Selamat membaca
Amanda POV
Aku sudah berjalan menuju ruangan CEO, seorang wanita cantik memanduku. Wajahnya penuh senyuman. Ada rona merah di wajahnya. Malukah? Atau ada alasan lain kenapa wanita ini terlihat, 'merona'.
"Mbak beruntung banget bisa jadi sekretaris pak bos," ucapnya memecah keheningan di antara kami.
"Oh ya? Saya bahkan tidak mengenal pak bos. Karena mesti saya sudah lama bekerja di Daston, ini kali pertama saya bertemu dengan beliau." Dia menatapku tak percaya. Seakan aku mengatakan, 'Kiamat akan terjadi besok'. Oh ayolah, apa anehnya dengan hal itu?
"Mbak serius, belum tahu tentang si bos?" tanyanya tak percaya.
"Iya, bahkan namanya saja saya tidak tahu. Saya hanya mengenal Tuan Tanaka saja," ucapku apa adanya. Aku memang pernah bertemu dengan pemilik Daston ini, Tuan Tanaka. Kalau tidak salah setahun yang lalu.
Kalau putranya aku belum pernah bertemu, aku hanya mendengar gosip tentangnya. Lebih banyak gosip negatif tentangnya, dari pada prestasinya.
"Ya ampun Mbak. Nama pak bos saja Mbak nggak tau?" pekiknya tak percaya. Wajahnya terlihat konyol saat mengucapkannya. Aku tertawa pelan. Memang apa salahnya dengan hal itu?
"Ya ampun-ya ampun. Pak bos namanya Ryo Yoshizawa. Kayak nama aktor Jepang kan Mbak? Orangnya juga sekeren orangnya. Ganteng pake banget," ujarnya bak sales obat diare.
Gayanya itu loh, lebay banget.
"Oh," jawabku pendek. Sungguh aku tidak terlalu perduli siapa bosku. Aku ke sini hanya ingin bekerja. Tak mau tau siapa bosku atau seperti apa dia. Bodo amat, pikirku dalam hati.
"Kok cuma 'Oh'?" tanyanya tak percaya dengan reaksiku yang terkesan tak perduli. Aku hanya mengangkat bahu acuh.
"Awas saja kalau nanti Mbak akan terpesona dengan ketampanannya. Asal Mbak tau, mantan sekretarisnya itu dipecat karena ketahuan ngegodain bos kita," ucapnya berapi-api.
"Ngegodain atau digodain?" tanyaku balik.
Kini dia yang mangangkat bahu tanda tak perduli.
Tanpa terasa, kami sudah berada di depan ruangan CEO.
Apa aku tegang? Tentu saja, menjadi sekretaris bukanlah keahlianku. Namun, aku tak pernah menolak pekerjaan. Sesulit apapun. Apalagi saat ini, aku harus tetap mempertahankan pekerjaanku.
"Silahkan Mbak," ucap wanita itu dengan mempersilahkan aku mengetuk pintu ruangan CEO.
"Kamu nggak mau sekalian ketemu CEO kita?" godaku. Dia merona kembali. Ehmmm, aku sekarang tau kenapa sedari tadi wajahnya merona. Karena 'sesuatu' yang ada dalam otaknya membuatnya merona. Entah apa 'sesuatu' itu?
"Oh, ya kenalin nama saya, Wulan." Dia mengangsurkan telapak tangannya untuk bersalaman denganku.
"Amanda," sahutku membalas jabatan tangannya. Sengaja aku menyebut namaku tanpa nama keluargaku atau nama keluarga suamiku.
"Baik mbak Manda, senang berkenalan denganmu." Dia tersenyum sebelum berlalu dari hadapanku.
Aku menghembuskan nafas sebelum akhirnya mengetuk pintu ruangan CEO. Semoga orangnya sudah datang, batinku.
Tok
Tok
Tok
"Masuk," ucap suara dari dalam. Dengan pelan aku membuka pintu.
Aku belum berani mengangkat wajahku. Kulangkahkan kakiku mendekati meja yang kuyakin milik CEO-ku.
Perlahan aku mengangkat wajahku saat aku sudah sampai tepat di depan meja.
Satu kata yang bisa kujabarkan tentangnya.
Extraordinary
Ya, luar biasa.
Luar biasa tampan, maksudku.
Sisi jalangku menggeliat ingin berontak.
Oh, No! Sekuat tenaga aku menampilkan sisi tenangku.
Dia menatapku seakan menilai. Dia memindai tubuhku, dari atas hingga kakiku. Entah apa penilaiannya setelah memindaiku?
Cantikkah??
Sexykah???
Atau biasa saja??
Oh, ingin rasanya aku bisa membaca isi pikirannya. Sayangnya aku tidak mempunyai kemampuan luar biasa tersebut.
"Maaf pak. Saya Amanda, yang ditugaskan untuk menjadi sekretaris Anda mulai hari ini," ucapku akhirnya, setelah menunggunya memulai kata. Namun dia hanya menatapku dari atas ke bawah berulang kali. Entah apa maksudnya??
