Hari ini adalah hari minggu. Audi memutuskan ikut keluarganya untuk mencari perlengkapan pernikahan Sefan. Audi sudah siap dengan menggunakan celana jeans serta kaos berwarna merah muda.
"Cie yang habis ini mau nikah," sindir Audi dengan tersenyum.
"Jangan nangis ya kalau gue nikah," jawab Sefan.
"Nggaklah."
"Lo juga jangan nangis kalau gue nantinya ikut Kak Sefan sama Kak Lina," sahut Alex yang duduk di sebelah Audi.
Audi menggelengkan kepalanya. "Nggak, gue nggak bakalan nangis."
Alex hanya tertawa saja melihat jawaban Audi. Ia tahu, di mulut akan berbeda di hati. Mereka banyak menghabiskan waktu bersama hingga sampai dk tempat tujuan.
Sementara itu, Kenzie sedang duduk di warung depan sekolah. Ia malas di rumah karena tidak ada siapa-siapa. Kenzie juga sudah menelfon Rafy dan Jeff untuk menghampirinya kesini. Ingatan Kenzie tertuju pada kejadian kemarin bersama Audi. Andai saja bisa lebih lama, Kenzie pasti bahagia.
"Ngelamun aja lo, nanti kesambet baru tahu," ucap Rafy sembari menepuk punggung Kenzie.
"Hm."
"Ada apa nyuruh kita kesini? Lo lagi sakit hati?" tanya Jeff dengan menyeruput sebuah kopi yang ada di hadapannya.
"Nggak ada, gue cuma bosan aja dirumah."
"Mending ke rumah lo, main PS kita. Ya nggak?" kata Rafy dengan semangat. Disusul teriakan dari Jeff.
Kenzie mengangguk lalu menyalakan mesin motornya dan melaju menuju rumahnya. Sepanjang perjalanan Kenzie teringat jika dulu ia pernah berboncengan dengan Audi. Dulu ia pernah berbagi tawa hingga mereka bahagia. Ya, mereka pernah. Namun itu hanya masa lalu.
"Lo kenapa sih, Ken? Sini main PS aja," ucap Jeff yang jengah melihat Kenzie berjalan bolak-balik.
"Iya nih, jangan muter-muter napa. Sakit mata gue," sahut Rafy.
Kenzie menghentikan langkah lalu duduk di sebuah sofa panjang berwarna cream. Ia ingin bercerita kepada kedua sahabatnya, tapi ia juga malas jika diledeki kedua sahabatnya.
"Lo mau cerita? Cerita aja. Nggak akan kita ledekin kok," ucap Rafy seolah bisa membaca pikiran Kenzie.
"Jadi gini, gue kemarin ketemu sama Audi. Gue juga udah bilang kalau gue masih sayang dia. Menurut lo dia masih sayang sama gue apa nggak?"
Rafy dan Jeff bangkit dari posisinya yang semula rebahan. Mereka menatap Kenzie serius, lalu mereka beralih duduk di sebelah Kenzie.
"Lo masih nggak sadar juga?" tanya Jeff.
"Apa?"
"Dia tuh masih sayang banget sama lo, Kenzie. Sekalipun disampingnya ada Alex," ucap Rafy.
Kenzie diam, ia berpikir. Apakah benar semua yang diucapkan kedua sahabatnya? Apakah Audi masih memiliki perasaan yang sama dengan dirinya? Apakah semua ini benar?
"Gue ragu," ucap Kenzie.
"Lo ragu? Ngapain ragu? Masa lo nggak sadar seberapa besar cinta dia? Dia rela kirim surat putih setiap hari di meja lo. Terus juga lo masih simpan semua surat yang banyak itu," kata Jeff.
"Iya juga, tapi gue nggak baik buat dia," jawab Kenzie.
"Maksud lo?" sahut Rafy.
Kenzie memutar bola matanya. "Gue udah sakitin dia dan gue nggak pantas buat dia."
"Ya ampun, bener-bener lo ya. Gini deh, walaupun lo udah nyakitin Audi. Gue yakin Audi masih memiliki rasa sama lo. Coba aja lo tembak lagi," usul Rafy.
"Iya bener, coba aja," timpal Jeff.
Kenzie menganggukkan kepalanya. Apakah ia harus melakukan saran dari kedua temannya? Apakah itu tidak membuat Audi ilfeel dengan dirinya? Sungguh, Kenzie sangat bingung dengan keputusannya.
