Chapter 8 - Desiran Aneh

Galang dan dia saling memandang.

Luna menatap pria itu yang memandangnya dengan wajah kakunya.

Dia merasa bahwa Galang sudah kelelahan, dan saat dirinya terjatuh ke tubuhnya seperti itu ...

Luna juga tidak sedang memakai branya dan hanya mengenakan kaos tipis.

Saat ini ...

Napas Luna agak pendek, dan dia tidak tahu apakah dia gugup atau sedang kehabisan napas.

Dia memalingkan wajahnya yang sudah memerah dari Galang dan berkata dengan pelan, "Aku keliru. Ternyata Pamanku memang laki-laki sejati."

Awalnya Galang tidak memperhatikannya, tapi dapat dia lihat bahwa Luna tidak mengenakan branya, hanya kaos tipis yang dia pakai.

Pantas saja dia tadi dapat merasakan sentuhan halus benda kenyal di dadanya itu.

Sedangkan, gadis itu tidak tahu dampak dari kata-katanya barusan terhadap Galang.

Bisa-bisanya dia menatapnya dan berkata dengan wajah lugunya itu.

Sepertinya Luna tidak tahu apa yang dia katakan.

Tapi, Sialan! Reaksinya lebih kuat dari dugaannya! Ada apa dengan dirinya?!

Galang menelan ludahnya dengan gugup.

Dia ingin membalikkan badannya, namun tidak bisa.

"Kembalilah ke kamarmu" katanya kepada gadis itu.

Luna tidak akan membantahnya kali ini, batinnya yakin.

Namun, tidak diduga, gadis itu malah melepaskan celananya!

Saat menyentuh kulit tubuh pria itu, Luna dapat merasakan panas dari tubuhnya.

Dia jelas demam, batin Luna.

Tubuh Galang menjadi kaku, dan dia belum siap untuk berbicara.

Gadis itu berkata dengan tegas, "Kau tidak boleh keras kepala, Paman!"

Sedangkan Galang benar-benar malu sekarang dan hanya memejamkan kedua matanya matanya.

Dia dapat merasakan tangan-tangan kecil itu memegang handuk yang basah kuyup dan menggosoknya ke atas dan ke bawah pada kakinya dengan terampil. Pria itu merasa nyaman dan sejuk pada dirinya sekaligus.

Namun, juga sedikit merasa geli dengan sentuhan itu.

Setelah pertengkaran kecil barusan, tubuh Galang sangat lelah.

Setelah beberapa saat, dia tertidur.

Dan Luna merawatnya dengan sabar dan telaten sepanjang malam.

_____

Pagi harinya, Galang mengerutkan alisnya dan bangun dengan santai saat sinar matahari yang hangat masuk ke dalam kamarnya.

Begitu dia menoleh, dia melihat kepala kecil yang tergeletak di samping ranjangnya. Luna tertidur di lantai dengan kepala yang dia sandarkan di ranjang.

Tiba-tiba, Galang merasa bersalah.

Pria itu bangkit dari ranjang dan melilitkan handuk di pinggangnya, kemudian berjalan dengan pelan ke arah Luna, membungkuk dan mengangkat tubuhnya dengan pelan.

Ketika Galang hendak membaringkannya di ranjang, gadis itu membuka matanya sedikit.

Mata besar itu terlihat lugu dan bersih. Galang gemetar saat melihat matanya.

"Kau tidur dengan nyenyak?" tanya Galang lembut.

Luna benar-benar terjaga sekarang dan saat melihat siapa yang menggendongnya, dia lalu menyentuh darah yang mengalir dari perban Galang, dan terkejut. "Paman! Kau gila?!"

Dia segera turun dari gendongannya.

Gadis itu melihat lukanya dengan khawatir dan bertanya, "Apa ada kotak obat?"

Galang mengangkat alisnya dan menatap ke arah Hilman yang telah menunggu di depan pintu tanpa berani mengatakan apapun.

"Ambil kotak obatnya."

Hilman yang mendengar perintah itu dengan segera pergi, kemudian datang dengan membawa peralatan obat.

Luna berlutut di tempat tidur, dan tangannya dengan lembut melepaskan perban di tubuh Galang.

Mengoleskan kembali salep tersebut dan dengan terampil memperban lukanya kembali dengan perban baru.

Beberapa helaian rambutnya itu secara tidak sengaja membelai dada telanjang Galang dengan ringan.

Dengan aroma melati yang menguar dari rambutnya, tanpa sadar Galang menarik napasnya dalam-dalam dan menghirupnya dengan rakus.

Melihat Luna dengan wajah fokusnya, ekspresi Galang berubah.

Luna dengan sabar dan cermat memperban lukanya dan menghembuskan napas pelan setelah selesai.

Dia mengangkat kepalanya dan bertatapan dengan Gilang yang memandangnya dengan ekspresi aneh. Luna merasa sedikit terkejut.

