°
°
°
Alena tengah berkumpul bersama Haru, Cecil dan juga Frans, mereka sedang menikmati hidangan makanan malam. Sedari tadi, Frans terus saja mengganggu konsentrasi makan Alena, tentu saja Alena kesal, namun kali ini ia memilih untuk membiarkan Frans, setidaknya untuk terakhir kalinya.
"Kak Alena, tadi di sekolah guruku bilang bahwa aku pintar sepertimu." ucap Frans dengan bangganya dan sambil tersenyum malu-malu.
"Ah benar? Wah kalau begitu, artinya di rumah ini selain aku ada orang lain juga yang pintar. Oke artinya kita saingan dong?." balas Alena sambil memasukkan makanannya ke dalam mulut dan kemudian mencubit pipi Frans pelan.
"Apa yang kamu maksud? Apakah menurutmu hanya kamu yang pintar di rumah ini?." Haru langsung menyahut setelah Alena, ia meletakkan sendoknya dan beralih menatap Alena.
Nampaknya ia tersinggung dengan kalimat ringan yang Alena ucapkan, tidakkah Haru menjadi sosok yang terlalu perasa? Terlalu berlebihan.
"Bukan itu, kenapa Appa marah? Eomma, apakah aku salah? Yang aku maksud adalah anak-anak kecil di rumah ini, tidak termasuk orang dewasa seperti kalian, astaga." jawab Alena, ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Ayolah Alena bahkan tidak berniat untuk menyinggung Haru dan lihatlah…
"Sudahlah, mungkin benar Alena tidak bermasud menyinggung kita." Cecil berbisik kepada Haru dan mengelus pelan lengan laki-laki itu.
Melihat interaksi suami-istri itu membuat Alena muak, lantas ia memutar bola matanya 180° kemudian sedikit menggeser kursinya menjauh dari Frans.
"Frans? Tidurlah di kamarku, agar kita bisa bermain sebentar…bagaimana?." tiba-tiba saja Alena beranjak dari kursinya, ia mendekat ke Frans, ia berdiri di belakang kursi Frans.
Hal ini terlihat tidak biasa untuk Cecil dan juga Haru, keduanya pun menoleh ke arah Alena, keduanya tengah berwas-was kepada apa yang akan Alena lakukan selanjutnya.
Jawaban pertama yang keluar dari mulut mungil Frans adalah tolakan, tapi Alena tak menyerah, ia masih terus membujuk Frans bahkan sekarang Alena sedang mengelus-elus puncak kepala Frans, membuat adik kecilnya itu merasa nyaman di dekatnya.
"Bagaimana Frans?." tanya Alena lagi, dan kali ini Frans mengangguk setuju.
"Kenapa tiba-tiba kamu mengajaknya tidur di kamarmu? Kamu tidak belajar Alena? Biasanya...kamu selalu sibuk akan pelajaranmu." tanya Cecil berturut-turut.
"Andai saja aku bisa melakukan hal yang 'normal' di sini." ucap Alena di dalam hatinya.
"Aku...bosan membaca buku, bukankah tidak apa-apa? Kami bersaudara, apakah terlihat aneh jika aku ingin bersamanya malam ini?." jawab sekaligus tanya Alena.
Habis sudah kata-kata yang ingin Cecil keluarkan, ia pun hanya bisa menghela nafas panjangnya sambil kembali melahap makanan yang ada di piringnya.
"Baiklah, ini sudah cukup bagus." puas Alena dalam hatinya.
°°°
Setelah makan malam selesai, semua orang pun masuk ke dalam kamarnya masing-masing, begitu juga Alena dan Frans. Keduanya bahkan tertawa bersama saat memasuki kamar Alena, tetapi…saat pintu kamar itu sudah tertutup dan terkunci…tiba-tiba saja suara tawa itu menghilang.
"Kak, hidupkan lampunya." pinta Frans.
Namun Alena tak langsung menuruti adik kecilnya itu, ia malah mengambil langkah pelan untuk menjauh dari Frans dan mendekati meja belajar untuk mengambil laptopnya.
"Kak???." Frans mulai merengek.
"Diamlah, tunggu sebentar."
"Aku takut gelap." Frans mulai terduduk di lantai dengan kepala yang menunduk.
"Jangan menangis, oke? Tunggu sebentar."
Frans tak menjawab apapun, kepalanya mulai terasa sedikit pusing. Ia pun memejamkan matanya dan memeluk lututnya, ia juga menenggelamkan wajahnya di antara kedua lututnya.
"Hei, sedang apa?. Jangan takut."
Senyum penuh Alena kembali terukir saat mengetahui Frans ketakutan, padahal ia tak berniat menakuti Frans dengan mematikan lampu kamarnya. Ia pun mendekati Frans dan berjongkok di depan Frans.
