pernah bilang bahwa keluarga om sudah menganggap kamu seperti anak sendiri?"

Tangan Zea berusaha melepaskan selang infus, tetapi Andi langsung sigap menahan perbuatan Zea. Arini langsung memeluk Zea agar dia bisa tenang. Zea menangis dipelukan Arini. Dia sangat benci kepada dirinya sendiri karena sekarang terlalu lemah untuk menghadapi kenyataan dan terlalu banyak merepotkan orang lain.

"Zea, kamu yang tenang. Di sini tante selalu ada buat kamu. Kalau ada apa-apa bicaralah jangan seperti ini, sekarang kamu tidak perlu memikirkan banyak hal agar cepat pulih," pinta Arini sambil mengelus punggung Zea.

"Benar Zea, kamu harus istirahat total. Tolong dengarkan permintaan kami, kami nggak minta banyak hal sama kamu, tapi kita hanya ingin kamu sembuh," ujar Pak Rizqi.

Lain dengan Dian, selain khawatir, Dian masih tidak percaya atas apa yang Zea lakukan. Orang baru sadar biasanya sangat lemas, sedangkan Zea malah berontak. Sungguh benar-benar hebat temannya ini. "Zea, gue tahu bahwa lo itu hebat, pasti bisa melawan rasa sakit yang ada pada diri lo. Gue juga baru lihat ada orang baru sadar langsung berontak minta pergi dari rumah sakit. Gue nggak tahu, ini lagi mimpi atau nyata."

Zea melepaskan pelukan Arini. Dia menatap sekelilingnya mencari seseorang yang sangat berharga di hidupnya. Entah kenapa Zea merasa firasat buruk yang akan terjadi. Akhirnya Zea memutuskan bertanya kepada mereka. "Ana mana?!"