Dalam sebuah ruangan dengan penerangan yang perlahan meredup, diatas sebuah matras, terbaring tubuh Dion. kaos yang dikenakannya basah bernoda darah. Mulutnya terbuka karena kehabisan udara
ia mengerang menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya. sayatan yang di dapatnya semakin banyak muncul di sekujur tubuhnya secara acak
kedua matanya ketakutan memandang bayangan di belakang kursi kayu yang berada disampingnya, ia tahu saat ini seseorang dalam kesedihan luar biasa sedang marah.
bayangan mata pisau bergerak menancap bertubi-tubi tanpa ampunan membuat jeritan panjang yang menyakitkan dari mulut Dion sepanjang malam
ππππ
Sinar matahari menyorot cerah jalan yang dilalui Hani menuju kantornya. Udara pagi terasa sedikit panas menembus kemeja satin berwarna maroon yang dikenakannya hari ini.
Ketika Hani tiba di lobby kantornya,
Penerangan lampu di kantor belum dinyalakan, Maria si resepsionist pun belum ada di mejanya.
Hani melirik jam di lengan kirinya
sudah jam setengah delapan,apa mungkin aku kepagian?
Setelah selesai mengisi absensi Hani pergi menaiki tangga. Menuju ruangan kerjanya
"Ruanganku ada di lantai 4 kan kalau tidak salah ingat" pikir Hani
Hani terus berjalan mengikuti anak-anak tangga sampai tiba di lantai empat. Tapi ia tidak menemukan ruangan tempat kerjanya.
Ia berpikir ada sesuatu yang ia lewatkan. Ruangan ini berbeda, meski sama-sama di lantai empat. Ruangan itu tersekat oleh koridor-koridor . Papan-papan kayu berwarna cokelat tua menutupi sepanjang lantainya. Tidak seperti lantai ruangan-ruangan yang lain di kantor ini.
Apa aku tersesat ? Pikir Hani
Tunggu ruangan apa ini? Lukisannya banyak sekali ?
Sederet lukisan memenuhi setiap koridor. Hani mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, memperhatikan satu persatu lukisan. Mencengangkan namun menakjubkan. Gradasi warna yang misterius nan menggairahkan dapat ditangkap Hani hanya dengan melihatnya. Kesan yang menggetarkan jiwanya.
Lukisan pertama yang dilihatnya menampakkan dua bola matahari yang mengembang,membakar panas sebuah gedung. Gedung itu meleleh seperti lilin yang meleleh jika kau menyalakan api
Langkah kaki Hani maju selangkah lagi ke depannya, lukisan kedua masih beraliran surrealisme seperti lukisan pertama. Lukisan cat minyak para gadis bergaun perak senada dengan sepatu yang dikenakan mereka,sedang piknik di atas jalan rel yang memanjang. Jumlahnya ada belasan, duduk rapi di kursinya masing-masing ,meski kepala mereka semua sama, berkepala hewan berang-berang dan kompak dengan aktifitas yang sama yaitu meminum secangkir teh. Lekukan seringai yang berbeda membuat Hani tahu kepribadian masing-masing para gadis di lukisan tersebut berbeda.
Lukisan ketiga disebelahnya menampilkan alur naturalisme yang begitu nyata. Seorang gadis kecil tersenyum ditemani Sebuah bunga mawar dengan kelopak licin berwarna merah sehalus darah . kedua tangannya menggenggam tangkainya erat-erat seolah duri-duri itu tak menyakitinya
Hani merasa pernah bertemu dengan gadis kecil di dalam lukisan yang dilihatnya sekarang
dimana ya? pikir Hani
tapi Hani benar-benar tak ingat.
mungkin ada ratusan jumlahnya lukisan-lukisan itu. seperti galeri pribadi milik seseorang . lukisan-lukisan itu membuat siapapun yang melihatnya akan terpesona dan tersihir
hebat... Siapa yang membuat semua lukisan disini ? Kenapa tidak ada nama dan tanda tangannya? Lukisan seindah ini
Hani terbuai dengan lukisan-lukisan itu, Hani ingin berada di sana lebih lama lagi . Ia tidak menyadari kalau seseorang sedang mengamatinya dari dinding koridor yang terbuka dibelakang Hani berdiri. Orang itu bersembunyi dari balik bayangan hitam dengan pisau yang digenggamnya kemanapun ia pergi
Hani berhenti di sebuah lukisan anak kecil. anak kecil laki-laki berkulit pucat tanpa ekspresi. melahirkan emosi misterius siapapun yang melihat lukisan ini . ketika Hani melihat lebih mendekat ke dalam lukisan Hani menyadari lukisan ini dibuat dengan titik-titik berwarna dingin yang membentuk suatu pola anak kecil. ada garis sayatan di pipi anak kecil laki-laki itu .Jari-jari Hani terulur meraba-raba ke permukaan kanvas .
ini... lukisan ini robek....sayatan ini , Hani tercengang ,refleks ia memundurkan beberapa langkah kakinya lalu
Bruuggghhh...
Hani menubruk seseorang dibelakangnya
seorang pria tua memakai kacamata perak dan rantai yang bergelayut di kedua telinganya
"maa.... maaf , saya tak sengaja , anda baik-baik saja?" ucap Hani sedikit menunduk
"tidak apa-apa, santai saja nak" jawab pria tua itu tersenyum. senyum yang akan disesalkan Hani di kemudian hari nantinya