Setelah 4 hari tinggal di rumahku, Aika pamit ingin pulang. Dia dengan wajah sumringahnya, menatapku antusias.
"Terimakasih sudah mau menampungku di sini."
"Tunggu!"
"Yaa?"
"Memangnya kamu punya tempat untuk tinggal?"
"Aku bisa mencarinya nanti. Terimakasih!"
Ku tarik tanganya masuk lagi ke dalam kastil. kami menuju dojo, ku lemparkan sinai ke arahnya.
"Jika kau bisa mengalahkan aku, maka kau boleh pergi dari sini. Kalau mengangkat sinai saja kamu tak bisa, jangan harap keluar dari sini."
aku mengertaknya, dia menatapku takut-takut.
"bbbbbbaik."
"Ganti bajumu. ikut latihan bersamaku."
Kami berlari berdua ke bukit di belakang kastil. Dia nampak terengah-engah berlari di belakangku.
"aku... aku... " nafasnya tersegal.
"Apa yang kau lakukan. ayo cepat!!"
Kami berlari berdua, menembus bukit berputar di kebun warga. Beberapa orang menyapaku, sebagian tunduk di depanku saat aku lewat. Aku tak menyukainya.
Ku ambil seekor kuda yang terikat di pinggir jalan, Ku tarik tangan Aika dan dia duduk di belakangku.
"Pegangan kuat."
"Ini kuda siapa?"
"Aku akan mengembalikannya besok."
"Tapi?"
..
Sejatinya aku masih menanti dia membuka suara dan bercerita tentangnya padaku. Tentang luka di dalam hatinya yang hampir membuatnya meloncat dari jembatan.
Tom memberi tahu kalau semua keluarganya tewas dalam sebuah pertempuran. Dia sebatang kara, putus asa dan mungkin memilih mati saja.
Dia serapuh ini, mana mungkin aku tega mengeluarkannya dari kastilku.
.
"Kakek, aku meminta kemurahan hatimu, tolonglah dia."
"Kita tak bisa menahannya di sini Ryu, dia tak memiliki keluarga. Dia miskin."
"Kakek, onegai!" ucapku memohon pada kakek.
..
Aika sangat pendiam, dia sangat jarang bersuara kecuali sangat butuh. Aku penasaran pada gadis energik yang kemaren mengacaukan ruang makan dan dojo. Ke mana dia? Bagaimana mengembalikannya? apakah Aika memiliki kepribadian ganda?
...