Yey... up guys... dududu...lalala...
Happy Reading...
"Oh, sorry. Gua salah kamar," ucap seorang pria yang berdiri di ambang pintu masuk ketika ia sadar sepertinya ia salah masuk.
Elang hanya diam tanpa menjawab apapun. Pria yang tidak lain adalah Alvi itu sudah meminta maaf jika ia salah kamar tetapi langkah kakinya tidak sesuai dengan apa yang ia katakan. Ia melangkah masuk dan berjalan mendekati tempat tidur Aldebaran. Mata Elang tidak lepas memandangi kemana langkah Alvi. Seperti seorang singa yang siap menerkam siapapun yang akan mengusiknya.
"Hai, namamu Aldebaran ya?" tanya Alvi seraya tersenyum ketika ia sudah berdiri di dekat tempat tidur Aldebaran.
Aldebaran hanya menatap Alvi dan ia sedang mengingat siapa orang yang ada di hadapannya ini. Apakah dirinya pernah bertemu dengan pria ini atau tidak. "Mau apa lo kesini?" tanya Elang dengan suara dinginnya dan menatap tajam Alvi. Aldebaran pun menoleh ketika mendengar suara dingin Elang yang entah kenapa itu sangat menakutkan baginya.
Aldebaran baru kali ini melihat tatapan Elang dan suara dingin Elang. Mamanya dulu sering bercerita jika bosnya itu terkadang sering bersikap seenaknya bahkan menganggap sesuatu itu remeh hingga tertawa terbahak-bahak. Namun, ketika ia sedang serius. Auranya begitu dingin dan menakutkan bahkan para karyawan di perusahaan tidak berani menegurnya.
Sepertinya, apa yang di katakan mamanya itu benar. Aura Elang sangat berbeda saat ini. Tidak seperti saat Elang tadi berbicara dengan dirinya. Kali ini hanya aura dingin dan tatapan yang tajam yang ia tunjukkan. Pria yang saat ini tersenyum menatap ke arah Elang sepertinya bukanlah orang baik.
"Aku hanya ingin menjenguk temanku. Tapi malah salah kamar," jawab Alvi seraya tersenyum.
"Menjenguk teman?" tanya Elang yang kini sudah berdiri.
"Iya, ada yang salah?" tanya Alvi begitu santai.
"Ada. Sungguh ada yang salah," jawab Elang seraya tersenyum mengejek.
Alvi tersenyum paksa mendengar ucapan Elang. "Gua Erlangga Elang Pradipa, salah satu anak konglomerat dari perusahaan Elang Jaya. Apa kamu tidak tahu, jika ruangan yang sedang kamu injak ini adalah ruangan VVIP dan itu tidak akan sanggup temanmu bayar."
"Ck!" Alvi mndecakkan lidahnya kemudian ia bersedekap dan menatap Elang penuh percaya diri. "Apa kamu pikir aku tidak memiliki teman yang lebih kaya darimu?"
Elang kembali tersenyum mendengar ucapan Alvi. Senyuman meremehkan tepatnya. "Kamar VVIP hanya ada dua di rumah sakit ini dan tepatnya kamar itu ada di depan kamar ini. Yang aku tahu, kamar VVIP itu tidak ada pasien sama sekali. Jadi, mana mungkin kamu bisa sampai ke kamar ini, jika dua kamar VVIP ini saja memiliki jalan berbeda dari kamar biasa lainnya?"
Skak Alvi kalah dengan pertanyaan Elang. "Ah, apa aku salah alamat?" tanyanya entah pada siapa.
"Alamat palsu, begitu? Ayu tingting dong!" ucap Elang memutar malas bola matanya.
"Ah, bentar ada telpon," ucap Alvi kemudian membalikkan tubuhnya.
"Apa seorang Alvi menjadi takut jika ketahuan berbohong?" pertanyaan Elang dengan suara dingin itu mempu membuat langkah Alvi terhenti.
Dengan cepat dia membalikkan tubuhnya, "Apa lo bilang?" tanya Alvi sambil menunjuk wajah Elang.
Elang menepis tangan Alvi dan menatap Alvi dengan wajah menantang. "Gua bilang lo bohong!"
"Gua enggak bohong. Teman gua bilang dia di rawat di kamar VIP."
"Oh, berarti lo salah jalan. Ini kamar VVIP bukan VIP," ucap Elang seraya tersenyum mengejek.
