Chereads / Elina dan Nathan / Chapter 2 - KESEPAKATAN

Chapter 2 - KESEPAKATAN

"ini namanya nathan, putra sulung mama. nathan, ini elina... gadis kecil yang selalu mama ceritakan. kamu ingat kan sayang?"

pria itu mengangguk pelan, lalu menatap elina dari bawah sampai atas, menilai penampilan gadis itu hari ini. ada tatapan remah yang elina tangkap dari tatapan mata hitam legam pria bertubuh tegap di hadapannya ini.

ah.... tentu saja ia terlihat tidak menyukainya dan menatapnya dengan tatapan mendekati kata hina. gara gara janji bodohnya dulu, Nathan, pria yang ingin dijodohkan pada nya ini pasti tidak terima sama sekali dan terbebani. pria yang se-tampan dan se-gagah ini pasti memiliki kekasih yang sangat cantik dengan model body yang bagus dan pastinya seksi.

dirinya ini sangat lah tidak cocok bersanding dengan pria berkarisma seperti nathan. modelan wajah yang terkesan biasa saja, body yang sedikit berisi dan tak sama sekali pandai dengan apapun yang biasa wanita lain lakukan, seperti ber-make up, berpakaian modis dan selalu menjaga wajah dan kulitnya agar tetap cantik di mata orang lain.

"hm.. mama?" kaila menoleh cepat dan tersenyum senang, mendengar untuk pertama kalinya gadis ini memanggilnya mama. "elina bukannya bermaksud menolak, apalagi setelah lina sudah berjanji sama mama. tapi, lina bersedia kok jadi putri mama, tak perlu kita lanjutkan janji kita dulu ma... karna mungkin kami punya pasangan masing masing yang lebih cocok unt-"

"kamu sudah punya kekasih?"

elina tersentak kaget mendengar suara berat dari pria itu, suara pria itu terdengar sangat berat dan serak, entah mengapa ia merasa merinding mendengarnya. ia mendongak, melihat jelas wajah tampan pria itu. kening gadis itu berkerut, sejak kapan nathan berdiri di samping nya.

"tidak. bukan. maksud saya bukan saya tapi ka-"

"saya tidak memiliki kekasih." potong nya lagi tanpa melepaskan tatapan dinginnya pada gadis itu.

elina menatap tak percaya. tak memiliki kekasih. omong kosong apa itu? elina yakin, hanya dengan sekali berkedip, pria ini pasti banyak wanita yang jatuh pada pesona ketampanan nya. apalagi aura yang begitu dominan terasa melekat sempurna pada diri pria ini.

tepukan dibahunya pelan membuyarkan lamunannya, ia menoleh kebelakang menatap luther bingung.

"apa kamu tidak suka dengan nathan, putra sulung papa?" elina langsung menggeleng cepat, bukan itu yang ia maksud.

"trus kenapa kamu menolak kami sayang, kemaren bukannya kamu sudah menerima lamaran kami?" kini kaila yang bertanya dengan tatapan sedih dan kecewa.

mendengar itu, dengan cepat elina memutar tubuhnya menatap doni, ayahnya yang sedang menatapnya tajam, seolah berkata "apa yang kau katakan!". gadis itu menundukkan kepalanya, takut melihat tatapan tajam ayahnya dan ibu nya yang berada tepat di samping doni.

"sayang... mama berharap bang-"

"lina mau!" elina menggenggam kedua tangan kaila, berusaha menahan gemetar takut pada ibunya. pancaran sedih kaila kini berubah senang.

kaila menarik tangan gadis itu kedalam pelukannya. ia sangat senang hari ini. akhirnya, gadis yang selama ini ia cari akan menjadi putrinya seutuhnya, menjadi menantu kesayangannya, dan ia akan menjadi sosok nenek dari gadis dalam dekapannya ini. sudah lama ia menginginkan hari ini.

makan siang berjalan dengan lancar, terlihat dari pancaran senang semua orang yang berada di meja makan besar itu. kesepakatan tidak berubah sama sekali, yaitu tentang tanggal pernikahan elina dan nathan yang akan di langsungkan 2 minggu dari sekarang.

