Elina tidak bisa menggembarkan perasaannya sekarang ini. sepulang sekolah, elina dikejutkan dengan berita dari sang ibu yang menerima perjodohan seorang pria. tidak ada angin, tak ada hujan, dan tak ada badai, seorang pria datang dan melamarnya dan langsung diterima baik oleh sang ayah tanpa mau repot repot mendengar pendapatnya sang anak.
elina termenung lama di depan meja rias di kamarnya. ia tek mengenal siapa lelaki yang melamarnya, ia bahkan tak pernah dekat dengan lawan jenis di kampusnya. apa maksud nya pria itu melamarnya?
tidak mungkin karna cinta, bukan?
bagaimana cinta itu ada sedangkan mereka bahkan tidak pernah saling mengenal satu sama lainnya. melihat batang hidung pria berumur 7 tahun lebih tua darinya saja belum pernah.
helaan nafas lelah keluar dari bibir mungil gadis yang kini sudah beranjak dari kursi depan meja riasnya menuju ranjang empuk berwarna abu abu tua. ia tidak bisa menolak jika orang tuanya sudah menjatuhkan pilihannya. tidak akan bisa ia tolak. ia akan selalu menurut pada orang tuanya.
merangkak pelan ke tengah ranjang bersiap siap tidur untuk menhadapi hari esok dimana calon suaminya bakal datang dengan keluarga besarnya. kembali gadis itu menghela nafas lelah, memikirkannya saja membuatnya pusing dan tak bersemangat. dan terbukti dengan ia yang tidak bisa tidur sama sekali.
"elina! cepat siap siap!" teriak ella -ibu elina- sambil mengetok keras pintu kamarnya.
gadis yang masih bergelut dengan selimut itu mengerjapkan matanya beberapa kali lalu segera duduk dengan lemas menatap jam dinding. jam 7.26 pagi. elina lantas meringis pelan dan memijit pangkal hidungnya pusing. ia baru saja tidur 2 jam yang lalu dan kini ia harus bersiap siap tersenyum palsu dihadapan keluarga nya dan tamu istimewa hari ini.
baiklah! mau tidak mau ia harus melakukan itu bukan? apalagi yang bisa ia lakukan selain menurut mengikuti permainan orang tuanya.
beranjak dari kasur empuknya, elina masuk kedalam kamar mandi, semoga dengan berendam dengan air hangat dan heharuman bunga bungaan dapat membuatnya bisa berfikir jernih tentang perjodohan ini. selesai dengan urusannya dengan bersiap siap, elina turun tangga secara perlahan masih berharap semua ini hanyalah salah satu mimpi buruk yang selama ini ia mimpikan setiap malam.
"jadi ini yang namanya elina!"
elina menoleh menatap bingung wanita paruh baya yang masih terlihat cantik meski wajah nya terdapat keriput halus. wanita itu mendekat dan langsung memeluk erat elina membuat gadis itu terkejut.
"sayang... kamu buat menantu kita terkejut tuh..."
selepas wanita cantik tadi memeluknya, elina menoleh mendengar suara berat di samping wanita tadi dan langsung merangkul wanita di hadapannya sembari terkekeh pelan melihat wajah kebingungan gadis berdres berwarna biru muda berlengan panjang dan sepanjang lutut membuat gadis itu sangat terlihat cantik di mata kedua pasangan itu.
"maaf ya sayang... soalnya mama kangen banget sama kamu." wanita itu tersenyum hangat, mengenggam kedua tangan elina dengan tatapan berbinar.
"hah?" reflek elina tercengang melihat kedua pasangan itu bergantian.
menantu?
mama?
kangen?
apa maksud nya ini?!
kepala elina sontak memiring sedikit ke kanan tanda ia bingung sama sekali dengan keadaan sekarang ini. kedua pasanga lanjut usia tersebut terkekeh geli melihat tingkah gadis itu yang bakal menjadi menantu dan putri mereka.
wanita itu mengusap lembut puncak kepala elina lembut dan turun ke pipi tembem gadis itu. matanya tak pernah lepas menatap elina dengan sorot mata berbinar senang. "nama mama kalia sayang.. dan ini papa luther," kaila menjeda sebentar, ingin melihat reaksi gadis yang ia gengam tangannya lembut. namun harapannya langsung sirna melihat kerutan bingung di dahi gadis itu.
