Renata tidak menyangka Intan akan melawan. Dia menghentakkan kakinya dengan marah dan ingin menarik tangannya, tetapi genggaman Intan lebih kuat darinya.
Renata tumbuh dimanja hingga dewasa. Dia tidak bisa memikul beban berat di bahunya, bahkan dia tidak kuat membawa sebuah pot bunga kaca.
Intan berbeda darinya, fisiknya jelas lebih kuat dari Renata. Sejak kecil Intan sering melakukan tugas dapur, mengepel lantai, menyiram bunga, dan melakukan segalanya.
Karena Intan dilahirkan dalam keluarga Surya bukan untuk menjadi anak perempuan manja, tetapi untuk melunasi hutangnya, hutang ibunya.
Perkelahian bukanlah sesuatu yang bisa diatasi Renata, kekuatannya tidak sebanding dengan Intan.
"Kau sudah gila!"
Renata mengangkat tangannya yang lain dan ingin membalas Intan, tetapi Intan lebih dulu mendorong tubuhnya menjauh.
"Renata, apa kamu masih berani mencoba melawanku lagi? Apa kamu masih ingin masuk ke pintu rumah keluarga Wijaya? Ketika kamu dan Roy Wijaya membicarakan tentang pernikahan, kudengar ibu Roy Wijaya tidak menyukai latar belakang keluarga Surya dan selalu tidak setuju. Bukankah begitu? Jika saya meniup angin bantal dengan Irwan lagi, biarkan dia berbicara dengan orang tua itu. Apa menurutmu kamu masih bisa masuk ke dalam rumah keluarga Wijaya? "
Renata langsung panik ketika mendengar ini.
Bukankah dia sudah berusaha sangat keras untuk menikahi keluarga kaya?
Renata menggertakkan giginya dengan keras dan menatap Intan dengan geram.
Wanita jalang ini benar-benar ingin menginjak kepalanya dan mengancam dirinya sendiri.
Renata menyipitkan matanya dan berkata, "Intan, tunggu pembalasanku!"
Setelah berbicara seperti itu, Renata berbalik dan pergi tapi sepatu hak tingginya terbentur meja.
Ketika Renata pergi, Intan menghela nafas lega.
Intan berlari ke sudut meja tadi. Punggungnya sangat sakit, dia juga merasa pusing.
Tapi dia tidak ingin terlihat lemah di depan Renata, kalau tidak dia akan merendahkan dirinya sendiri.
Intan menahan rasa sakitnya lalu segera berjalan ke pintu untuk keluar, tetapi dia tidak berharap Renata akan mengunci pintu.
Renata berdiri dengan bangga di luar jendela. Dia memegang kunci di tangannya lalu berkata mencibir "Intan, menurutmu apa yang sebenarnya tidak bisa aku lakukan? Jika aku tidak bisa masuk ke pintu keluarga Wijaya, kamu juga tidak bisa masuk. Kita tunggu dan lihat saja nanti! "
Setelah selesai bicara, Renata membuang kunci itu jauh-jauh.
"kamu..."
Intan ingin berteriak, tapi itu tidak mungkin.
Tidak ada siapapun yang akan lewat di sini.
Intan buru-buru mengeluarkan ponselnya, tapi ternyata ponselnya mati. Apa yang bisa aku lakukan?
Dia duduk di bangku dengan nafas yang sesak karena menahan sakit di punggungnya.
Intan merasa kali ini dia benar-benar lengah, dia harus waspada terhadap Renata. Lain kali jika dia bertemu Renata, Intan tidak akan memberikan ampun!
Waktu berlalu satu menit dan satu jam, tidak terasa sudah malam dalam sekejap mata. Langit terlihat mendung,sepertinya akan ada hujan lebat.
Intan merasa sangat haus dan lapar. Dia hanya mengenakan pakaian tipis, sedangkan angin dingin bertiup masuk melalui jendela tanpa kaca. Dia selalu merasa gedung ini sangat dingin dan menakutkan.
Sebentar lagi akan gelap tapi tidak ada listrik di sini. Apakah akan ada orang yang datang ...
Ketika Intan memikirkan ini, dia sangat gemetar.
Saat ini, ada badai petir di langit. Tidak lama kemudian, hujan lebat turun.
Hari semakin gelap.
Intan bisa melihat cahaya di tempat lain, tapi di sini sangat gelap.
Hujan lebat turun sangat lama sehingga tidak ada sinar bulan sama sekali.
Pintu dan jendela berderit tertiup angin dingin, bunyinya seolah ada seseorang menangis.
"Jangan ... Jangan ..."
Intan meringkuk erat seperti bola. Tubuh kecilnya meringkuk di sudut, dia sangat ketakutan.
Dia sangat takut pada gelap karena dia sering diolok-olok oleh Renata ketika dia masih kecil lalu dikurung di sebuah gudang kecil.
Di malam hari, Renata juga sengaja menceritakan kisah-kisah hantu.
Gadis kecil yang berdarah, wanita tua tanpa lidah, dan kisah hantu-hantu lainnya ...
Bahkan Renata juga berpura-pura menjadi hantu untuk menakut-nakuti Intan.
Saat itu, Intan sampai mengalami demam tinggi selama sebulan. Bahkan dia hampir meregang nyawa karena terlalu takut.
Sejak itu, Intan tidak berani berjalan di malam hari sendirian. Dia tidak mau lagi mendengar cerita hantu. Intan harus menyalakan lampu tidur kecil saat malam hari, kalau tidak dia akan sulit tidur.
"Siapa… yang bisa membantuku… Irwan Wijaya, kamu di mana?" Intan tidak tahu mengapa saat ini orang pertama yang dia pikirkan hanyalah Irwan.