ini semua atas permintaan dari kaila yang ingin cepat cepat menjadikan elina menantu seutuhnya. elina yang tanpak tak bersemangat menyantap makanan yang ia buat sendri hanya bisa mengangguk pasrah, ia tak bisa menolah sama sekali. melihat tanggapan keluarganya yang begitu senang menyambut keluarga dari pihak laki laki.

kaki elina bergerak gelisah, melihat tatapan dingin dari iris hitam legam nathan di hadapannya. mereka duduk saling berhadapan. awalnya kaila menyuruhnya agar duduk di samping pria itu, namun adik kembarannya sudah terlihat tenang duduk di sana. mau gak mau, ia akhirnya duduk berhadapan dengan pria bermata tajam itu.

"saya permisi ingin membawa putri anda keluar sebentar."

elina yang sedang mencuci piring tersentak kaget, mendengar suara berat nathan di ruang tamu. dengan gerakan cepat gadis itu mencuci tangannya dan berlalu pergi meninggalkan dapur menuju ruang tamu.

namun sebelum benar benar kaki nya menginjak ruang tamu, tangannya langsung di sambar oleh sang pemilik suara berat tadi dan menuntunnya melangkah menjauh pergi ke luar rumah menuju mobil hitam milik pria itu. bagai kerbau yang di tusuk hidungnya, gadis itu hanya bisa diam saat pria itu menuntunnya masuk ke mobilnya dan membawanya entah kemana. ia bahkan masih memakai sendal rumahnya.

awalnya ia ingin menolak dengan alasan ada kelas yang harus ia hadiri siang ini, tapi melihat tatapan bahagia dari kedua orang tua barunya itu membuatnya hanya bisa menghela nafas pelan. ia tak mau melunturkan pancaran bahagia dari wanita itu.

mobil terhenti di depan cafe yang terlihat mewah. pria itu melepas sabuk pengamannya, keluar dari mobil dan pergi masuk ke cafe tersebut meninggalkan elina yang bingung sekaligus heran dengan sifat dari calon suaminya itu. helaan nafas kembali gadis itu hembuskan, setelah menenangkan emosinya, ia ikut keluar dan masuk ke dalam cafe mewah itu.

"pesan apa yang kau inginkan." nathan bersuara tanpa melihat elina yang sudah duduk di hadapannya. ia kini sedang sibuk memeriksa email dari kantor nya. kalau bukan karna mamanya, ia tidak mau meninggalkan kantor, apalagi menemani gadis angkuh ini.

"saya tidak sedang ingin memesan sesuatu, dan... sepertinya kamu sedang sibuk. apa bisa kita ke intinya saja karna saya harus cepat pergi ke kampus, ada kelas yang harus saya hadiri siang ini."

nathan menurunkan ponselnya lalu menatap gadis itu sinis. kembali, nathan menilai penampilan dari gadis berambut hitam sebahu itu. mendesah kasar, tidak habis pikir kenapa mamanya bisa membuat sebuah janji yang terdengar konyol itu pada gadis ini. tidak ada yang dapat ia lihat dari penampilan gadis ini sama sekali.

"saya tahu kalau saya ini tidak lah menarik sama sekali, tapi bisakah kamu fokus pada tujuan kamu yang membawa saya dengan paksa ke sini." ucap elina jengah, sudah terbiasa dengan tatapan itu. tatapan yang memandangnya sinis, remeh dan menghina. sudah menjadi makanan sehari harinya di kampus.

nathan tersenyum miring, menatap sinis gadis itu. ternyata gadis ini memiliki keberanian juga untuk membalas ucapannya, dengan sifat angkuh dan aura yang begitu dominan, jarang ada yang berani menentang ucapannya atau hanya sekedar membalasnya.

"baiklah, saya juga tidak sudi berlama lama dengan gadis angkuh dan bermuka dua seperti mu." desis pria itu dingin. "saya ingin membicarakan kesepakatan dengan mu."

