Humaira Graciela Oktaviani, ya sekarang dia sedang duduk melamun di balkon kamarnya. Dia sedang memikirkan akan melanjutkan sekolah dimana setelah ini, apakah dia akan tetap memilih pilihanya sendiri apa harus mengikuti kemauan orang tuanya yang meminta dirinya sekolah dipesantren diluar kota, Ia sangat bingung karena pada dasarnya ia belum pernah membantah kemauan orang tuanya, ia selalu menuruti apa yang orang tuanya minta, selagi itu baik kenapa tidak katanya, namun kini berbeda, ia sangat ingin masuk ke sekolah impianya sejak dulu, ia tidak mau sampai ini tidak terjadi, ia selalu berharap agar masuk ke sekolah itu namun ia semakin bingung dengan kemauan orang tuanya.
"Tok.. Tok... Tok" Bunyi pintu kamar yang diketuk oleh seseorang, ya Riana dia Bunda dari via.
Sontak via yang mendengarnya langsung terbangun dari lamunanya bangun dari duduknya dan bergegas menuju pintu untuk membukanya.
"Ceklek" pintu terbuka menampakan bundanya didepan pintu itu.
"Iya, ada apa bun?" tanya via
"Ayo makan, ayah udah nungguin di bawah" ajak bundanya.
"Oh iya bunda, bunda duluan aja ntar via nyusul soalnya via mau beresin buku dulu." ucapnya
"Oke deh, jangan lama-lama ya" ucap bundanya sembari mengelus kepala via yang terbalut jilbab birunya.
"Iya siap ibu negara" jawabnya dengan terkekeh, dan disusul kekehan bundanya yang sembari berjalan menuruni anak tangga.
Sebenarnya Via hanya beralasan saja, biar lebih lama karena via belum siap kalau nantinya ditanyakan perihal melanjutkan sekolah, akhirnya setelah agak lama berdiam diri dikamar dengan alasan akan membereskan buku, ia keluar untuk turun ke meja makan, hantinya dag dig dug tak menentu, walopun dirinya sudah mengatakan siap mendengarkan dan menerima apapun keputusannya. Perlahan mulai mendekat ke meja makan, langkahnya semakin berat namun ia nekatkan untuk hal itu. Terlihat hanya Ayah saja yang dimeja makan, Via tidak melihat sosok Bundanya sempat berkata didalam hati "dimana Bunda?" karena dengan Bundanya kadang bisa membantu ia berbicara didepan Ayahnya. Namun kini justru Bundanya malah tidak ada, semakin membuatnya takut.
"Sudah selesai membereskan bukunya kak?" Tanya Ayahnya.
"Sudah, kok Ayah tau Kakak membereskan buku?" tanya Via pada Ayahnya.
"Iya kak, tadi Bunda yang bilang. Ya sudah sini duduk dan makan dulu" perintah Ayahnya.
"Iya yah, oh iya yah bunda dimana?" Tanyanya lagi.
"Bunda sedang membantu adikmu mengerjakan PR dikamarnya" jawab Ayahnya.
"Ohh" Via hanya ber'oh ria.
Via itu anak pertama dari dua bersaudara, ia mempunyai adik perempuan yang bernama Humaira Graciela anjani atau biasa dipanggil cici sekarang adiknya itu duduk dibangku kelas 5 SD yang sebentar lagi naik kelas 6. Via mulai mengambil nasi serta lauk pauknya yang sudah tersedia di atas meja makan, dan setelah itu mulai makan, ditengah asiknya via menikmati makanya tiba-tiba..
"Bagaimana kak urusan sekolahmu? Apa kamu mau sekolah sambil belajar dipesantren nantinya?" tanya Ayahnya.
Deg! Jantung Via berdegup kencang akhirnya kata-kata itu keluar juga dari mulut Firman Ayah Via.
"Uhuk.. Uhuk" Via tersedak makanan yang ia makan karena mendengar pertanyaan ayah, pasalnya hal itu lah yang membuat Via takut sedari tadi.
"Makanya kak kalo makan pelan-pelan, nih minum dulu" Suara Bundanya sembari memberi segelas air putih untuk diminumnya. Via langsung mengambil gelas yang berisi air ditangan Bundanya dan langsung meminumnya. Sekarang ia merasa agak lega karena Bundanya sudah kembali, jadi ia tidak terlalu gugup untuk menjawab pertanyaan Ayahnya tadi.
"Maaf yah sebelumnya, emang harus banget ya Via sekolah sambil belajar di pesantren diluar kota?" tanya Via dengan nada lemah lembut penuh kehati-hatian
"Iya Kak, Ayah mau kakak lebih mandiri nantinya." jawab Ayahnya tegas.
" Untuk mandiri insyaAllah dirumah saja kakak bisa belajar mandiri yah, kakak bakal belajar mandiri yah dan Kakak mau buktiin ke Ayah," ucapnya kembali dengan nada memelas.
"Tidak kak! Keputusan Ayah sudah bulat, lagian pemilik pesantrenya itu teman ayah kak, jadi ayah tenang menitipkanmu padanya" tegas Ayahnya kembali.
"Tapi yah apa tidak jauh lebih tenang kalau ayah yang mendidik kaka dirumah? Jadi Ayah bisa memantau juga keseharian Kakak, iya kan Bunda?"
Bunda hanya tersenyum tidak menjawab namun dari raut wajahnya via tau kalau bundanya mengatakan biar nanti coba Bunda yang bantu bilang ke ayah, Via merasa sedikit lega karena Bundanya selalu membantu jika urusan begini.
"Sekalinya Ayah bilang tidak ya tidak, kakak harus nurut sama apa yang ayah bilang" ucap Ayahnya dengan nada sedikit tinggi.