Irwan menunggu di persimpangan jalan sampai malam hari, tetapi Intan tidak kunjung datang.
Jadi Irwan memutuskan untuk langsung pergi ke kampus, lalu dia menemukan Salsa.
"Dimana Intan?"
"Saya sudah mencari di sekeliling kampus tapi tidak menemukannya. Tadi Renata mendatanginya, tapi saya tidak tahu mereka bertemu di mana. Apakah Anda sudah pergi ke rumah keluarga Surya untuk bertanya? Mungkin dia pulang ke sana."
Irwan mengerutkan kening lalu langsung meminta Sekretaris Hamdani untuk memeriksa ke seluruh penjuru kampus dan menghubungi keluarga Surya.
Dengan begitu, Irwan benar-benar dia akan segera mendapat hasilnya.
Irwan bergegas mencari ke gedung C yang gelap dan kosong, seperti rumah berhantu.
Salsa bergegas masuk lebih dulu, tapi dia tidak bisa membuka pintu. Pintunya terkunci, "Cepat ke sini dan bantu aku membuka pintu ini, Intan paling takut pada kegelapan. Dia takut gelap sejak dia masih kecil!"
Wajah Irwan langsung kaku. Dia bergegas dan langsung menendang pintu dengan paksa. Setelah beberapa kali tendangan, pintu besi yang usang itu terbuka.
Salsa menyalakan senter ponsel. Dia mencari sosok tubuh Intan dalam kegelapan, kemudian dia akhirnya melihat Intan yang gemetar di sudut ruangan.
Salsa berusaha bergegas, tapi Irwan lebih cepat darinya.
Pria itu melangkah masuk ke dalam ruangan menuju Intan lalu memeluknya. Intan yang tidak sadarkan diri di lantai mulai mengigau. Irwan memeluknya dengan erat lalu menggendongnya keluar.
Badan Intan panas dan menggigil, dia demam.
"Cepat bawa Intan ke rumah sakit."
Irwan berkata dengan cepat sambil membawa Intan masuk ke kursi belakang. Sekretaris Hamdani segera duduk di kursi pengemudi. Salsa tiba-tiba masuk ke dalam mobil dan langsung duduk di kursi depan "Saya ingin menemani Intan."
Irwan hanya melirik, tapi tidak mengatakan apa-apa, Dia langsung memerintahkan Sekretaris Hamdani untuk pergi ke rumah sakit.
Intan mengalami demam ringan yang tidak serius, tapi dia masih tidak sadarkan diri.
Dia terus bergumam pada dirinya sendiri, melambaikan tangan kecilnya secara acak.
"Jangan ... Jangan mendekatiku! Tolong, jangan ..."
Salsa memandangi yang tidak sadarkan diri di kursi belakang dengan perasaan tertekan. Dia hendak mengulurkan tangannya ke arah belakang untuk memegang tangan Intan, tetapi dia tidak menyangka Irwan memegangi tangan Intan lebih dulu.
Irwan langsung memegang tangan kecil Intan dengan tangan besarnya. Dia berbicara dengan suara yang dalam dan kuat, "Jangan takut, aku akan selalu bersamamu."
Kata-kata ini berhasil membuat Intan perlahan-lahan menjadi tenang.
Salsa juga menghela nafas lega. Dia menatap lurus ke arah Irwan.
Meskipun penampilannya sedikit menakutkan, Salsa lega ketika dia mengatakan bahwa dia akan menjaga Intan untuk menenangkan Intan saat ini.
"Terima kasih, Tuan Wijaya. Ini terlalu dini, tapi biarkan aku yang mengurus Intan."
"Kamu kembali saja dan istirahatlah dulu. Kamu sudah mencarinya seharian. Aku akan meminta Sekretaris Hamdani untuk mengantarmu pulang. Serahkan Intan kepadaku, aku akan menjaganya di sini."
Salsa tidak menolak nasihat Irwan. Pakaian Salsa saat ini basah kuyup, jadi dia mungkin bisa jatuh sakit jika terus seperti ini.
Salsa mengangguk dan dengan sungguh-sungguh membungkuk untuk berterima kasih, "Terima kasih atas bantuan Anda, Tuan Wijaya."
Irwan memiliki kesan yang baik tentang Salsa, dia mulai sedikit mempercayainya..
Ternyata, masih ada orang disekitar Intan yang memperlakukannya dengan tulus.
...
Intan merasa bahwa dia memiliki mimpi yang sangat panjang dan sangat lama. Mimpinya di awal sangat menakutkan, tentang dewa, setan, monster, serta semua jenis makhluk astral.
Dia tidak tahu akankah mimpinya ini bisa menghilang.
Tapi lama-lama, dia merasa tangan kecilnya begitu hangat, seolah-olah dia baru saja menyentuh kompor. Ada sentuhan panas yang terus datang.
Dia tidak kedinginan lagi, juga tidak takut lagi. Akhirnya dia bisa tidur dengan nyaman.
Saat itu sudah pagi saat Intan mulai sadar. Kepalanya masih terasa sakit ketika dia baru saja bangun.
Ada bau disinfektan yang menyengat di hidungnya, membuatnya mengerti bahwa sekarang dia berada di rumah sakit.
Siapa yang membawaku ke sini?
Intan hanya berpikir untuk bangun, tapi dia tidak menyangka akan menyentuh sesuatu di tangannya.
Dia melihat lebih dekat, itu Irwan.
Irwan menyandarkan kepalanya di tepi tempat tidur. Dia masih tertidur.
Tangan kecil Intana sedang dipegang erat oleh telapak tangan Irwan. Ternyata inilah orang yang menghangatkanku sepanjang malam. Apakah dia selalu menggenggamnya di samping tempat tidur seperti ini?