"sayang... kamu lupa ya sama mama..."
kerutan di kening gadis itu semakin jelas, berusaha mengigat pasangan ini, namun tidak satu pun terlintas di pikirannya ia mengenal kedua pasangan ini. refleh elina menggelengkan kepalanya pelan, taku membuat mereka tersinggung.
"lebih baik kita duduk dulu yuk! kasian elina kebingungan dan terkejut dapat serangan mandadak dari kamu" ucap luther lembut lalu memimbing istri dan calon menantu mereka duduk, dimana di sana semua keluarganya sudah berkumpul. kening elina berkerut melihat seorang pria asing duduk dengan gagah di impit oleh ibunya dan elena -adik kembarannya-, pria itu terus menatap intens elina membuat gadis itu risih.
elina duduk disamping kaila yang tak pernah melepaskan pautan tangan nya pada gadis itu. senyuman hangat masih menghiasi wajah cantik kaila membuat elina merasa tenang dan nyaman.
"sayang... kita sudah 3 kali bertemu loh, dan satu pun kamu sama sekali tidak mengingat mama?" tanya kaila penuh harapan. kembali, elina mengerutkan keningnya berusaha mengingat kejadian apa yang ia lewati bersama wanita di hadapannya ini.
dan seketia mata elina melebar terkejut. ia ingat! wanita di hadapannya ini adalah wanita yang ia tolong di pusat berbelanjaan dekat kampusnya.
"kamu sudah ingat!" elina mengangguk, ia ngat sekarang karna melihat tanda lahir bulatan kecil berwarna hitam di leher wanita ini.
"mama telima kasih banget loh, berkat kamu mama jadi tak terlambat ke acara penting mama." kaila menatap elina lembut dan mengelus lembut tangan gadis itu yang sedari tadi ia genggam erat seakan seakan takut kehilangan sosok yang ia cari selama ini. "trus, apa kamu ingat sama pertemuan kita selanjutnya?"
elina menatap pria dibelakang kaila bingung, kali ini ia benar benar lupa apakah mereka bertemu lagi setelah ia membantu kaila membawa semua barang belanjaannya dan menemani wanita ini menunggu supir pribadi nya datang dengan bercanda riang.
"sayang... jangan buat elina pusing mengingat kejadian itu," luther mengusap punggung istrinya lembut lalu menatap elina hangat. "kita bertemu di acara amal anak anak jalanan dan yatim piatu di kampus kamu. kamu jadi relawan bukan di acara itu?" elina mengangguk membetulkan ucapan pria paruh baya ini, tapi ia masih belum ingat pernah bertemu dengan mereka.
"kita memang tidak saling menyapa tapi papa dan mama kamu ini berpidato singkat loh sebelum acara itu dimulai. masak kamu tak ingat sama sekali siapa donasi terbesar yang menyumbang makanan dan dana untuk para relawan dan anak anak jalanan..."
setelah mendengar penjelasan dari luther, meta dan mulut elina langsung melebar besar. dasar bodoh! kenapa ia tidak ingat kedua padangan ini adalah dekan dan pemilik kampus nya. gadis itu meringis pelan, melupakan fakta penting ini sangatlah memalukan bagi nya.
"wajar kamu tidak kenal sama kami mengingat kami sangat jarang ke kampus, dan lagi kamu terlalu sibuk mengurus acara itu membuat mama kamu ini mengambek kesal karna tidak bisa menyapa kamu." luther terkekeh pelan mendengar suara dengusan dari istri mungilnya ini.
"mama pengen kali loh ketemu kamu lagi, tapi mama lupa menanyakan nama kamu pas kita di mol hari itu. namun melihat kamu lagi di acara amal itu, mama jadi pengen cepat cepat ketemu dan memeluk gadis kecil tembem mama ini..." kaila mencubit gemas kedua pipi tembem elina.
gadis kecil tembem?
elina menunjuk mukanya sendiri dengan raut wajah bingung menghiasi wajah manisnya. apa gadis kecil tembem itu dirinya?