Dia kemudian berkata dengan pelan, Paman, kenapa?"

Galang tersenyum kecil dan bertanya, "Kapan Luna belajar perawatan medis? Kau tidak terlihat seperti seorang pemula."

Sedangkan, Luna tengah memikirkan alasan yang bagus untuk menjawab pertanyaan Galang barusan.

"Aku bergabung dengan sebuah klub di sekolahku. Kami diajarkan untuk melakukan pertolongan pertama dan perawatan medis."

Galang melipat tangannya ke dada dan bersandar di tempat tidur. "Pergilah mandi, kemudian makan. Setelahnya kau bisa tidur lagi."

Luna mengangguk dan keluar dari kamar.

Galang menatap punggungnya gadis itu dan bertanya-tanya.

Luna tidak mengatakan apapun yang salah, tetapi dia tidak pernah mengatakan tentang klubnya itu padanya ...

Galang ingin melihat seberapa banyak Luna telah berubah. Alasan dia tidak bertanya secara mendalam adalah karena, dibandingkan dengan Luna yang sebelumnya, Galang lebih menyukai Luna yang sekarang.

Dia lebih menyukai Luna seperti ini.

Saat memikirkannya, ponselnya berdering. Dia mengangkatnya dan mendengar langsung mendengar pujian Aldo, "Apakah keponakan kecilmu menyeka tubuhmu tadi malam? Bagaimana? Kau cukup menikmatinya. Bukankah begitu?"

Galang teringat tangan kecilnya yang lembut menekan dan mengusapnya tadi malam, teringat sentuhan lembut saat dia menekan tubuhnya di bawahnya, dan hembusan napas pelan di dadanya.

Saat dia mengingatnya, dapat dirinya rasakan desiran aneh pada tubuhnya.

Itu adalah pengalaman yang manis … namun juga siksaan baginya.

Tanpa disadari, Galang tersenyum dan berkata, "Terima kasih."

Aldo semakin bersemangat ketika mendengar apa yang temannya katakan, "Sepertinya dia benar-benar melakukannya. Betul, gadis itu tidak bisa terus memanjakan ... hei ... hei ... "

Mendengar teleponnya ditutup secara sepihak oleh Galang, Aldo kesal.

Aku tidak akan membantunya jika aku tahu dia akan seperti ini! batinnya.

Sedangkan di sisi lain, Galang sedikit merasa bersalah saat menutup telepon temannya seperti itu

Mungkin Aldo hanya ingin memberi pelajaran untuk Luna, tapi apa yang dia syukuri adalah kesempatan yang dia ciptakan untuk mereka berdua untuk lebih dekat seperti kemarin.

_________

Luna tidak bisa tidur nyenyak di malam hari, dan tidur sedikit di siang hari tanpa berani tidur lebih banyak.

Sebagai gantinya, dia memegang buku tentang reinkarnasi yang dia pinjam dari perpustakaan dan membacanya sepanjang hari.

Dia tidak percaya pada hal-hal takhayul seperti itu sebelumnya, tetapi saat ini dirinya berada dalam raga orang lain, dan dia tidak bisa tidak mempercayainya.

Namun, dirinya tidak menemukan jawaban apapun setelah membacanya sepanjang hari.

Keesokan paginya, setelah lari pagi, dia melihat-lihat lemari dan menemukan seragam SMA Mahardika Luna dan sepertinya sudah lama tidak dipakai.

Dia kemudian memakainya.

Kemeja putih sederhana dengan rok kotak-kotak berwarna biru dan hitam, yang memperlihatkan lekuk tubuhnya.

Begitu Galang keluar dari kamarnya, dia melihat pintu kamar di sebelahnya terbuka.

Melihat gadis berambut panjang yang memakai seragam di depannya dan memperlihatkan lekukan tubuhnya, dia sedikit mengernyit.

Roknya sepuluh sentimeter di atas lutut, memperlihatkan kaki putihnya yang panjang dan ramping.

Dan Galang berpikir, bagaimana para gadis bisa menyukai pakaian yang dirancang oleh orang mesum itu?!

Namun, dirinya dapat melihat senyuman di wajah gadis itu yang terlihat lugu dan tulus.

Wajah cantiknya yang tersenyum seperti ini, membuat Luna tidak berpikir sudah berapa banyak pria yang akan terpesona pada dirinya!

Luna biasanya berpakain lebih vulgar dari itu, namun entah kenapa saat melihatnya seperti ini, Galang merasakan perasaan aneh dalam hatinya.

Sekarang, dia hanya ingin menyembunyikan gadis itu! Tidak ingin dia tunjukkan pada siapapun!

Luna berbalik saat merasakan seseorang sedang menatapnya. Dia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Galang, jadi dia tersenyum dan menyapa, "Pagi, Paman."