"kesepakatan?"

nathan mengangguk lalu memberikan sebuah dokumen yang cukup tebal berwarna hitam pada elina. gadis itu pun mengambilnya dan membukanya bingung.

"kamu sadar bukan kalau saya sama sekali tidak menyukai kamu?" elina mengangguk pelan. ia sadar, sangat sadar ketika pria di hadapannya ini menatapnya untuk pertama kali.

"bagus, maka dari itu saya ingin buat perjanjian dengan mu. setelah 8 bulan kita menikah, atau setelah kau menyelesaikan kuliahmu, kita akan bercerai."

"8 bulan?"

"iya, kau tidak berharap akan lebih lama dari itu, bukan?"

elina dengan cepat menggeleng. "kenapa kamu tidak menolaknya saja ketimbang menghabiskan 8 bulan yang tidak kamu mau sama sekali dengan saya?" elina balik bertanya seraya meletakkan kembali dokumen yang sempat ia baca tadi.

"dan membuat mama saya sedih hanya karna janji konyol yang kau buat itu, aku akan menolak mentah mentah usulan kau itu. lagian pernikahan ini sangat menguntungkan bagi mu ketimbang aku." jawab sinis pria itu. tatapan kini semakin tajam penuh mengidimitasi gadis itu. namun sepertinya gadis ini sangat kebal dengan aura kekuasaannya, terbukti dengan tatapan gadis itu yang masih sama, dingin tak tersentuh.

elina menghela nafas, yang di katakan pria ini benar. sudah ia katakan bukan bahwa dia tidak ingin menghilangkan pancaran bahagia dari wanita yang ia tidak tau kapan sudah mencuri perhatiannya untuk tak melukai wanita rapuh itu. tapi. tunggu! menguntungkan bagi nya? omong kosong apa itu.

baiklah, lupakan itu, yang harus ia pikirkan sekarang adalah perjanjian ini.

"apa tuntutan mu nanti atas perceraian kita nanti?"

"akan ku pikirkan." jawab nathan singkat sambil memberikan pena hitam pada gadis itu. "bacalah terlebih dahulu, kau bisa menambahkan perjanjian itu jika kau ingin menambahkan nya."

"akan saya pikirkan nanti."

salah satu alis nathan terangkat, melihat gadis ini menutup dokumen itu dan bersiap siap ingin keluar. ia belum mendengar persetujuan dari perjanjian ini dari mulut gadis itu. jangan bilang bahwa gadis ini-

"soal perjanjian ini, saya setuju. setelah saya menyelesaikan skripsi saya, kita akan bercerai. saya akan menandatangani dokumen ini setelah saya mengisinya dengan perjanjian dari saya. kamu tidak perlu khawatir, saya juga tidak mau hidup bersama seseorang yang setiap malamnya selalu menghabiskan tidur di ranjang dengan wanita yang berbeda."

elina menundukkan kepalanya tanda hormat lalu berlalu pergi keluar cafe dengan tergesah gesah. ia harus cepat mencari taksi mengingat sebentar lagi kelas nya akan mulai.

seringai kecil muncul di bibir pria berusia 27 tahun itu, menatap punggung kecil gadis yang baru saja meninggalkannya begitu saja. ia jadi sedikit tertarik dengan gadis itu ketika melihat ekspresi dan tanggapan gadis itu tentang dirinya. wanita yang selalu ia temui akan dengan suka rela menjatuhkan tubuhnya ke dalam permainan ranjangnya, tapi gadis ini bahkan memandangnya jijik seperti kotoran yang baru saja ia injak di tengah jalan.

apa jangan jangan gadis ini penyuka sesama jenis?

nahan menggeleng tak mungkin. besok ia harus menyuruh rafi untuk mencari tentang gadis ini. gak lucu kan ia menikah dengan perumpuan yang gak lagi lurus.

--------------------------------

tiga hari lagi. elina bakal mengubah status lajangnya. ia memijit pangkal hidungnya pusing. masih belum percaya dengan semua yang terjadi padanya saat ini.