kaila benar benar gemas dengan gadis ini. ingin sekali ia kembali mencubit habis kedua pipi gadis ini kembali. "iya sayang... itu kamu, mungkin kamu sudah tidak ingat lagi dengan pertemuan kita yang pertama kalinya meningat kemu saat itu masih kecil, kalau tidak salah kamu berumur 5 tahun." kaila berhenti sejenak, manatap tautan tangan mereka dan mengelus kembali dengan lembut tangan mulus elina. "saat itu kamu tolongin mama pada saat mama jatuh di taman sendirian. walaupun kamu takut dengan darah, tapi kamu tetap berusaha mencari bantuan untuk mama dan selalu berteriak memanggil mama agar tetap terjaga."
kaila terkekeh pelan, mengingat kembali wajah lembab elina kecil yang berusaha keras memanggilnya terus agar terus terjaga. saat itu elina kecil menangis sejadi jadinya dan selalu mengucap "JANGAN TIDUR" dengan air mata yang tak henti hentinya mengalir.
luther mengusap bahu istrinya lembut, menyalurkan kehangatan pada istri tercintanya. hari itu adalah hari yang paling mengerikan bagi nya, ia hampir kehilangan seseorang yang ia cintai untuk selama lamanya. hati nya terluka kembali mengingat berapa ia tak becus sebagai kepala rumah tangga untuk menjaga mereka berdua.
melihat mata kaila berkaca kaca, reflek elina berbalik menggenggam tangan kaila lembut dan menatap wanita itu sedih. kaila tersenyum, ia semakin yakin dengan keputusannya kali ini.
"sayang... jika bukan karna kamu, mungkin mama bakal ikut pergi bersamanya." seketika suasana hangat tadi berubah menjadi hening mencekam setelam mendengar suara kaila yang terdengar memilukan.
entah apa yang mengerakkan tubuh elina yang sekarang sedang memeluk erat tubuh kaila yang terlihat rapuh dimatanya danmengusap usap lembut punggung wanita itu. dapat ia rasakan bahunya terasa basah dan tubuh kaila terasa bergemetar. isakan pilu terdengar jelas membuat semua orang di ruangan itu terdiam bisu.
luther hanya bisa tertunduk lesu, berusaha menenangkan dirinya dan emosinya. nafasnya terasa sesak seperti terhimpit batu besar ketika mendengar suara isakan nangis kaila. pria itu mendekat, mengelus bahu bergemetar kaila lembut dan menenangkannya dengan kata kata hangat.
seorang pria datang menghampiri lalu berjongkok dihadapan kaila dan mengusap paha wanita itu lembut. "mama..." kaila seketika langsung melepas pelukannya kemudian menatap putranya senduh. ah... ia lupa akan janjinya pada putranya ini
"maaf ya sayang... mama jadi ingkar janji sama kamu." dengan sigap kaila mengapus airmatanya dengan cepat. lalu mengelus puncak kepala sang putranya." mama gak akan nangis lagi, sayang..."
pandangan kaila beralih ke elina yang juga menatapnya senduh dan itu membuatnya terkekeh pelan karna kembali mengingat wajah kesil gadis ini. "kamu ingat gak, dulu kamu sering banget datang ke kamar nginap mama di rumah sakit, trus kamu selalu cerita panjang lebar dengan antusias biar mama gak sedih lagi."
gadis itu mengangguk, ia ingat sekarang. seorang wanita yang ia tolong ditaman bermain dekat komplek rumahnya lama.
saat itu ia ingin main ayunan sendirian namun langkahnya langsung terhenti melihat disana yang lebih tepatnya di dekat ayunan yang sering ia mainkan, terdapat seorang wanita yang terdududk di tanah sambil meringis kesakitan dan elina masih ingat jelas ada genangan darah di paha wanita itu.
elina kecil panik, berlari mendekat dengan kaki yang bergemetar melihat jelas darah itu ketika wanita itu menatapnya dan meminta pertolongan.
elina langsung berlari keluar taman dengan sekuat tenaganya, sesekali ia terjatuh namun ia langsung berdiri mengabaikan rasa sakit di lutut nya. melihat seorang pria dewasa di ujung sana, elina langsung menarik nya tanpa mengatakan apa pun.
pria itu luther, ia ingat ketika elina melihat pria itu, dia terlihat kewalahan dan seperti mencari seseorang. pria itu langsung mengangkat tubuh wanita itu ke dalam mobilnya.
elina ikut bersama mereka ketika pria itu melihat luka cukup parah di lutut gadis kecil itu.
setiba di rumah sakit, elina berpisah dari kedua pasangan itu. ia di bawa ke ruangan perawat untuk di perban lutut nya yang terluka. selepas itu, ia pergi mencari pria dan wanita tadi yang membawanya ke sini.
langkah kaki kecil itu terhenti kala netranya melihat pria yang membantunya tadi menangis terseduh seuh di depan seorang pria paru baya yang mengunakan jas berwarna putih.
