Matahari pagi mulai meninggi di langit biru. Audi membuka matanya dan cahaya menusuk masuk ke dalam ruangan itu. Audi tidak berhenti menangis hingga matanya bengkak. Ia berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan ikatan di kakinya, namun kembali menemui kegagalan.
"Gue harus gimana lagi? Nggak ada orang yang bisa nolongin gue disini," ucap Audi dalam hati.
Sefan, Lina, dan Alex sedang bersiap untuk mencari Audi. Entah mengapa Alex sangat yakin jika Audi ada disekitar sekolah. Ia mengajak Sefan dan Lina untuk mengelilingi sekolah ini.
"Lo yakin adik gue ada disekitar sini?" tanya Sefan.
"Iya, gue yakin banget bang. Yuk kita cari." Sefan dan Lina mengangguk lalu mulai berjalan mengelilingi sekolah.
Alex mencari ke dalam kelas tapi tidak menemukan siapapun. Ia berjalan menuju gudang dan membukanya, tapi kembali tidak menemukan orang. Langkah kaki Alex berjalan menuju sebuah ruangan kecil yang terletak di belakang sekolah. Pintu ruangan itu tertutup rapat. Ruangan ini terlihat sangat kumuh.
"Halo, apa ada orang di dalam?" teriak Alex.
Audi yang semula menangis, ia berhenti menangis ketika mendengar suara Alex. "Iya! Gue di dalam, tolong bantu gue keluar dari sini," jawab Audi.
Alex mengenali suara itu dan langsung mendobrak pintu. Ia tersenyum ketika melihat Audi.
"Akhirnya lo ketemu juga. Bentar gue mau ngabarin Kakak gue." ucap Alex lalu menekan nomor Lina.
"Makasih ya udah bantu gue keluar dari ruangan ini."
Alex mengangguk lalu melepaskan ikatan yang ada di tangan dan kaki Audi.
Sefan berlari menuju ruangan itu. Hatinya sangat lega karena adik kesayangannya dalam keadaan baik-baik saja. Sefan langsung memeluk Audi erat. Air matanya menetes karena bahagia bisa bertemu dengan adiknya lagi.
"Maafin kakak ya, nggak bisa jagain lo," ucap Sefan.
"Santai aja kak, gue nggak apa-apa kok. Cuma agak lapar aja," jawab Audi dengan tersenyum manis.
"Siapa yang bawa lo ke ruangan ini?"
Audi hanya diam. Ia tidak ingin menyebut nama Aura karena malas memperbesar masalah ini. Audi menggeleng pelan lalu berjalan keluar dari ruangan tersebut.
"Kok diam?" tanya Lina.
"Pasti Aura, kan?" tebak Alex dengan menatap Audi.
"Ya gitu deh, tapi nggak usah diperbesar masalahnya. Lagi pula gue juga nggak kenapa-napa kok," ucap Audi sambil menatap Sefan.
"Nggak bisa, temen lo tuh udah keterlaluan banget," balas Sefan. "Lex, besok bawa Aura ke rumah ya. Gue pengen ngomong sama anak nggak jelas itu."
Alex mengangguk lalu mereka berjalan menuju mobil dan meninggalkan sekolah.
****
Hari ini Audi berdiam diri dirumah. Ia tidak diizinkan Sefan untuk pergi ke sekolah. Sefan takut jika adiknya itu dalam keadaan bahaya. Ia tidak ingin nyawa Audi terancam.
Waktu terus berlalu, Audi masih setia duduk dan menatap ke jendela kamarnya. Sungguh, ia sangat bosan hari ini. Kegiatan Audi hanya tidur dan merenungkan yang ada di pikirannya.
"Kamu kenapa? Ada pikiran, ya?" tanya Lina lalu duduk di sebelah Audi.
"Eh, nggak kok. Aku cuma bosan aja, kak. Aku pengen pergi ke sekolah."
Lina tersenyum lalu mengusap rambut calon adik iparnya itu. "Kakak tau kok apa yang kamu rasakan, tapi ini juga demi kebaikan kamu."
"Iya."
"Mau buat kue sama aku? Yuk," ajak Lina dengan semangat.
"Mau!" jawab Audi dengan semangat lalu berjalan keluar dari kamarnya menuju dapur.