"hei! lo ini seperti wanita yang sedang di paksa menikah jika sekali lagi lo memijit pangkal hidung lo itu." ujar tasya jengah. memandang gadis di hadapannya yang sedang asik mengetik dengan leptop kesayangannya.

saat ini, elina sedang mengerjakan tugas kuliahnya di cafe tak jauh dari tempat gedung falkutasnya bersama hm... teman?

ia tak yakin soal itu.

elina tak mengidahkan ocehan gadis bersurai pirang sepanjang pinggang yang terlihat cantik di pandang. gadis? ia juga tak yakin dengan hal itu mengingat betapa bebasnya kehidupan yang teman atau lebih tepatnya partner nya itu.

natasya atau yang serin di panggil tasya itu mengerutkan bibirnya kesal. ia di acuhkan oleh elina. dengan perasaan kesal, tasya mengambil tas mahal nya dan pergi berlalu begitu saja meninggalkan elina sendiri.

elina hanya melirik sekilas lalu kembali tenggelam dalan laporan yang harus ia kerjakan untuk dosennya besok. ia sudah terbiasa dengan ini. kini, tatapan gadis itu berganti ke ponselnya yang tergeletak di samping makanannya yang sudah terlihat dingin tak tersentuh. sama seprti dirinya. nama MAMA terpampang jelas menandakan kaila, mama keduanya itu menelponnya. elina menarik nafas dalam dalam lalu menghembuskan nya pelan tanpa suara sebelum mengangkat pangilan itu.

"halo ma..." sapa hangat elina, berusaha menutupi pusing yang kembali menyerang kepalanya.

"hai sayang, kamu lagi ngapain?" balas kaila tak kalah hangat.

"lina lagi ngerjain tugas ma, mama ada apa nelpon lina? ada masalah ya soal perrsiapan nya?"

"tidak sayang, semua terkendali di sini..."

"maaf ya ma, lina gak bisa bantu..."

"gak papa sayang, kamu kan lagi sibuk sibuknya semester akhir kamu. mama bahkan dengan senang hati mempersiapkan acara ini untuk putri tembam mama ini."

elina terkekeh pelan mendengar pangilan mama untuk nya itu, panggilan waktu masih ia kecil.

"kamu sudah makan siang, sayang?"

"belum ma, bentar lagi kerjaan li-"

"ya ampun sayang! kamu itu harus jaga kesehatna dong! ini tuh udah jam 2 siang, nanti maag kamu kambuh lagi kayak kemaren."

gadis itu tersenyum, perasaan hangat melebur di hati nya dan pusingnya terasa terangkat mendengar suara khawatir kaila. apakah sebahagia gini kah saat seorang anak di khawatirkan oleh ibunya?

"sayang? lina... kamu baik baik saja kan? apa maag kamu kambuh lagi? sekarang kamu lagi dimana? masih di kampus? kalau iya, mama kirim pak edo ke sa-"

"lina lagi di cafe ma... di depan lina sudah ada makanan. ini lina mau makan." potong nya cepat, takut apa yang mau mamanya kerjakan itu benar benar di lakukan nya.

hal ini pernah terjadi sebelumnya, disaat elina berusaha menahan rasa sakitnya di bagian lambung, kaila menelpon. awalnya ia berhasil menyembunyikan rasa sakitnya dengan menutupinya dengan bersuara senang dan bahkan berkesan terlalu bersemangat. namun rasa sakitnya semakin menjadi, membuatnya sedikit meringis pelan. kaila yang mendengar itu pun sempat khawatir, tak mau membuat ibu dua anak itu semakin khawatir, elina menceritakan bahwasannya ia telat sarapan pagi karna terburu mengejar bus pagi untuk berangkat ke kelas paginya.

mendengar hal itu, kaila langsung menelpon pak edo, salah satu dosennya yang juga menjabat sebagai tangan kanan papanya, luther. pak edo langsung membawanya pergi ke rumah sakit besar yang dimana disana mama dan papa keduanya sedang menunggu kedatangannya.

padahal hanya dengan memberikannya obat penenang dan makanan menganjal perut, maag nya akan segera berangsur membaik. ia jadi merasa bersalah mengingat kejadian itu dimana saat ia di periksa dokter, mamanya itu menatapnya senduh dan bahkan hampir manangis. padahal itu baru saja di perisa dokter, belum mendengar tanggapan dokter.