"maaf kan kami, tapi salah satu dari mereka yang dapat kemi selamatkan mengingat banyaknya darah yang dikeluarkan pasien..." pria berjas putih itu berucap lalu terhenti. ia seperti tidak ingin melanjutkan kalimatnya. "jadi, apa keputusan bapak? kami harus cepat bertindak..." ucap pria itu lagi dengan tegas.
luther benar benar frustasi saat itu, disisi lain ia tidak ingin istrinya yang ia cintai pergi meninggalkannya tapi ia juga tidak mau putrinya, darah dagingnya pergi tanpa tahu siapa dirinya dan dunia ini.
luther yang dilanda kebingungan merasa celananya ditarik tarik. ia menunduk dan menatap bingung gadis kecil yang terlihat imut dengan pipi yang tembam.
"paman! dimana tante cantik tadi? tante nya baik baik aja kan paman?" tanya elina kecil dengan suara khas anak kecil yang terdengar mengemaskan.
luther tersenyum tipis, menundukkan badannya sejajar dengan dagis kecil tadi dan mengelus lembut kepala elina kecil. "tante cantiknya baik baik aja kok sayang, nanti kita lihat ya, tante cantiknya.."
elina kecil menganguk antusias.
luther sudah membulatkan keputusannya, tanpa melihat dokter di belakangnya, pria itu berucap. "selamatkan istri saya." mendengar iru, dokter itu pergi meninggalkan mereka.
sepeninggalan dokter, elina terus bertanya kenapa tante cantik tadi kesakitan dan mengeluarkan banyak darah. mendengar itu, luther menggendong gadis kecil itu lalu mendudukkan di pangkuannya. pria itu mengelus lembut kepala gadis kecil itu sembari menceritakan tahu semua yang dialami tante cantik yang elina kecil maksud bahwa kaila kehilangan purtinya. ia bercerita panjang lebar, walaupun gadis di pangkuannya ini tidak mengerti sama sekali, tapi luther saat itu sangat sangat butuh teman pendengar keluh kesahnya.
elina yang ada di pangkuan pria itu ikut bersedih, ia cukup mengerti bahwa kaila, tante cantik yang ia maksud kehilangan dedek bayi nya yang ada di dalam perutnya.
luther menunduk lesuh setelah menceritakan semuanya pada elina kecil, ia sangat sangat kacau saat itu. pikirannya terasa kosong mengingat semua yang ia lalui untuk menunggu sang putri tercinta, tapi sepertinya tuhan terlalu sayang pada malaikat kecilnya sehingga menjemputnya terlalu cepat. bahkan belum mengenal indahnya dunia. seketika luther terkesiap merasakan tangan mungil mengusap pipi lembabnya yang tak ia sadari bahwa air mata sudah berjatuhan deras dari matanya.
"paman jangan menangis, nanti dedek bayi nya ikut menangis..."
perkataan gadis kecil itu merobohkan pertahanan luther. ia langsung memeluk erat tubuh mungil elina, menangis sejadi jadinya di bahu kecil gadis itu. elina pun tak kalah memeluk erat tubuh besar luther, mengelus elus lembut bahu lebar pria itu.
setelah merasa tenang, luther melepaskan pelukannya dan mengantar elina kecil pulang kemudian kembali kembali ke rumah sakit. ia menghela nafas dalam di depan pintu ruang rawat nginap istrinya, ia harus tegar akan keputusannya ini. ia tidak bisa membayangkan gimana kaila terpuruk mendengar keputusannya yang memilih menyelamatkannya ketimbang putri yang selama ini mereka berdua nantikan.
lima hari sudah kejadian mengerikan itu menimpa keluarga kecil luther, dan sudah lima hari pulah kaila terpuruk mengetahui fakta bahwa ia kehilangan putri tercintanya akibat kelalaiannya pergi ke taman sendirian dan tidak menunggu suaminya ini yang sedang berkerja. ia bahkan hampir depresi karn arasa bersalahnya.
hati luther terluka melihat kaila menatap kosong dinding dihadapannya tanpa suara, bubur yang berada di tangannya bahkan tidak habis separuh piring kecil. perasaan bersalah menyusup masuk ke hatinya melihat kaila tidak mau melihat dan berbicara pada nya. sampai pintu terbuka lebar menampakkan gadis kecil berseragam tk berwarna merah jambu dan ransel yang cukup besar berada di punggungnya itu melihat kaila dan luther tersenyum ceria, apalagi melihat sosok wanita cantik yang dari kemaren ingin ia jumpai.
