Chapter 24 - Melengkapi Kekurangan

Intan menemukan bahwa Irwan belum keluar dari kamarnya dan dialah yang mematikan komputernya.

"Apa yang kamu lakukan? Aku sedang bertanya pada senior! Tidak sopan mematikan layar seperti ini!"

"Pertanyaan apa memangnya? Jika ada orang hebat di rumah ini kenapa kamu masih mencari orang lain?"

Wajah Irwan yang sedang cemberut saat ini sangat jelek, terlihat semakin suram.

Intan bukan orang bodoh. Tiba-tiba dia kepikiran sesuatu hingga tidak bisa menahan diri untuk tidak berkata dengan curiga, "Irwan Wijaya... apakah kamu ... cemburu?"

"Buat apa aku cemburu dengan seorang bocah ingusan?"

Irwan mencibir perkataan Intan, tapi sebenarnya dia mengeluarkan kata-kata kejam dalam hatinya.

Ya, dia cemburu. Bocah bajingan itu berani-beraninya mengantarkan pulang istri kecilnya! Keberanian itu terlalu berlebihan!

Saat itu juga, ponsel Intan berdering lalu Intan buru-buru menjawab.

"Mengapa kamu menutup panggilan videonya?"

"Dia akan tidur, jadi jangan ganggu dia."

Sebelum Intan sempat menjawab pertanyaan Kemal, Irwan mengambil ponsel Intan lalu berkata keras dengan tidak senang.

Intan menatap Irwan tanpa daya.

Masih bilang dia tidak cemburu? Perkataan seperti apa itu?

Kemal tiba-tiba mendengar suara pria yang tidak dikenal. Lalu Kemal teringat bahwa Intan berkata dia pergi ke rumah seorang kerabat.

Jadi tadi itu kerabatnya yang mengangkat telepon.

Pria itu... Apakah itu kakak laki-laki atau pamannya Intan? Suaranya terdengar lebih dalam, pria itu pasti jauh lebih tua darinya.

Kemal ragu-ragu sejenak sebelum menjawab, "Halo, paman. Saya senior Intan. Jika Intan sedang tidur, saya tidak akan mengganggunya. Tolong ingatkan dia untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya yang akan diserahkan besok."

Intan yang masih duduk di dekat situ masih bisa mendengar perkataan Kemal di telepon. Intan benar-benar tidak bisa menahan tawanya ketika mendengar kata "paman" itu.

Seluruh wajah Irwan menjadi suram. Intan takut dia akan marah, jadi Intan segera menjawab telepon sambil berkata "Kalau begitu, senior harus tidur juga. Sampai jumpa."

Setelah telepon ditutup, Intan tertawa keras hingga menggerakkan badannya ke depan dan ke belakang .

"Paman? Hahaha, Irwan Wijaya... Anda adalah paman saya, atau Anda tidak ingin menjadi tunangan saya, tidak buruk menjadi paman saya, sepuluh tahun lebih tua dari saya. Sangat cocok!"

Intan tidak bisa menahan tawanya, sedangkan Irwan merasa seperti dipukul.

Gadis ini semakin berani menertawakan dirinya di usianya yang lebih muda darinya.

Irwan melangkah maju lalu melingkarkan tangannya ke pinggang Intan dan langsung menggendongnya. Irwan lalu meletakkan Intan di pangkuannya dengan posisi tengkurap. Setelah itu, dengan tiba-tiba Irwan melorot celana tidur Intan hingga memperlihatkan celana dalam katun putih bergambar kucing.

Tenggorokan Irwan menegang dan pupil matanya sedikit menyusut, tapi dia ,asih bisa menahan dirinya.

Irwan menampar pantat Intan begitu saja. Cetakan tamparan yang jelas muncul di pantat putih lembutnya, tapi tamparan itu tidak terlalu menyakitkan.

"Aww!"

Intan merespon dengan sedikit kesakitan sambil berulang kali berusaha membujuk Irwan. "Paman, saya tahu saya salah, jangan marah."

"Paman?"

Irwan mengangkat alisnya, suaranya meninggi. Dia jelas tidak suka dengan panggilan itu.

"Aku salah, Irwan Wijaya. Jangan marah, aku tahu aku salah ..."

Intan berulang kali meminta maaf pada Irwan tapi dia masih memukul pantatnya. Intan merasa pantatnya lama-lama bisa habis.

Ketika Irwan mendengar suara rintihan Intan, dia tidak bisa menahan perasaannya yang melunak lalu mengurangi kekuatannya.

Intan tahu bahwa Irwan mulai luluh, tapi dia tidak bisa menahan kesenangannya sambil terus berbicara dengan manja.

"Irwan Wijaya yang baik hati, maafkan saya. Saya harus mengerjakan pekerjaan rumah saya nanti, besok akan ada banyak kuis. Saya belum belajar ekonomi, saya juga tidak bisa menjawab pertanyaan tentang tarif pajak."

Irwan juga enggan melanjutkan kemarahannya karena pantat Intan yang kenyal terasa sangat enak disentuh dan juga sangat fleksibel sehingga membuatnya sengaja berlama-lama seperti itu.

Tahun ini Intan baru berusia 18 tahun, dia tidak berbeda dengan seorang gadis kecil yang masih harus dimanjakan.

Setiap kali Irwan memiliki pikiran jahat, dia selalu merasa seperti binatang buas. Jadi dia selalu berusaha mengendalikan dirinya.

"Bangun, aku mau lihat apa materinya hingga bisa membuat kepala kecilmu jadi begini"

Intan segera mengambil tugasnya ketika mendengar ini Intan sebenarnya malu mengatakan meski dia sudah jadi mahasiswa di perguruan tinggi, tapi dia merasa seperti murid sekolah saat ini.