"Ayolah, jangan payah seperti ini." ucap Alena kepada Frans kemudian menarik lengan adik kecilnya itu.
Alena mengajak Frans untuk duduk di atas ranjangnya, ia pun mulai menyalakan laptopnya. Jari-jari panjangnya pun mulai bergerak mencari sebuah file, dan…
Click!
Alena mengklik sebuah file yang di dalamnya terdapat cukup banyak video yang durasinya lebih dari 1 jam.
"Apa itu?." tanya Frans polos, rupanya ia sudah mulai tenang dari sebelumnya.
"Mau menonton?." tawar Alena dengan 'senyuman penuhnya'.
"I-Iya." tak dapat dipungkiri, dalam situasi seperti ini senyuman penuh Alena membuat Frans bergidik ngeri.
"Hahaha oke kita lanjutkan ya?."
Alena pun memilih satu video yang belum pernah ia tonton, ia pun kembali berdiri dan mematikan lampu kamarnya lagi. Saat mematikan lampu pastinya Frans kembali merasa takut bahkan berteriak kaget.
"Kenapa dimatikan lagi, Kak?."
"Aku akan menyalakan lampu tidur, ayolah tidak perlu takut. Bukannya aku mau membunuhmu malam ini,"
Setelah kembali mendekati ranjangnya, Alena benar-benar menyalakan lampu tidur. Ia pun kembali naik ke ranjangnya dan mengklik mulai pada video di laptopnya.
Awalnya film yang Alena dan Frans tonton terlihat biasa saja, namun saat memasuki pertengahan film itu, Frans tak dapat menahan dirinya untuk tidak berteriak. Sepasang matanya menangkap adegan pembunuhan di film itu secara lengkap, ia menjerit ketakutan saat melihat kedua mata orang yang sudah mati di dalam film itu dipaksa keluar dari tempatnya. Jeritan Frans pun kembali menggema di kamar Alena saat…kepala orang itu terlepas dari lehernya.
"Kak, aku sudah tidak kuat lagi menonton itu. HENTIKAN!!!!."
Alena pun tertawa keras mendengar kalimat pasrah serta jeritan takut dari adik kecilnya. Ia pun menoleh ke arah Frans, ada rasa kepuasan yang menjalar menuju hatinya ketika ia melihat...wajah Frans sudah benar-benar pucat.
"Payah." ejek Alena di dalam hatinya.
"Baiklah," Alena pun menutup laptopnya, ia beranjak dari ranjang sambil membawa laptopnya dan kemudian meletakkan laptopnya itu ke tempat semula.
"Kepalaku pusing Kak, darahnya terlalu banyak, aku mual." eluh Frans kepada Alena.
Namun, bukan Alena jika ia benar-benar perduli. Ia hanya memasang raut kasihan untuk adik kecilnya itu, dan tanpa berkata apa-apa ia menarik pelan lengan adik kecilnya, ia menuntun Frans kembali ke kamarnya.
Sesampainya mereka di depan pintu kamar Frans, Alena langsung membuka pintu kamar itu dan berjongkok di hadapan Frans. Satu tangannya bergerak memegangi kedua sisi bahu Frans dengan kuat.
"Takut?." tanyanya pada Frans dengan nada yang kian memberat dan...kembali lagi terukir sebuah 'senyuman penuh' pada wajah cantiknya itu.
"Iy-iya."
"Mau seperti itu?." Alena sedikit menarik bahu Frans yang menyebabkan sepasang mata Frans terkunci pada tatapan matanya.
Tentu saja tubuh Frans langsung bergetar hebat. Ia tidak tau apakah ini sekedar candaan dari Alena atau bukan, yang pasti Frans sekarang merasa sangat takut. Terlebih lagi Alena semakin memperlebar 'senyum penuhnya'. Dan semakin lama Frans memperhatikan 'senyuman penuh' Alena, semakin ia sadar...senyuman itu adalah 'peringatan' dari Alena.
"Ten…tu tidak." jawab Frans singkat, satu tangannya pun terangkat untuk mengelap keringat dinginnya, gemetar tubuhnya tak dapat lagi disembunyikan, menambah rasa puas di dalam hati Alena.
Pegal berjongkok di hadapan adik kecilnya itu, Alena pun langsung berdiri lagi, ia sedikit menunduk dan berkata...
"Kalau begitu, jadilah anak baik yang tidak terlalu menempel kepadaku, aku muak dengan perilaku manjamu."
°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Assalamualaikum.
Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam.
Happy reading
Instagram : @meisy_sari
@halustoryid
Maafkan bila terdapat typo🙏🏻
Tinggalkan saran kalian❤