"kamu yakin?"

"lina benar benar ada di cafe ma, makanan nya sudah ada di meja dari tadi, karna terlalu fokus dengan tugas, lina jadi lupa sama makanan yang lina pesan tadi... maaf ya ma.."

"gak papa, asal kamu makan. mama gak mau lagi ya lihat kamu sakit." ujar kaila dengan sedikit menekan bagian akhir kalimatnya.

elina kembali terkekeh. "siap mama ratu!"

panggilan berakhir dengan kaila yang tertawa mendengar panggilan dari putri tembem nya itu. meletakkan ponselnya, elina kembali memijit pangkal hidungnya. entah mengapa setiap kali ia berfikir tentang acara yang akan di langsungkan 3 hari lagi dari sekarang, membuatnya selalu pusing dan bahkan hampir pingsan.

mendesah pelan, ia hanya bisa berharap semoga arus air kali ini tetap tenang pada arusnya yang semestinya.

pukul 9 malam, gadis dengan kardigan kebesarannya berwarna biru itu turun dari motor ojek onlinenya lalu berusaha melangkah masuk ke rumahnya. biasanya ia pulang pergi selalu naik bus, tapi karna hari ini ia pulang cukup malam dan ia sangat lah lelah menunggu di halte bus, ia akhirnya memesan ojek online.

berendam dengan air hangat dan berpadu dengan wangi wangian bunga sangat lah mengoda baginya. ia benar benar gak sabar ingin memanjakan tubuh lelahnya ini. langkah yang terkesan berlari itu kini berhenti diam, menatap tak percaya seorang pria yang dengan santai nya duduk di ruang keluarganya di samping elena, adik kembarannya yang kini menatap pria itu kagum.

gadis itu menghela nafas lelah, sangat lelah. tak bisakah ia beristirahathan tubuhnya ini setelah ia di paksa ikut memilih pakaian pengantinnya dengan sang mama. rasanya mulut mungilnya ini ingin robek mengingat seharian penuh ia tersenyum senang di hadapan kaila.

"ada yang ingin ku bicarakan." elina tersentak kaget mendengar suara serak dan berat dari pria ini tepat di samping telinganya. ia benar benar tidak sadar kapan pria ini melangkah mendekatinya lalu berbisik dekat padanya. bahkan aroma maskulin pria ini terasa begitu kental di indra peniumannya.

gadis itu mundur selangkah lalu mendongak. "tidak bisakah besok saja kita bi-"

"sekarang!" tekan nathan tegas lalu berlalu begitu saja meninggalkan elina.

helaan nafas lelah kembali gadis itu keluarkan sebelum ikut melangkah mengikuti nathan yang pergi ke arah teras rumahnya. sesampai disana, gadis itu menoleh menatap nathan yang berdiri menyandar di samping mobilnya.

jika diperhatikan lagi, wajar memang jika banyak wanita di luar sana yang rela menjatuhkan tubuhnya pada pria berperawakan tampan di hadapannya ini. pria blesteran indo dan jerman ini sangat lah tampan. benar benar sosok dewa yunani yang asli, apalagi dengan penampilan pria ini yang terlihat berantaknya namun seksi. kancing kemeja biru dongker itu sudah lepas dua kancing tanpa dasi, lenganya sudah di gulung sampai siku menampakkan urat urat lengan yang kokoh serta tatakan rambutnya sudah tak bisa di katakan rapi lagi.

gadis itu mengakui kejantanan pria ini.

apalagi aura kekuasaan yang begitu dominan melekat sempurna pada di pria ini. jelas saja auranya seperti itu, ia adalah seorang NATHAN ALFARAZEL NUGRAHA, seorang ceo dari perusahaan besar di negrinya itu.

