Putri Allicia mulai mengangkat tubuhnya dari posisi menunduk setelah meminta maaf dan meminta bantuan pada seluruh siswa yang dia panggil pahlawan. Dia mencoba melanjutkan perkataannya, namun salah seorang dari siswa yang berada di barisan belakang mulai menyela sambil mengangkat tangannya.
"Maafkan aku tuan putri Allicia, bolehkah aku berbicara?" Ucap wanita yang memakai seragam sekolah sambil berjalan kedepan. Hampir semua orang mengenal wanita yang mengangkat tangan tersebut, dia adalah ketua OSIS SMA Asahigaoka bernama Shizuka Reina. Dia sempat membuka acara penerimaan siswa baru saat upacara tadi pagi, setelah beberapa saat kemudian ingatannya memudar. Sepertinya setelah ketua OSIS berbicara itu kemudian semua orang mulai kehilangan kesadaran.
"Tunggu Reina jangan mendekati mereka!!" Salah seorang menghentikan Ketua OSIS yang berjalan mendekati tuan putri Allicia. Berbeda dengan lainnya, wanita yang bersama dengan Ketua OSIS tidak memakai seragam. Dia adalah seorang guru memakai jas dan terlihat masih sangat muda. Jika memang seperti itu, maka dia adalah satu-satunya orang tanpa seragam yang ikut di pindahkan ke dunia ini.
Mendekati Ketua OSIS yang berjalan kedepan, guru tersebut menahan tubuh ketua OSIS agar tidak menjauhi kerumunan. Tindakan tersebut sepertinya memancing para penjaga yang ada berada di sekitar mereka.
"Jangan mendekati tuan putri, berlutut lah disana!!" Ucap salah satu penjaga sambil mengacungkan senjatanya pada ketua OSIS dan guru tersebut.
Tindakan para penjaga itu memancing amarah murid lainnya yang berusaha melukai ketua OSIS dan Guru yang kini terlihat kaget dan ketakutan sambil terduduk di lantai.
"Oy apa yang kalian lakukan?"
Para pria kelas 2 dan 3 mulai merangsek kedepan dengan kemarahan yang meluap setelah melihat kejadian itu. Keributan mulai terjadi disana, para penjaga lainnya pun ikut berkumpul di depan sana pedang yang siap ditebaskan pada siapapun yang mendekati area tuan putri Allicia. Semakin kacau, para penjaga lainnya pun mulai mendekati siswa di samping dan belakang.
Sebelum semuanya menjadi kacau, putri Allicia mulai berbicara kembali "... Hentikan!!!... Alexsandra suruh semua penjaga untuk mundur, jangan ada yang menyakiti para pahlawan." Ucapnya menenangkan semua agar situasi kembali normal.
Pemimpin para kesatria pengawal itu mulai memerintahkan semua bawahannya untuk mundur dan memasukan seluruh senjatanya kembali.
"Maafkan aku atas kelancangan para pengawal kepada kalian semua." Putri Allicia berjalan ke menuruni tangga yang menjadi jarak antara dirinya dengan para siswa. Berjalan mendekati Ketua OSIS Reina yang terjatuh tadi bersama dengan salah satu guru disana. Dia kembali menundukkan kepalanya, kini dia berada tepat di depan dan menundukkan kepalanya lagi."... Maafkan aku."
"Aku tidak apa-apa, tolong angkat kepala anda tuan putri."
"Terima kasih atas kebaikan anda no-na?"
"Reina, namaku Shizuka Reina tuan putri. Aku adalah ketua OSIS di SMA Asashigaoka."
"Ketua OSIS?.... apa anda pemimpin dari para pahlawan semuanya." Tanya tuan putri.
"Ehh pemimpin?... mungkin bisa di bilang seperti itu, tapi Kak Mira adalah guru kami. Pembimbing kami."
"Nona Mira adalah pembimbing para pahlawan?... senang berkenalan dengan anda. Aku harap kita bisa bisa saling membantu untuk kedepan ya." Ucap Putri Allicia sambil menggenggam kedua tangan guru Mira.
"Baiklah tuan putri Allicia. Tapi, kenapa anda memanggil para siswa dengan sebutan pahlawan?... lalu dimana kita?... apa yang terjadi?"
Ketika mendengar pertanyaan dari Guru Mira, ekspresi Tuan putri Allicia mulai memudar. Penuh dengan kesedihan, penyesalan, dan sangat menderita. Itulah yang terlihat dari raut wajahnya. Namun dia terlihat mencoba untuk tenang.
"... Aku akan bertanggung jawab, jadi saya minta anda untuk menenangkan para pahlawan."
Karena hampir seluruh siswa berada di ruangan ini, sepertinya mengobrol dengan semuanya langsung akan sangat sulit terlebih dengan keadaan siswa yang tidak tenang.