Alex dan Audi sedang berjalan memutari setiap toko perlengkapan pernikahan. Mereka mengikuti setiap langkah Sefan dan Lina. Tangan Audi terulur mengambil sebuah buket bunga yang indah. Ia berharap diberi bunga ini oleh Kenzie.
"Lo mau bunga itu?" tanya Alex.
Audi tersadar dari lamunannya. "Eh?"
"Kalau mau, gue beliin ya?"
"Nggak usah," tolak Audi tetapi Alex langsung membawa bunga itu menuju kasir. Audi hanya bisa tersenyum dan berjalan menghampiri Alex.
****
Jam menunjukkan pukul enam pagi. Audi sudah siap dengan seragamnya dan sedang menunggu Alex yang sedang bersiap-siap. Audi memainkan ponselnya, ia ingin melihat foto dirinya bersama Kenzie yang diambil beberapa bulan yang lalu.
"Udah siap?" tanya Alex.
Audi mematikan ponselnya. "Udah kok. Yuk berangkat."
Perjalanan menuju sekolah ditempuh selama dua puluh menit, lebih lama dari biasanya karena Alex sedang ingin menikmati suasana. Tepat pukul enam lebih dua puluh menit mereka sampai di sekolah. Audi turun dari motor dan berjalan menuju kelas bersama Alex.
Kenzie berjalan menuju kelasnya bersama Aura. Ia sangat muak dengan gadis yang ada di sampingnya ini. Tapi mau bagaimana lagi, ini sudah perintah orang tuanya dan mau tidak mau harus ia lakukan.
"Pelan-pelan dong jalannya, aku capek nih," rengek Aura dengan sok kecantikan.
Kenzie menghentikan langkahnya. "Yaudah, lo jalan sendiri aja. Gue nggak suka jalan lemot kayak lo!"
Aura menatap punggung Kenzie yang mulai menjauh dari pandangannya. "Awas ya!" ucap Aura dengan penuh kesal.
Jeff dan Rafy melihat wajah Kenzie yang tampak lesu. Mereka mendekat ke arah Kenzie dan bertanya tentang apa yang terjadi.
"Lo kenapa? Ada masalah lagi?" tanya Jeff.
"Iya, gue kesal banget sama Aura."
"Gue juga, dia tuh kecentilan banget. Amit-amit deh gue punya pacar kayak dia, mending gue jomlo sampai lulus kuliah," sahut Rafy dengan menatap Kenzie.
"Dia ngapain? Bikin masalah lagi sama Audi?" tanya Jeff.
"Nggak, tapi masalahnya sama gue. Masa iya tadi dia minta jalan pelan-pelan? Gue paling anti sama cewek yang jalan sok kecentilan," jawab Kenzie.
Aura berada di ambang pintu kelas Kenzie. Pandangan matanya tertuju pada tiga cowok yang ada di dalam kelas itu. Tanpa menunggu lama, Aura langsung masuk ke dalam kelas dan membuat Rafy, Jeff, dan Kenzie terdiam.
"Kalian ngapain ngomongin gue? Ngefans ya?" ucap Aura dengan percaya diri.
"Dih, pede banget lo. Lagian siapa juga yang ngefans sama nenek lampir kayak lo?" ledek Rafy sambil menatap Aura tajam.
"Ih! Ken, bilangin sama temen kamu tuh. Kalau ngomong dijaga," ucap Aura lalu memegang lengan Kenzie dan menariknya.
Kenzie melepaskan tangan Aura. "Jangan banyak drama, gue nggak suka," ucap Kenzie lalu pergi.
"Ih!" umpat Aura kesal.
"Makanya jadi cewek jangan sok kecentilan. Jijik banget deh gue lihatnya."
Aura mengepalkan kedua tangannya lalu pergi.
Sementara itu, Kenzie berjalan menuju kelas Audi. Ia ingin melihat gadis yang mampu merebut hatinya itu. Kenzie sudah berada di depan kelas Audi. Ia menatap ke arah Audi yang sedang sibuk mengerjakan tugas. Senyum di bibir Kenzie tercipta manis, ia sangat bahagia melihat gadisnya itu.
"Lo ngapain disini?" tanya Alex dari belakang.
"Oh, gue? Gue cuma mau lihat Audi kok. Tolong sampaikan sama dia, gue sayang dan cinta sama dia selamanya," jawab Kenzie lalu pergi.
Alex hanya diam lalu masuk ke dalam kelas.