"tante!" elina kecil berteriak senang dan menghampiri kaila. "tante... tante baik baik saja kan?" kedua tangan mungil elina mengenggam brankar kaila lalu mendongak melihat wajah pucat kaila dengan tatapan sedih.
awalnya kaila bingung, siapa gadis kecil ini? melihat kerutab di dahi istrinya, luther menjelaskan bahwa gadis kecil ini bernama elina yang telah menolong nya ditaman.
mendengar itu semua, kaila menunduk melihat gadis kecil yang masih menatapnya. tangannya yang tak tertusuk imfus terangkat mengelus puncak kepala elina lembut. "tante baik baik saja kok, makasih ya sudah nolongin tante..."
elina menganggukan kepalanya senang, membuat poni halus yang menutupi kening gadis kecil itu ikut nauk turun seirama dengan anggukan kepalanya. kaila yang gemes ingin mengangkat tubuh elina naik ke pangkuannya. mengerti dengan keinginan sang istri, luther mengangkat tubuh mungil elina dan mendaratkannya pelan ke pangkuan kaila.
kaila kembali mengusap lembut kepala gadis kecil itu, merasakan kehangatan memiliki seorang putri yang a impikan. mengingat hal itu, hati kaila kembali terluka. mengingat dalam sekejap ia kehilangan putri yang sudah lama ia tunggu kehadirannya.
kaila menunduk, melihat dua tangan mungil elina mengusap perutnya lembut. "tante jangan sedih, dedeknya udah bahagia di atas sana. nanti kalau tente sedih, dedeknya ikut sedih. jadi tante harus senyum biar dedeknya yang di atas sana ikut senyum." ucap elina sambil terus mengusap lembut perut rata kaila.
mendengar perkataan elina, kaila tidak tahan lagi untuk tidak lagi menangis.yang dikatakan gadis kecil ini benar, putrinya sudah bahagia di sana bersama kedua orang tuanya, menyaksikan dari atas sana. jika ia bersedih, putrinya akan lebih sedih lagi mendengar tangisan mamanya ini.
kaila memeluk elina erat, menyembunyikan wajahnya di perut kecil elina. tangisan wanita itu pecah disaat ia merasakan kepalanya di peluk tak kalah erat dengan sepasang lengan mungil gadis kecil ini.
setelah merasa lebih tenang, kaila melepas pelukannya. mengusap pelan air matanya dan mendongak menatap senyum wajah kusut suaminya dan dibalas senyuman lega dari suaminya itu. lega karna akhirnya istrinya ini kembali bersemangat dan tak terpuruk lagi lebih dalam.
melihat senyuman kaila, elina yang ada di pangkuannya tersenyum tak kalah lebar.
"lina suka sama coklat. kata coko, kalau kita sedih, makan aja coklat biar sedihnya hilang jadi manis." ucap elina mengeluarkan sebuah kotak coklat kecil dari tas nya. "tante mau?"
kaila benar benar gemas dengan gadis kecil ini. setelah itu, elina bercerita panjang lebar tentang seseorang yang sangat spesial baginya yang bernama coko, dan kaila dengan senang hati mendengarkan cerita gadis itu tanpa menghentikan usapan lembut di kepala gadis itu.
elina sangat senang menceritakan apa saja yang ia lakukan seharian ini, ia seperti bercerita bersama ibu kandung nya.
tiba tiba wajah elina tampak murung seketika, keila mengernyit bingung.
"ada apa hmm... lina kok jadi sedih. nanti tante ikut sedih juga loh..."
gadis kecil itu mengeleng pelan, ia menunduk, berusaha menahan air metanya tah tumpah di hadapan kaila. ia tak ingin wanita cantik ini kembali menangis seperti tadi.
kaila menangkup wajah mungil elina, mengelus elus pelan pipi tembem yang terlihat gemes untuk di cubit. "lina ada apa sayang... cerita yuk sama tante." tangan yang berada di pipi gadis kecil itu kini berpindah mengelus surai rambut gadis itu, ia tersenyum tipis, apakah beginikah rasanya memiliki seorang putri yang mengemaskan.
