Belum habis makanan yang sedang dilahapnya Hani melihat sekilas sosok seseorang yang ia kenal, melangkah berjalan di balik sekat-sekat kaca yang membatasi ruangan dapur tempat Hani dan yang lain sedang makan siang
aku ga mungkin salah lihat kan?
Hani bergegas menemui orang itu lalu memanggilnya
"Dion.... kamu kerja disini ternyata, ko ga bilang-bilang sama aku" serunya gembira
langkah kaki laki-laki itu berhenti, laki-laki itu membalikkan tubuhnya ke belakang mencari tahu siapa yang sudah memanggilnya dengan nama yang sangat dibencinya,
Hani melambaikan tangannya,
"ini aku Hani, Dion"
penampilan Dion yang dilihat Hani sekarang sungguh berbeda dengan yang biasanya Hani lihat. Dion selalu santai dengan kaos polos yang dipadukan dengan jaket hoodie
tetapi Dion yang dilihat Hani sekarang memakai kemeja formal untuk kerja
laki-laki itu membalik punggungnya lalu melemparkan pandangan tak suka
"jangan sebut nama setan itu di sini?" laki-laki itu menaruh telunjuknya di bibir Hani agar diam
setan? bukannya itu namamu? pikir Hani tak mengerti
"cepat keluar dari kantor ini kalau kau mau selamat" laki-laki itu mengancam serius Hani. jari-jarinya mencengkram kerah kemeja satin yang Hani pakai ,membuat kepala Hani sedikit terdongak ke belakang
hani meremas ujung kemejanya karena ketakutan kenapa Dion bersikap kasar terhadapku?
mendengar suara ribut-ribut , karyawan-karyawan yang lain mengerumuni mereka berdua dari jauh. Tak ada yang berani mendekat, tak ada yang berani menolong Hani disana
"isshhh...si Hani cari masalah" bisik Maria ke telinga Dera
"sssst....bicaranya pelan-pelan aja" Dera menyikut lengan Maria
"ini juga pelan " Maria berbisik lagi
Hani berusaha melepaskan dirinya tapi usahanya tak membuahkan hasil. energi dan tubuhnya tak sebanding dengan laki-laki yang Hani kira itu adalah Dion. siapa dia sebenarnya?
laki-laki itu sedikit membungkuk,membuat wajah mereka semakin dekat. lalu ia menangkupkan tangan ke dagu Hani
Hani bisa meraskan otot-otot lehernya mengencang, pelupuk matanya mulai basah
sekejap Hani memejamkan mata, ia mulai menangis dan di detik berikutnya seperti tak punya iba laki-laki itu mendorong Hani sampai tubuhnya terhempas ke lantai
keadaan serasa mencekam, tak ada lagi suara bisik-bisik atau pandangan sinis. hanya nafas dalam yang keluar dari mulut masing-masing karyawan disana
sebelum laki-laki itu pergi, ia melirik pada Hani seperti pemburu yang melepaskan ikatan buruannya. Hani menulan ludahnya, ia tahu nasib buruk akan menimpanya di hari-hari kedepan .
🌕🌕🌕🌕
Kamar itu gelap,
Dion mengerjap, nampak bayangan tangan menembus dimensi melewati garis batas dunia mereka . menyentuh pipinya,mengelus lembut lukanya semalam. Sayatan menganga yang mengerikan itu menutup, darah berhenti mengalir di permukaan kulitnya dengan sendirinya, seperti sihir.
ia bangkit dari tempat tidurnya lalu berjalan menuju jendela-jendela di kamarnya. ia menarik linen gorden pemberian ibunya lima belas tahun yang lalu . di balik jendela-jendela dia atas sana cahaya kelabu menyusup melalu retakan di langit-langit kubah yang mengurungnya selama ini ,. sinar itu masuk menghambur , memyinari dinding-dinding kamarnya yang mengelupas,membuat tubuhnya terasa hangat
"Tidak... ini adalah cinta" ucap Dion. kedua matanya kini dipenuhi kegembiraan
ia bisa melihat pantulan dirinya pada kaca-kaca jendela di hadapannya sedang memegang pipinya dengan senyum bahagia
tak akan ada pengorbanan lagi, tak perlu menumpahkan darah lagi
karena sekarang ia sendirilah yang akan berkorban demi gadis itu
menyerahkan jiwanya untuk kematian yang sesungguhnya
"apa aku bisa menemuimu di bawah langit yang biru" gumam Dion bertanya-tanya