Surya Aji adalah orang yang pertama bereaksi ketika melihat Irwan. Jantungnya langsung bergetar, dia yang tidak menyangka Irwan Wijaya akan datang ke rumahnya.
Surya buru-buru bangun lalu memanggil pelayan dengan berteriak, "Aku tidak melihat tamu ketika mereka datang. Kenapa kamu tidak menuangkan teh?"
Lalu Surya beralih ke Irwan Wijaya yang menatapnya dengan wajah dingin dan datar "Anda pasti Tuan Irwan Wijaya, kenapa Anda tiba-tiba datang ke sini? Mari, silakan duduk."
Setelah itu, Surya buru-buru mengedipkan mata pada Renata untuk memberi tanda agar dia segera pergi dari ruang tamu.
Irwan menggandeng tangan Intan untuk masuk ke ruang tamu. Irwan bermaksud menunjukkan bekas luka di pipi Intan akibat kejadian kemarin.
Renata bukan orang bodoh, dia tahu jika Irwan Wijaya ke sini untuk membahas masalah kemarin. Jadi dia berbalik, berencana untuk pergi tapi dihentikan oleh Irwan.
"Tunggu."
Hanya satu kata, tapi kata-kata itu terdengar seperti sebuah tekanan yang tidak bisa diabaikan.
Kaki Renata seperti dilem, dia ingin melangkah tapi kakinya terasa kaku di tempat.
Renata memandang ibunya seperti meminta bantuan. Yulia menarik Renata ke sisinya dan berkata sambil tersenyum, "Tuan Irwan Wijaya ada di sini, silakan duduk dan mari bicara. Tuan Irwan ke sini untuk membicarakan pernikahan, kan?"
Irwan mengabaikan salam semua orang dan langsung menarik Intan untuk duduk.
Irwan dan Intan menuju ke sofa ruang tamu. Intan duduk dengan anggun, meskipun kaki Intan setengah lebih pendek dari semua orang, tetapi Intan seperti memiliki aura kepercayaan diri yang kuat. Mungkin itu juga karena pengaruh dari aura Irwan yang terasa seperti mengintimidasi.
Irwan menyapukan pandangannya yang dingin ke semua orang yang ada di situ, lalu akhirnya tatapan mata itu jatuh langsung pada Renata.
"Kemarin Istri saya telah dianiaya, sekarang saya sedang melihat pelakunya."
Ketika Surya Aji mendengar ini, hatinya berdegup kencang.
"Tuan Irwan, mereka hanya bercanda. Mereka memang sering seperti itu, kedua bersaudara ini tidak tahu betapa beratnya lelucon mereka. Jadi bagaimana bisa ini dianggap sebagai penganiayaan?"
"Ternyata itu hanya lelucon, jadi aku seharusnya tidak perlu menanggapinya terlalu serius." Irwan berkata dengan sinis.
"Ya, mereka hanya bermain-main. Renata, kemarilah! Minta maaflah pada adikmu."
Renata sebenarnya tidak mau meminta maaf kepada Intan, tapi saat ini dia sadar bahwa dirinya bukan anggota keluarga Wijaya. Meski dia menganggap bahwa Irwan tidak memiliki kekuasaan di keluarga Wijaya dan tidak disukai semua orang, Renata tetap tidak berani menyinggung perasaannya.
Terlebih lagi, ketika Renata melihat bekas luka yang mengerikan di wajah Irwan, dia merasa ketakutan seperti melihat hantu.
Jika Renata tidak menurutinya, dia mungkin bisa membunuhnya juga.
Renata berjalan ke arah Intan perlahan, lalu dia berkata dengan canggung, "Maaf, aku tidak tahu seberapa parahnya akibat perbuatanku kemarin."
Intan memang mendengar permintaan maaf Renata, tapi dia sebenarnya tahu Renata tidak sungguh-sungguh minta maaf padanya. Jadi, Intan bisa menganggapnya sebagai solusi dan tidak ingin memperpanjang perkara ini lagi.
Intan menarik tangan besar Irwan sambil berbisik, "Bisakah kita kembali?"
Irwan tidak menjawab pertanyaan Intan, tetapi Irwan hanya menarik tangannya. Intan bisa bernapas lega, masalah ini akhirnya cepat selesai.
tapi ...