"Apa selama ini kurang yah? Kakak selalu nurutin semua perintah Ayah dan Bunda sekalipun itu perintahnya kakak sendiri tidak begitu menyukainya, kakak mohon kali ini saja yah kakak ingin sekolah ditempat yang selama ini kakak inginkan," Ucap Via dengan nada parau karena kini air mata yang sejak tadi ia tahan keluar juga.
"Sudah, sudah lanjutkan nanti saja lebih baik kakak lanjutin makanya, dan Ayah kalo udah selesai makan itu sudah Bunda buatkan kopi di ruang tengah" Ucap Riana melerai perdebatan yang bisa bertambah besar jika dibiarkan.
"Kakak ke kamar dulu bun, " menggeser kursi lalu beranjak dari duduknya dan lari ke kamar masih dengan tangisanya.
"Loh kak? Tidak dihabiskan ini makananya? " tanya bundanya, pasalnya memang Via belum selesai makan tadi, Via hanya menggeleng dan melanjutkan langkahnya. Saat ini ia tidak mau diganggu dan hanya butuh waktu untuk sendiri agar bisa lebih tenang pastinya. Sekarang ia masuk ke kamar menutup pintu dan tidak lupa juga menguncinya. Setelah itu ia langsung merebahkan tubuhnya di kasur doraemonya, ia masih terisak sekarang ia jadi tambah bingung memikirkan ucapanya tadi, apa itu termasuk melawan orang tua? Tetapi jika tidak seperti itu ayahnya tidak akan tau yang ia rasakan selama ini.
"Arggggh" erangnya sembari memegangi kepalanya yang seakan terisi penuh tidak dapat berpikir.
Ia merasakan kekacauan, lalu sekejap ia teringat jika ia sedang seperti ini biasanya ia selalu curhat pada sahabatnya,
"Ya Viona, dia yang paling bisa mengerti keadaanku saat ini" Batinya dan ia segera mengambil HP yang berada diatas nakas, mencari aplikasi WA dan menulis nama sahabatnya itu lalu ia mengawali chat.
Viona Angelica
Pioooo gue butuh lo saat ini 😭✔✔
Iya oi lu kenapa dah? pake emot nangis segala sini cerita sini 😗
Gue kacau banget sekarang, gue bingung harus gimana lagi:'(✔✔
Lah kenapa? Cerita dulu sampe selese baru ngeluh anjir😕
Tentang masalah sekolah yang pernah gue ceritain sama lo kemarin2. Tadi ayah nanyain lagi dan gue jawab apa yang gue rasain selama ini, gue salah gak si? ✔✔
Nggak salah si menurut gue, kan lo lebih tepatnya kayaa ngluarin pendapat lo, itu juga kalo lo ngomongnya bukan sama emosi ya wajar² aja.
Gue ngomong sambil nangis anjir ✔✔
Ya gapapa ayamquee selagi itu bikin lo legaa nangiss ajaaa,
apa gue kesitu nginep sekalian biar lo ada temen buat cerita
secara langsung bukan halu doang kek reader wattpad? 😆
Anjirr gue juga reader wattpad,
yaudah gaeskeun buruann ga pake lama 5 menit harus dah sampe 😗 ✔✔
Gilaaa, tadi aja pake emot nangis2 sekarang pake emot gituannn jijiqueeeee:((
Read.
Viona memang sahabat yang paling bisa ngertiin jika ia sedang dalam keadaan seperti ini, sahabat paling dekat yang ia sendiri sudah menganggapnya saudara.
*****
"Assalamualaikum" teriak orang dari luar rumah.
"Waalaikumussalam, " jawab semua orang yang mendengarnya.
Lalu Bunda berjalan untuk membuka kan pintu.
"Eh Viona, cari Via yaa?" tanya Riana saat mengetahui Viona yang datang.
"Iya Bunda, ada kan Vianya?" tanya Viona balik sembari bersalaman dengan Riana.
"Ada kok dikamar, yuk masuk. Sekalian masuk aja ke atas ke kamarnya Via" perintah Riana sang Bunda
"Oh ke Bunda siap, Viona ke atas dulu ya, " pamit Viona.
Yaaa memang Viona sudah terbiasa memanggil Riana dengan sebutan Bunda, dan memanggil Firman dengan sebutan Ayah, begitu juga sebaliknya Via juga selalu memanggil kedua orang tua Viona dengan sebutan Ayah, Bunda. Tidak menunggu lama, akhirnya Viona sampai didepan pintu kamar via.
"Woii ayammm, bukain pintunya. Gc gaada 1 menit, lebih dari itu gue balik" teriak Viona didepan pintu kamar Via.
"Anjirrr iyaa iya gue bukain." teriak Via dalam kamarnya.
"Ceklek" pintu kamar terbuka menampakan sosok sahabatnya satu ini.
"Lah lama lo kesel gue" ucap Viona dan menyelonong masuk dengan seenaknya.
Tapi tenang ini udah jadi kebiasaan mereka berdua menganggap semuanya milik bersama kaya kamar gitu contohnya hehe.
"Dasar ontaaaa ga sabaran banget jadi orang" gerutunya tapi masih terdengar oleh Viona.
"Apa lo bilang? Gue balik nih" ancamnyaa
"Ehh nggak salah denger kali lo, disini aja temenin gue yaa onta sayang" jawabnya dengan nada yang lumayan menjijikan kalo di dengar
"Jijikkk gue dengernyaa serius" ucap Viona.
"Gue ajaa yang ngomong jiji apalagi lo yang denger" jawabnya.
Lalu mereka berdua tertawa bersama, entahlah apapun masalahnya terkadang Via suka lupa jika sudah bersama Vio, emang yaaa Viona sahabat terdabes uwu deh.
>>Jagalah orang yang selalu ada untukmu<<
-Niaacrml