Audi mulai membuat adonan kue bersama dengan Lina. Ia tampak sangat kebingungan karena ini adalah kali pertamanya membuat kue. Sebelumnya Audi tidak pernah menyentuh dapur sama sekali.
Jam menunjukkan pukul dua siang. Alex sudah sampai di rumah dengan membawa Aura dan Riza. Tidak mudah baginya untuk meluluhkan dua gadis yang merepotkan ini.
"Bang, gue udah bawa orangnya," ucap Alex.
Sefan berjalan menuju ruang tamu dan mempersilahkan mereka duduk. Tak lama kemudian Audi juga berada di ruang tamu bersama Lina.
"Kamu tahu kesalahan kamu apa?" tanya Sefan.
"Apa? Gue nggak punya salah apapun," jawab Aura dengan menatap Sefan tajam.
Sefan terdiam, ia tidak menyangka jika anak SMA berperilaku tidak sopan seperti ini.
"Dari nada bicara kamu saja saya sudah tahu jika kamu berasal dari keluarga kaya yang hanya mengejar uang tanpa dibekali oleh nilai moral. Pantas saja kelakuan kamu seperti ini."
Aura mengepalkan tangannya. Ia tidak ingin ada orang yang berani membantah ucapannya.
"Apaan sih? Nggak jelas banget. Lo bawa gue kesini untuk ngomong yang nggak jelas kayak gini? Buang-buang waktu tau nggak," ucap Aura dengan menatap Alex.
Sefan berdiri karena sudah kehilangan kesabaran. "Apa maksud kamu menculik adik saya?"
Aura menyiritkan dahi lalu beralih menatap Audi tajam. "Jadi lo ngadu sama semua keluarga lo? Dasar cupu!"
"Stop! Jangan mengganggu adik saya lagi, atau kamu sendiri akan menerima akibatnya. Ingat itu!" ancam Sefan lalu pergi.
Aura menatap Sefan yang mulai menjauh. Ia tidak bisa menerima semua perlakuan ini. Ia akan membawa perkara ini lebih rumit lagi. Aura juga akan memastikan jika hidup Audi tidak akan tenang selamanya. Ya, Aura akan melakukan itu semua.
"Awas lo!" ucapnya lalu pergi bersama Riza.
****
Sejak kejadian hari itu, Alex selalu menjaga Audi dimanapun ia berada. Alex harus terus berada disisi Audi. Kadang Audi merasa risih karena seperti ada penguntit yang terus mengikuti dirinya.
"Udahlah, gue sendiri aja. Lagipula mau ke perpustakaan doang," ucap Audi dengan menatap Alex.
"Nggak! Ini perintah dari Bang Sefan. Gue harus selalu ada disisi lo. Gue nggak mau kejadian itu terulang lagi."
Audi menghela nafas panjang. "Hm, yaudah deh. Terserah lo aja."
Di tempat lain, Kenzie sedang duduk di kantin sembari menikmati jajanan yang enak itu. Kenzie ingin sekali bertemu dengan Audi, tetapi kenyataan harus mematahkan semua keinginannya. Kenzie tidak ingin Aura bertambah gila saat dirinya dekat dengan Audi lagi.
"Lo mikirin Audi ya?" tebak Jeff menatap Kenzie.
"Ya gitu deh. Gue kangen banget sama dia, tapi semesta nggak berpihak sama gue," jawab Kenzie pasrah.
"Gue yakin, akan ada saatnya lo dan Audi bersatu kembali. Mungkin bukan sekarang, tapi nanti," sahut Rafy dengan menatap Jeff dan Kenzie.
Jeff melongo melihat Rafy. Tidak biasanya Rafy bisa bijak seperti ini.
"Lo lagi kesambet ya?" tanya Jeff.
"Enak aja! Gini-gini otak gue tuh pinter ya! Udah mirip sama Albert Einstein," jawab Rafy.
Kenzie mencerna ucapan Rafy. Mungkin benar, mereka tidak ditakdirkan bersama saat ini. Mungkin mereka akan bersama di suatu hari nanti. Kenzie akan menunggu waktu itu, ia akan menunggu sampai akhirnya bisa memeluk gadis pujaan hatinya itu.