"apa sudah selesai menatap ku, hmm.." tanya nathan tersenyum miring, melihat gadis ini tak berkedip manatap nya dari depan teras sampai berdiri di hadapannya sekarang. setidaknya ia yakin bahwa gadis ini normal, dalam artian tidak penyuka sesama jenis.

"apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya elina to the point, ia sangat ingin ini cepat selesai dan ia bisa cepat berendam air hangat.

"dokumen."

gadis itu mengernyit "dokumen?" ulangnya bingung.

nathan menghela nafas lelah, ia juga sangat lelah hari ini. namun ia belum bisa tidur nyenyak saat dokumen yang ia beri minggu kemaren dengan gadis ini belum sampai ke tanganya.

"dokumen perjanjiannya." desis pria itu jengah.

"aku belum mengisinya."

"apa perjanjian yang kau inginkan itu terlalu banyak sampai sampai menghabiskan waktu hampir 2 minggu ini, hah!" ucap nathan geram. ia sudah tahu apa saja keinginan dari gadis ini dan sudah mencatatnya di dalam dokumen itu. dan itu pasti tak jauh jauh dari uang.

nathan tersenyum miring, semua wanita itu sama saja. sama sama penjilat dan tak punya harga diri.

"saya bukan seperti wanita yang ada dalam pikiran kamu itu." ucap elina menatap dingin nathan. "ada beberapa perjanjian yang harus kita bahas berdua, ini harus di sepakati dari kedua belak pihak."

nathan mengernyit, "perjanjian apa itu?"

"kita bicarakan itu setelah kita menikah, akan saya pastikan itu."

kembali, pria itu menghela nafas lelah. kenapa semua perempuan tidak langsung saja berterus terang apa yang ingin mereka katakan? melainkan menyuruh laki laki untuk memutar otak mereka menebak apa yang di maksud perempuan tersebut.

"sebaiknya kamu pulang, tidak sopan bkan bertamu di tengah malam begini. apalagi pria itu mengunjungi seorang gadis." sindir gadis itu menatap nathan sinis. walaupun pria di hadapannya ini bakal jadi suaminya, tapi setidaknya dia tahu tata keramah bertamu di rumah orang lain,

nathan tertawa remeh, "apa kah salah aku mengunjungi calon istri ku ini, hmm.."

"salah jika kamu datang disaat saya tidak ingin melihat mu." jawab elina datar lalu berbalik pergi masuk ke rumahnya meninggalkan nathan yang memandangnya tidak percaya.

tidak ingin melihat nya?!

lolucon macam apa itu!

nathan masih berdiri diam, menatap pintu yang sudah tertutup rapat. gadis ini benar benar licik. sudah mendapatkan hati dan perhatian mamanya, membuat gadis ini seenaknya saja bersikap angkuh di depannya.

lihat saja, akan ku buat kau tidak bisa bertahan dengan senyuman palsu yang menjijikkan itu. batin nathan yang kini sedang berbaring lelah di atas sofa rumah nya. ia sangat yakin, bahwasannya senyuman yang gadis itu berikan padanya di depan mamanya itu sangatlah palsu dan terkesan memaksakan.

dasar wanita bermuka dua dan penjilat!

tidak bisa mengoda pria dengan wajah nya yang terkean tak menarik dan bentuk tubuh yang tak ideal, gadis ini mengambil jalan dengan mengambil hati sang mamanya membuat sang pria tak bisa berkutik ketika mamanya memberikan keputusan seperti ini.

dasar iblis!

nathan menggeram marah. menggenggam gelas kosong di depannya erat lalu melemparnya kasar ke didinding. suara pecahan mengengisi seketika ruangan tengah rumahnya.

lihat saja nanti, akan ia buat gadis ini menderita selama bersamanya.

akan ku pastikan itu...

----------------------------------

salam kenal...

acikpuput!

follow ig aku ya guys..

rani_an012!

22 oktober 2020