"lina sayang sama mama... tapi kenapa mama benci banget sama lina," gadis itu kembalu menunduk lalu bertanya. "lina anaknya bandel ya, tante?"
sepasang suami isttri itu terdiam, tidak tahu harus berkata apa. luthet memandang istrinya bingung dan begitu pulak sebaliknya. apa yang terjadi sebenarnya dengan gadis kecil ini.
"lina gak bandel kok dan lina harus tahu kalau seorang ibu itu gak pernah benci sama anak nya sendiri, apalagi kalau anaknya se imut lina..." kaila mengelitik perut kecil elina membuat gadis kecil itu tertawa geli, berusaha mengalihkan pembicaraan tadi. ia tak begitu dengan ucapannya barusan dan juga ia tak ingin melihat gadis tembem ini terluhat murung ingin menangis.
kalia berhenti mengelitik elina, berganti menatap elina senduh. "tante boleh minta tolong gak sama lina?"
"apa aja yang tante cantik ingin kan akan lina kabulkan..." jawab gadis kecil itu senang.
"tante mau lina panggil tante, mama... boleh gak?" ucap kaila penuh harap menetap elina binar. namun tatapan binar itu puar melihat gelengan gadis dalam pangkuannya. "kenapa?"
"itu karna elina tidak mau dedek yang diats sana sedih."
luther dan kaila bingung mendengar jawaban gadis kecil itu, mengerti dengan kebingungan sepasang suami istri ini, elina kembali berucap.
"elina itu sedih melihat kue coklat lina pada lena, padahal kan kue coklat itu punya lina," ucap gadis itu lucu sambil menurun naikkan teluntuknya. "jadi nanti kalau lina panggil tante mama, dedeknya jadi sedih karna lina ambil mama nya dedek..."
mendengar jawaban elina, kaila tidak bisa berkata apa apa, lidah nya terasa kelu dan air matanya kembali ingin jatuh. ucapan gadis kecil ini benar, sangat benar. kenapa ia begitu tega dengan cepatnya melupakan lia -nama yang ia sudah siapkan untuk putrinya-. dengan gerakan cepat kaila mengapus air matanya yang sebentar lagi ingin tumpah, lalu nematap hangat lina yang kini menatapnya balik dengan sorot mata khawatir. tangannya terulur mengusap lembut puncak kepala gadis itu. di dalam hatinya, ia terus mengucap maaf berkali kali pada putri nya yang tak bisa ia jaga.
"tapi... kalau lina sudah besar, kata coko, lina bakal punya mama dua!"
"mama dua?"
elina mengangguk senang. "iya... kata coko kalau lina sudah besar nanti, pasti ada yang datang ke rumah lina dan saat itu lina bakal punya mama dan papa dua!"
kaila dan luther saling tatap diam, sedetik kemudian sepasang suami istri itu tersenyum penuh arti. elina yang melihat senyuman yang tak bisa ia artikan itu bingung, apa ucapanya barusan lucu?
"yang di ucapan coko benarkan tante?"
tatapan kaila berganti menatap elina. ia lantas kembali mengusap kepala gadis itu, ia menjadi penasaran siapa coko sebenarnya? jika dia seusia dengan lina, tidak mungkin bukan anak seusia 5 tahun berfikir dewasa seperti itu.
"iya... nanti tante yang bakal jadi mama kedua kamu.." ujar kaila antusias, membayangkan bahwa gadis kecil yang ada di pangkuannya bakal memanggilnya dengan sebutan mama. "dan paman yang ada di smping kamu itu bakal jadi papa kedua kamu juga."
mendengar itu, elina bertepuka tangan senang. mengetahui bahwa tante cantik ini bakal menjadi mama nya. "janji ya..."
kaila tersenyum, "janji..."
------------------------------------------------
kalau ada typo, mohon di maklumin ya guys... masih pemula sih soalnya!
oh iya, ini cerita aku yang pertama kalinya, jadi komentar kalian bakal aku tunggu biar aku tahu dimana letak salah ku.
insyaallah aku bakal cepat update!
selamat malam semuanya...
asalamualaikum...
salam kenal,
acikpuput!
19 oktober 2020