Irwan menyeretnya ke arah Renata dan berkata, "Intan, biarkan saya melihat bagaimana kalian bermain-main kemarin. Bagaimana dia memperlakukanmu, bagaimana kamu memperlakukannya. Saya sangat tertarik dengan permainan saudara perempuan yang kalian lakukan. "
"Irwan?" Intan tertegun. Apakah Irwan bermaksud akan menampar Renata sendiri?
"Mengapa, apakah ada masalah?" Irwan mengencangkan genggamannya pada tangan kecil Intan yang dingin, "Meskipun langit akan runtuh, suamimu ini akan menahannya untukmu. Apa yang kamu takutkan?"
Hati Intan berangsur hangat saat mendengar ini.
Perasaan dilindungi seperti ini sangat menyenangkan, mungkin Intan bisa terobsesi dengan perasaan ini.
Sejak Irwan berkata seperti itu, Intan mengumpulkan keberanian untuk membalas tamparan Renata kemarin.
Setelah ini, Intan bertekad akan menghadapi semua kesulitan bersama Irwan.
Renata memperhatikan gerakan Intan yang semakin berani.Renata yang tiba-tiba takut melihat Intan yang semakin mendekat kepadanya, melangkah mundur.
Renata menggelengkan kepalanya dengan panik lalu berkata dengan marah, "Kamu mau memukulku? Kamu tidak bisa mengalahkanku. AKu adalah putri keluarga Surya dan aku juga akan menjadi nona muda keluarga Wijaya! Kamu tidak akan bisa mengalahkanku!"
Renata hanya berani menggertak sambil bersembunyi di belakang ayahnya.
Surya Aji berusaha menengahi perselisihan mereka, namun sekretaris Hamdani yang daritadi berdiri di sebelah Irwan mendatangi Surya Aji. Dia mengatakan bahwa Intan adalah perempuan yang disukai Irwan Wijaya sekaligus menantu dari keluarga Wijaya. Jika keluarga Surya berani menindas Intan, maka Irwan Wijaya tidak akan menerima perlakuan itu.
Saat itu juga, Surya Aji tidak pernah memikirkan masalah ini akan menjadi rumit. Dia tidak menyangka putrinya akan mendapat masalah dengan keluarga Wijaya.
Jika Renata ditampar, sama saja membuat Surya Aji juga merasa terhina.
Surya Aji berdiri untuk melihat ke Intan dan berkata, "Intan, tolong bujuk Tuan Irwan untuk melupakan ini, ya? Renata melakukan sesuatu yang salah, baiklah ayah yang akan minta maaf padamu."
Ketika mendengar permohonan ayahnya, Intan sedikit ragu. Tapi kemudian Irwan yang berada di belakannya berkata dengan sinis.
"Sungguh menyentuh hati, Anda membayar atas apa yang sudah dilakukan anak Anda. Tuan Surya, jika istri saya juga melakukan kesalahan, saya di sini meminta maaf sebelumnya kepada Anda." Begitu kata-kata ini keluar, Surya Aji benar-benar tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Intan kembali menatap pria di belakangnya dengan tatapan terima kasih. Lagi dan lagi, Irwan membela Intan tanpa ragu.
Hati Intan sangat hangat seperti sedang berendam di dalam kolam air panas, sangat hangat hingga bisa meleleh.
Intan tahu bahwa Irwan tidak bisa melihat dirinya dianiaya, jadi Irwan datang untuk mendapatkan keadilan untuk Intan.
Karena suaminya sudah memberi pembelaan sangat banyak, Intan memberanikan diri lagi.
Semua luka Intan yang dideritanya atas perlakuan Renata kemarin, sebenarnya bisa diselesaikan dengan membalas tamparan Renata. Jadi, Intan hanya ingin menampar Renata kembali.
Intan menarik napas dalam-dalam lalu berkata, "Setelah kau ditampar, kita berdua aman. Aku tidak peduli dengan perlakuanmu terhadapku sebelumnya. Di masa depan pun, aku akan memperlakukan Renata seperti bagaimana dia memperlakukanku. Jika dia ingin bermain-main dengaku, aku juga akan bermain-main dengannya. Ya, bermain-main!"
Tangan kecil itu mengepal, kata-kata yang keluar dari mulut Intan itu seperti menumbuhkan kekuatannya kembali.
Saat ini, tidak peduli bagaimana situasinya, apakah baik atau buruk, Intan tidak akan pernah membiarkan Renata.