Intan tidak berharap bahwa Irwan akan mengajarinya, tapi ternyata Irwan memahami semua materi itu dan bisa menjelaskan semuanya kepada Intan.

Hebat, pasti Irwan sangat pintar di kelasnya dulu ataukah memang semua orang tahu tentang pelajaran ekonomi yang begitu sulit ini? Kecuali dirinya?

Irwan menganalisis pertanyaannya satu per satu. Suaranya sangat dalam, rendah dan parau, seperti suara dari subwoofer pada umumnya. Kalau istilah sekarang disebut eargasm, itulah suara yang bisa membuat telinga seperti orgasme. Sangat nikmat mendengarkan suaranya.

Intan tidak bisa menahan diri untuk tidak tertarik dengan suara Irwan. Dia tidak tahu topik mana yang dibicarakan Irwan daritadi, Intan hanya terus menatap Irwan.

Bibirnya yang seksi dan tipis itu berbicara dengan membuka dan menutup dari atas ke bawah. Suaranya yang rendah, dalam dan manis. Alisnya terkulai membuatnya terlihat sangat sabar dan bersungguh-sungguh.

Intan terpesona oleh wajah Irwan untuk sementara waktu.

Akhirnya, Irwan menyelesaikan penjelasannya lalu berkata, "Apakah kamu mengerti?"

Irwan mengangkat matanya dan melihat bahwa istri kecilnya sedang menatapnya, tanpa diduga ... Intan daritadi sedang menjelajahi wajahnya?

Irwan tiba-tiba merasa tidak berdaya lalu membenturkan kepalanya ke dahi Intan, "Apakah itu cukup? Air liurmu sampai menetes."

Setelah mendengar kata-kata Irwan, Intan bangkit, lalu dengan cepat menyeka sudut mulutnya tapi tidak menemukan ada sisa air liur.

Intan tiba-tiba merasa malu dan kulitnya memerah.

"Kamu berpakaian seperti ini dan menatapku dengan tatapan yang lapar, apa yang sebenarnya kamu pikirkan?"

Irwan tersenyum di sela-sela bicaranya, senyuman itu seperti mengandung kekuatan magis.

Senyuman itu tipis dan tidak simetris, tetapi memiliki daya tarik yang tidak terbatas.

Agak buruk dan mendebarkan.

Dia merasakan darah di seluruh kepalanya mengalir deras ke kepalanya, pipinya panas seperti terbakar.

Intan hanya menjatuhkan pandangannya ke segala benda di ruangan itu karena gugup. "Tidak ... tidak ..."

"Bisakah kamu menjelaskannya lagi? Aku ... aku harus mendengarkan dengan lebih teliti kali ini."

Irwan tidak bisa menolak permintaan Intan, jadi dia hanya bisa menjelaskan materi itu sekali lagi.

"Ternyata seperti ini. Mengapa jadi jauh lebih mudah setelah kamu yang menjelaskan ini? Ketika senior menjelaskannya, materi ini terdengar sangat rumit!"

Mendengar ini, Irwan menepuk pantatnya tanpa basa-basi: "Siapa dulu suamimu, ini hanya seperti lelucon dalam dunia bisnis yang sudah kujalani selama bertahun-tahun. Aku bisa mencarikanmu guru, tetapi apakah kamu hanya ingin lulus ujian?"

"Aku tidak hanya ingin lulus ujian, tetapi aku juga ingin mengambil sertifikat akuntansi ..."

Intan cemberut, meskipun dia sedikit bodoh dalam pelajaran ini, dia masih sangat ambisius.

"Aku akan membantumu, jadi datanglah ke ruang kerjaku."

"Apa yang sedang kamu lakukan?"

"Memberimu beberapa buku."

Irwan memegang tangan Intan. Tangannya sangat besar hingga benar-benar bisa membungkus tangan kecil Intan.

Intan selalu merasa kedinginan dan kesepian selama bertahun-tahun karena dia merasa tidak punya siapapun yang menyayanginya,

Namun sekarang, ada seseorang yang selalu ada untuknya. Setiap kali pria ini menggenggam seluruh tangan kecilnya, Intan langsung merasakan kehangatan yang menjalar di sekujur tubuhnya. Perasaan hangat yang sangat menenangkan dan menyenangkan.

Intan datang ke ruang kerjanya Irwan dan yang langsung tampak di depannya adalah deretan buku-buku keuangan yang ditata rapi di rak bukunya yang besar.

Irwan memilih beberapa buku tentang keuangan paling dasar lalu berkata, "Bacalah buku lebih banyak, ini akan membantumu mengikuti ujian. Cepatlah kembali mengerjakan tugasnya, nanti aku akan memeriksa pekerjaanmu."

"mengerti."

Intan berkata dengan patuh.

Setelah itu, Irwan memberikan analisa tentang beberapa kasus ekonomi sederhana untuk Intan.Saat mendengarkan Irwan, Intan sepertinya tidak bisa berkata-kata dan hanya fokus menulis beberapa pertanyaan dan materi.

Setelah selesai, Intan memandang Irwan dengan kekaguman di wajahnya. Dia melangkah maju mendekati Irwan lalu memeluk lehernya, ditambah mencium kedua pipinya.

Irwan langsung merasa senang.

Sekarang Irwan merasa bahwa selama dia bisa berpegangan tangan, berpelukan, dan berciuman, dia sudah mencapai puncak kebahagiaan. Kebahagiaan dan kemanisan yang dibawa oleh Intan, seperti permen rasa buah, terasa manis dan rasa segar yang tertinggal tiada habisnya, tak tergantikan.