"Baiklah aku akan mencoba berbicara kepada para murid agar tenang. Reina, suruh para anggota OSIS untuk berbicara dengan para murid. Suruh mereka untuk tenang."
"Baiklah Kak Mira."
"Aku akan berbicara dengan anak kelas 1." Ucap Mira.
Selang beberapa menit kemudian suasana mulai kembali normal setelah Ketua OSIS bersama dengan anggotanya bersama dengan bu Mira menenangkan semuanya.
Tentu saja banyak yang tidak tenang dan masih kebingungan terutama mereka yang faktanya saat ini berada di dunia lain. Mereka masih tidak percaya dengan apa yang terjadi, terutama dari beberapa murid yang ketakutan mereka menanyakan cara untuk kembali. Tentu saja kejadian yang diluar nalar seperti ini tidak akan ada yang menyangkanya, semua kejadian itu hanya sebuah imajinasi belaka seperti dalam cerita-cerita fiktif yang muncul di berbagai film atau buku.
Dengan banyaknya siswa siswa disini terutama mereka yang masih di bawah umur, tentu saja menenangkan mereka bukan hal yang mudah. Bantuan dari siswa tingkat 3 pun sangatlah besar disini. Mereka yang memiliki posisi yang sama saat ini, mulai saling menenangkan satu sama lain. Dengan bantuan dari murid kelas 3, bu Mira dengan ketua OSIS Reina terlihat sedang berdiskusi bersama denga putri Allicia disana. Haruto yang berada di kelompok kelas satu saat ini hanya bisa menunggu. Tidak dapat melakukan apapun, bahkan untuk keluar dari ruangan ini pun tidak bisa dikarenakan para pengawal menjaga ketat ruangan ini. Perlakuan mereka pada beberapa siswa yang mencoba keluar dari barisan pun hampir sama seperti kepada para tahanan. Bahkan mereka terlihat takut kepada kami.
Aneh memang, semuanya berkebalikan dengan ala yang dikatakan oleh putri Allicia sebelumnya.
Jika mereka meminta bantuan dari kami yang dia sebut " pahlawan ", lalu kenapa mereka harus takut terhadap kami?
Apa yang mereka takutkan.
"Semuanya dengarkanlah, aku telah berbicara sedikit dengan tuan putri Allicia." Dengan ekspresi yang diperlihatkan bu Mira saat ini, semua sudah mengetahuinya bahwa apa yang akan dia katakan bukanlah sebuah informasi yang baik. "... Yang pertama adalah saat ini kita semua benar-benar berada di dunia yang berbeda dengan tempat asal kita. Lalu kita semua terperangkap di dunia Ini untuk sementara waktu." Riuh, itulah yang terjadi saat ini saat mendengar perkataan bu Mira.
"Terperangkap maksudnya apa bu guru?"
"Aku ingin pulang."
"Kau pasti bercanda."
Banyak sekali respon yang terdengar kali ini, tapi bu Mira hanya bisa menenangkan mereka karena dia sendiri tidak tau harus berbuat apa.
"Aku mohon tenanglah semuanya." Ucap Ketua OSIS Reina.
"Sepertinya aku yang akan melanjutkannya nona Mira, nona Reina. Aku adalah orang bertanggung jawab atas semua masalah yang terjadi disini." Tuan Putri Allicia melihat kepada seluruh siswa di depannya. Para siswa yang sedang marah sempat membuat tuan putri Allicia sedikit takut, namun dia tetap berusaha menahannya. Meskipun dia tau masalah dihadapinya sangat lah besar. Dengan tubuh kecil nya, bahkan umurnya sana seperti siswa-siswa yang berada disini. Namun beban berat sebagai seorang pemimpin negeri ini harus di embannya. "... Sekali lagi maafkan aku. Aku memang tidak menyangka bahwa akan ada banyak sekali pahlawan yang akan di kirim kemari. Sejujurnya aku hanya berpikir hanya akan ada satu pahlawan saja, tapi melihat semuanya yang berada disini aku sangatlah menyesal melakukan sihir pemanggil tersebut. Tapi semuanya telah terlanjur terjadi, aku harus bertanggung Jawab menjaga kalian semua. Aku Allicia Evelyn dela Claire, pemimpin kerajaan Eastalia berjanji bahwa aku akan mencari cara agar kalian bisa kembali dengan selamat ke dunia asal kalian."
"Oy, itu artinya kau memanggil kanu semua kesini tanpa tau bagaimana cara kita kembali?... kau bercanda bukan?" Salah seorang murid laki-laki maju dan mulai menyela putri Allicia berbicara. Di susul dengan beberapa orang lainnya yang berteriak yang tidak terima dengan apa yang dikatakan putri Allicia.
".... Semua tetap tenang!!" Ucap Reina.