Alvi mengepalkan tangannya erat-erat dan menatap Elang penuh marah. Ia sebenarnya tidak salah kamar, karena niatnya datang kesini adalah menemui Aldebaran. Ia tidak menyangka jika Elang berada di rumah sakit. Melihat Elang berada di kamar bersama Aldebaran tanpa ada kecanggungan, bukannya ia pergi malah berjalan masuk. Ada rasa tidak terima jika ternyata Elang mengetahui tentang Aldebaran.
Ia pikir, Elita tidak memberitahukan tentang Aldebaran pada Elang. Ia benar-benar terkejut tentang fakta ini padahal Aldebaran adalah anak haram yang tidak di inginkan terlahir di dunia ini. Apakah Elang sudah tahu kenyataannya sehingga ia tidak mempermasalahkan Aldebaran? Pertanyaan itu tiba-tiba muncul di benaknya sehingga dirinya melangkahkan kakinya masuk ke kamar.
Alih-alih menutupi jika ia tahu tentang Aldebaran, ia malah dengan mudahnya bertanya apakah nama anak yang berada di tempat tidur bernama Aldebaran. Ia merutuki kebodohannya tetapi tidak lama karena pertanyaan Elang membuat dirinya marah. Aldebaran hanya menatap Elang dan Alvi secara bergantian karena mereka berdua sama-sama menatap tajam.
Pintu kamar pun terbuka, Angel dan Nenek masuk ke dalam. Alvi dan Elang pun menoleh ke arah pintu. "Eh, ada tamu," ucap Nenek seraya tersenyum.
"Om Alvi," ucap Angel kemudian berlari menghampir Alvi. Alvi pun langsung berjongkok untuk memeluk tubuh Angel.
"Angel kangen," ucap Angel dan terdengar suara isakan kecil dari Angel.
"Ssst… Cantiknya om nanti enggak cantik lagi loh, kalau nangis," ucap Alvi seraya menepuk-nepuk pelan punggung kecil Angel.
"Om kenapa lama perginya?" tanya Angel masih menangis di cerukan leher Alvi.
"Om ada kerjaan, jadi lama," ucap Alvi dengan lembut. Sungguh, tidak ada yang menyangka jika Alvi sebaik ini. Bahkan Elang pun terheran dengan sikap Alvi yang ia kenal selama ini.
Perlahan Alvi mengurai pelukan Angel, tangannya terulur untuk menyentuh pipi Angel kemudian ibu jarinya mengusap pipi Angel yang basah oleh air mata. "Angel enggak boleh nangis. Apa Angel ingin mama bersedih?" tanya Alvi seraya tersenyum.
Angel hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Anak pintar. Kalau begitu, Angel enggak boleh nangis lagi ya," ucap Alvi seraya mengusap lembut pipi Angel.
"Dari pada menangis, lebih baik kita menggambar, yuk," ucap Nenek sambil mengangkat plastik berisi alat menggambar.
Angel pun langsung menolehkan kepalanya dan mendongak menatap Nenek yang tersenyum padanya. "Lebih baik kita menggambar, hum," ucap Alvi seraya tersenyum membuat Angel menoleh ke arahnya dan juga ikut tersenyum.
"Om ikut gambar bareng aku sama kakak Ganteng," ucap Angel seraya tersenyum.
"Kakak Ganteng?" tanya Alvi dengan wajah terkejutnya.
"Iya, kakak Ganteng," jawab Angel seraya tersenyum lebar.
Alvi menolehkan kepalanya menatap Aldebaran yang hanya diam menatap ke arahnya. Istilah dunia tidak selebar daun kelor ternyata itu benar adanya. Ia benar-benar tidak menyangka jika Kakak Ganteng yang sering Angel caritakan padanya adalah Aldebaran. Anak yang seharunya tidak pernah ada di dunia ini dan mendapatkan kasih sayang. Kenapa harus Aldebaran anak lelaki yang sering di ceritakan Angel dan anak laki-laki yang di sukai oleh almarhum Arella—kakak sepupunya itu.
Hubungan Alvi memang dekat dengan Arella walau hanya sepupu. Semua karena rumah mereka bersebelahan, tentu saja dua keluarga itu sering berkumpul bersama sehingga anak-anak mereka pun akur dan sudah seperti keluarga kandung walau hanya sepupu saja.
Bahkan ketika kakak sepupunya itu meninggal ia ingat jika Angel sempat bertemu dengan Kakak Ganteng dan Mamanya. Ia sempat melihat ke sekitar Angel, tetapi ia sama sekali tidak melihat ada seseorang di sana.
TBC...
cuz... banyakin Koment dan power stonenya ya guys.. kalau boleh aku minta hadiah juga dong. wkwkwk