mereka berdua makan malam di depan teras rumah Hani dengan penerangan 2 buah lampu lilin yang menyala. sebuah meja belajar lipat yang di sulap menjadi meja makan dadakan.
mereka kini duduk berhadapan dengan meja sebagai pembatasnya
sesekali Hani mencuri pandang, mengamati wajah Dion dalam terang lampu lilin di depannya
dia lumayan tampan,kenapa aku jadi bergetar
pikir Hani di dalam hatinya
"oh iya aku lupa, aku mau ngucapin terima kasih sama kamu Dion. aku sudah diterima kerja, ini semua berkat kamu"
Dion tersenyum tanpa suara
"kamu itu pahlawan di hidupku"
"Hani, apa kamu sendirian di rumah" Dion mengalihkan pembicaraan
" kedua orangtuaku sudah lama meninggal"
"adikmu?"
"oh, adikku... " ada jeda tertahan di bibir Hani
"adikku belum pulang" Hani memaksakan senyum di bibirnya
Hani mengingat baik pertengkaran berbulan-bulan yang lalu dengan Mega, sungguh jika ia tahu hari itu adalah hari terakhir perjumpaan mereka Hani tak akan menampar pipi adik satu-satunya yang ia miliki.
🌕🌕🌕🌕
pintu pagar di sebelah rumah berderik terbuka, seorang wanita memakai daster keluar dari sana, tangan wanita itu mengeluarkan sebuah senter yang menyala dari sakunya. ia berjalan melewati di depan pekarangan rumah Hani
"mau kemana tante Mia? mampir ke sini kita makan bareng-bareng, aku sedang kedatangan tamu " Hani menyapanya dari jauh
wanita itu mengayun-ngayunkan senternya mengarahkannya ke asal suara , suara Hani tentunya.
dengan hati-hati dia maju beberapa langkah ke depan. alangkah terkejutnya wanita itu dengan apa yang dilihatnya, ia mengayun-ngayunkan senternya ke wajah Hani dan apa yang ada di samping Hani
wanita itu tak bisa menahan gemetar di sekujur tubuhnya
"sini Tante, aku masih punya cadangan lilin di dapur " ucap Hani
wanita itu , yang di panggil tante mia oleh Hani perlahan memundurkan langkah kakinya lalu berlari ketakutan,membanting pintu pagarnya masuk ke dalam rumahnya
"kenapa sih tante mia, enggak biasanya dia gitu"
Dion tahu apa yang terjadi, ia berusaha menahan tawanya
"mungkin dia terlalu terpesona lihat wajahku Hani" jawab Dion tersenyum, ia memajukan wajahnya semakin dekat pada wajah Hani
pipi Hani memerah, ia gelagapan dibuatnya dan refleks menampar wajah Dion
tamparan yang diberikan Hani lumayan keras sampai membuat Dion terpental
Dion menutupi pipinya dengan tangannya
"ahh maaf Dion, aku ga sengaja" Hani mencoba membantu Dion kembali duduk
wajah Dion terlihat shock
tapi apa yang dilihat Hani sekarang justru membuatnya lebih takut,,,
dari sela-sela jari Dion yang menutupi pipinya sendiri mengalir darah segar
oh sial,jangan dulu
aku masih ingin disini bersamanya Dion merutuki keadaan yang menimpanya
"Dion, pipi kamu berdarah, aku minta maaf Dion aku ga sengaja"
wajah Dion semakin basah, ia berkeringat jelas nampak kesakitan yang tertahan di wajahnya
"Dion buka tangannya, biar aku obatin, kamu disini dulu ya aku mau ke apotik" Hani bangkit berdiri tapi dicegah Dion
"enggak usah Han, aku baik-baik aja" jawab Dion berusaha meyakinkan Hani, ia menepis tangan Hani yang ingin menyentuh wajahnya. jawaban Dion berbanding terbalik dengan apa yang dilihat Hani. darahnya semakin banyak merembas keluar lalu turun menodai kerah kaos Dion
Dion meringis menahan sakit yang semakin menjadi. itulah kutukan,hukuman yang sedang dilakukan saudara kembarnya di lain tempat saat ini.
"kita ke rumah sakit aja Dion, aku khawatir sama luka di pipi kamu"
"aku...nggghhh... ahhhhh" Dion menjerit kesakitan, ia merasakan segaris sayatan yang semakin memanjang. tapi ia tak ingin Hani melihatnya, ia masih menutupi pipinya dengan tangannya
Hani sungguh menyesal, ia sudah dua kali menampar dua orang yang berbeda. adiknya yang pergi, dan sekarang Dion yang terluka akibat tamparannya
"aku pulang dulu Han, aku punya obatnya di rumah, kamu jangan lupa kunci pintu dan jendela, aku akan datang menemui kamu lagi, jangan susul aku Han" ucap Dion
Dion bangkit berdiri lalu pergi meninggalkan Hani di sana , menerobos gelapnya malam
tiba-tiba listrik di rumahnya menyala, serentak dengan lampu-lampu di rumah tetangga yang lain
Hani masih berdiri mematung disana, ia melirik tangan yang sudah menampar keras pipi Dion tadi , tanggannya gemetar
air matanya turun membasahi hangat kedua pipinya
"apa yang sudah aku lakukan, kenapa aku menamparnya" ucap Hani terisak-isak