Tangan besar Irwan yang hangat menggenggam tangan kecil Intan dengan erat di telapak tangannya. Irwan tidak akan membiarkan Intan menghadapi masalah sendiri.
Intan melirik pria tinggi di sebelahnya, lalu diam-diam tatapan Irwan yang dalam tertuju padanya. Tatapan itu memberikan rasa aman bagi Intan.
Intan menghela napas. Tiba-tiba keberaniannya terasa penuh, Intan tidak takut pada apapun lagi.
"Renata, aku harus membuat perhitungan!"
"Perhitungan apa? Aku tidak mengerti! Bu, bantu aku, aku tidak mengerti apa yang dia bicarakan."
"Perhitungan?" Yulia juga mengerutkan keningnya. Dia hanya bisa melihat ke arah suaminya seperti minta bantuan.
Surya Aji juga sangat panik. Dia ingin mengatakan sesuatu untuk memulihkan keadaan, tetapi ketika dia memandang tatapan mata Irwan yang seperti tidak punya perasaaan, dia sangat terkejut hingga menggigil.
Surya Aji tahu bahwa masalah ini tidak dapat dia atasi.
Surya Aji berpikir, jika Renata mau menerima tamparan dari Intan dengan patuh, maka masalah ini akan selesai. Karena jika Irwan belum melihat putri pertamanya menderita, Irwan tidak akan menyerah.
Surya Aji yang ketakutan karena tidak ingin lagi berurusan dengan Irwan Wijaya, dia berubah menjadi ayah yang kejam. Dia akhirnya menyeret Renata kepada Intan.
Renata segera panik dan berteriak: "Bagaimana mungkin aku membiarkan wanita jalang ini memukulku! Aku adalah Nyonya Wijaya masa depan, mengapa aku harus takut pada Irwan ini, dia hanyalah monster jelek!"
"Lancang kau! Dia orang yang lebih tua, bagaimana kamu bisa bicara omong kosong!"
"Aku tidak salah, ayah! Dia memang jelek. Saat aku menikah dengan Roy Wijaya, hal pertama yang kulakukan adalah mengusir dia dari keluarga Wijaya ..."
Sebelum ocehan Renata selesai, Intan menampar punggungnya dengan keras.
Ocehan Renata yang belum selesai langsung berakhir, Renata menatap Intan dengan Linglung. Dia tercengang dengan tamparan Intan itu.
Intan juga menatap Renata dengan tajam tanpa menunjukkan kelemahan.
Intan bisa mentoleransi cara Renata dan ibunya yang berbicara keterlaluan tentang dirinya.
Tapi dia tidak bisa mendengar siapa pun menghina bekas luka Irwan.
Setelah tamparan itu, Renata langsung bereaksi ingin membalas perbuatan Intan. Renata yang sangat marah seperti orang gila bergegas mendatangi Intan.
Untungnya, penglihatan Irwan sangat cepat. Dia langsung menarik Intan ke dalam pelukannya.
Renata hanya menggapai udara dan langsung jatuh tersungkur ke tanah. Dia merasa sangat malu.
Renata tidak mau berhenti. Dia ingin mendatangi Intan lagi, tapi Surya Aji langsung menahannya dan menyerahkannya kepada pelayan.
Surya Aji buru-buru meminta maaf kepada Intan dan Irwan. Dia menyesali perbuatan putrinya yang tidak bisa menahan kemarahannya hingga membuat masalah lagi.
Irwan memeriksa keadaan Intan dengan khawatir apakah ada yang terluka. Intan dengan lembut menggelengkan kepalanya untuk menunjukkan bahwa dia baik-baik saja.
Irwan merasa lega, memeluk Intan, dan menatap Surya Aji dengan pandangan tidak senang.
"Jika ada masalah seperti ini lagi, lain kali tidak akan diselesaikan hanya dengan tamparan. Meskipun aku tidak memiliki status dalam keluarga Wijaya, aku masih memandang rendah keluarga Surya yang sama sekali tidak bermoral." Irwan sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan keluarga Surya terhadap istrinya.
"Intan adalah wanitaku. Siapa pun yang berani mengganggunya, jangan salahkan aku karena bersikap kasar."
Irwan berkata dengan dingin, tapi perkataannya seakan bisa membakar seisi ruangan.
Jantung Surya Aji bergetar, dia langsung mengangguk setuju. Irwan berbalik dan pergi dengan Intan yang merasa seperti sedang bermimpi saat keluar.