Tak ada sesuatu yang terucap dari bibirnya yang basah. Ya, basah.
Kualihkan pandanganku dari bibir basahnya. Kuenyahkan segala macam pikiran kotor yang bersarang di kepalaku.
Hempaaaas.
Duh, kenapa aku jadi mirip princes yang ala-ala itu.
"Pak?!" panggilku kembali. Karena entah apa yang ada dalam pikirannya. Dia hanya terpaku menatapku.
Apa dia terpesona??
Tapi kenapa ekspresinya tak terbaca?? Aku tak berani terlalu jauh berspekulasi akan arti tatapannya. Tak mau berandai-andai yang akhirnya hanya membuat anganku melambung tinggi. Aku tak mau terhempas akan pikiranku sendiri.
"Kau sudah tau tugasmu?" ucapnya datar. Entah kenapa suaranya berubah serak. Apakah dia....
Tak boleh berspekulasi. Bisa saja, dia mendadak terkena radang tenggorokan. Iya kan??
"Belum pak. Jujur, saya kurang paham kenapa saya dipindahtugaskan sebagai sekretaris. Sedang basic saya adalah desainer aksesoris." Dia kembali menatapku intens.
Mataku berkedip, berusaha mengenyahkan segala pikiran kotor yang mulai bersarang di otakku. Karena kalau aku menggelengkan kepala akan terlalu mencolok, dan dia juga bisa salah mengartikan arti gelenganku itu.
Ah, bisa gila aku kalau terlalu lama berinteraksi dengannya.
"Tapi ada seseorang yang merekomendasikan namamu," ucapnya membuatku mengernyit bingung.
"Siapa?" tanyaku kepo.
"Teman arisan istriku, namanya Karin."
"Mbak Karin?" tanyaku tak percaya.
"Istri pengusaha Johan??" tanyaku lagi.
"Iya," sahutnya dengan sebelah alisnya menukik ke atas.
"P-pak?"
"Iya?"
"To-tolong alisnya dikondisikan." Kenapa mulutku keceplosan.
"Kenapa dengan alisku?" tanyanya bingung. Ya iyalah dia bingung. Aku sendiri aja bingung. Bingung jawabnya, maksudku.
Aku hanya bisa menyengir salah tingkah. Dia terkekeh geli dengan reaksiku.
Duh, jangan ketawa gitu dong Bang, eneng nggak kuat Bang, jerit hatiku lebay.
"Ya sudah, nanti aku minta Marlyn mengajarimu, sekarang kamu bisa ke mejamu," ucapnya sambil menunjuk sebuah meja dan kursi serta semua perlengapan yang sudah tertata rapi di depan meja pak bos.
Jadi sepanjang hari aku akan terus berada satu ruangan dengannya? Dan lebih parahnya aku akan terus melihatnya dari mejaku.
Oh, this is disaster!!!
Real disaster.
Apa kabar nanti jantungku. Begini saja, dari tadi gemuruhnya begitu kuat.
Duh jantung. Yang sabar ya. Kuat-kuat di dalam sana.
Tok
Tok
Tok
"Masuk," ucapnya, matanya masih mengawasiku yang sudah mulai menata mejaku.
Seorang wanita cantik nan sexy memasuki ruangan. Senyuman menggoda terukir di bibir merah meronanya.
Tanpa mempedulikan kehadiranku, wanita itu melenggang ke arah bosku. Tanpa malu dia mendudukkan pantatnya di atas pangkuan pak bos.
Aku tak berani melihat apa yang mereka lakukan. Namun, dari suara decapan dan desahan kurasa mereka tak sekedar membicarakan urusan kerja.
Ahhh, aku bisa gila kalau terus begini, batinku berontak.
Sialan mbak Karin. Ini semua salahnya. Ya, salahnya karena merekomendasikanku sebagai sekretaris suami temannya. Kurasa aku tau motifnya.
Apa dia mau mendekatkan diriku dengan CEO ini? Lalu dengan sengaja, nantinya memprovokasi istri lelaki ini. Apa dia ingin supaya aku tercyduk oleh istri CEO dan dipermalukan???
Oh, aku bisa menangkap isi rencana tersembunyi selingkuhan suamiku.
Mungkin dia ingin, semua orang tau kalau aku yang berselingkuh dan bukan mereka. Hingga Mas Martin bisa menceraikan aku tanpa harus mengotori nama baik mereka. Licik sekali.
Namun, sayangnya aku sudah bisa menebak permainan mereka.
Mau menjebakku? Lihat saja, siapa yang menjebak siapa?
Aku menyeringai memikirkannya.
"Amanda!" Seruan dari bosku menyentakku dari lamunanku.
Modar aku!!!
Bersambung
Hai... Hai...
Masih nungguin lanjutan Amanda nggak sih???
Kenapa nggak vote???
Jangan lupa vote dan komen ya all.
Love you
Cahya46
Gresik