"Bagaimana kami bisa tenang." Jawab seseorang dalam kerumunan.
"Lalu kenapa kami di sebut pahlawan?... kami hanya anak SMA biasa?... kau bilang minta bantuan kami, untuk apa?" Salah seorang bertanya.
"... Aku akan mengatakan yang sebenarnya, tapi sebelum itu aku tidak akan memaksa kalian untuk membantuku. Tapi, bukti kalian berada disini karena kalian adalah para pahlawan yang mempunyai kekuatan besar. Lambang pahlawan Runes di tangan kiri kalian adalah buktinya." Mendengar itu, seluruh itu berfokus pada tatto berbentuk lingkaran sihir yang muncul di setiap tangan para siswa setelah terbangun di Eastalia. Semua siswa memilikinya terkecuali hanya bu Mira saja yang tidak memilikinya.
"Runes!!?"
"Didalam istana Eastalia terdapat sebuah gudang yang berisi warisan kerajaan yang sangat berharga. Warisan ini Ditinggalkan oleh para pahlawan terdahulu. Di dalamnya terdapat banyak sekali barang yang hanya di bisa digunakan oleh orang yang memiliki lambang pahlawan. Namun hanya orang yang mempunyai lambang pahlawan Runes saja yang bisa memasuki gudang tersebut, bahkan aku sendiri tidak pernah memasukinya. Tidak ada satupun orang di negeri ini yang memiliki lambang pahlawan termasuk diriku. Aku mendengar bahwa ada pahlawan di dunia lain yang dapat menggunakan warisan ini, dan kalian semua adalah para pahlawan itu."
"Lalu untuk apa kami menggunakan warisan itu?"
"Untuk melenyapkan para makhluk Demi. Kemunculan mereka sudah merusak dan menghancurkan hampir seluruh negeri di dunia ini. Para ras manusia, Beast, Elf, Orc, Peri, Black Mage, ogre, semuanya terlalu melakukan perlawanan. Namun kami tidak berhasil memusnahkannya. Dan Eastalia adalah satu dari beberapa Negeri tersisa yang masih selamat. Tapi dalam pertarungan beberapa hari lalu di perbatasan, kami mendapatkan kekalahan telak. Dalam waktu seminggu lagi mereka akan sampai di Eastalia. Kekuatan kami tidak cukup untuk bisa bertahan, karena itulah aku meminta bantuan kepada sang pengawas untuk memanggil pahlawan."
"Kau meminta kami melawan para makhluk bernama demi itu?... Kau menyuruh kami semua untuk mati disini."
"Urus saja urusan kalian dan kembalikan kami ke dunia asal kami."
Penolakan demi penolakan yang terlontar dari mulut para siswa yang menentang terus terdengar. Hanya ada beberapa orang yang terlihat sedikit tenang namun tentu juga hanya bisa terdiam.
Tentu saja karena ini adalah masalah hidup dan mati.
Pengawal tuan putri yang sedari tadi mengepalkan tangannya dan bertahan kini mulai habis kesabarannya. Melihat sang putri kerajaan yang seharusnya di hormati malah di permalukan dan di teriaki dengan tidak sopan di hadapannya membuat dia semakin murka.
"Aku tidak tahan lagi, kalian semua diam!!!" Menuruni beberapa tangga anak tangga sembari melepaskan senjatanya, Percikan api kini terlihat mengelilingi tubuhnya. Dengan tatapan tajam dan sangat marah, Alexaandra melepaskan sebuah sihir api yang membuat takut semua orang."....Jika kalian tidak ingin membantu pergilah dari sini dan mati saja di luar sana."
"...Alexsandra jangan, mereka semua adalah para pahlawa—"
"Pahlawan?... Aku hanya melihat sekumpulan manusia biasa di depan mataku yang tidak memiliki sopan santun. Jika kalian semua tidak ingin membantu kami, enyahlah dari sini. Menghina tuan putri tanpa tau apa-apa, aku tidak akan memaafkan kalian." Hempasan udara yang sangat panas ketika ujung pedang Alexsandra diacungkan ke seluruh siswa membuat semua orang terdiam.
Semua begitu terkejut melihat aura membunuh dan kebencian yang begitu besar dimata Alexsandra, bahkan dia tidak segan memperlihatkan sihir miliknya di depan para siswa.
".... Hentikan, aku mohon!!." Ucap putri Allicia yang kini tepat berada di depan ujung pedang milik Alexsandra. Dengan sedikit senyuman dan air mata yang mengalir di kelopak mata Putri Allicia, membuat tangan kanan yang memegang pedang tersebut melemah. Alexaandra menurunkan senjata.
"Kenapa tuan putri melindungi mereka?"
"..."
Hanya sebuah senyuman kecil tanpa ada kata-kata saja cukup membuat hati Alexsandra terluka. Mengalah adalah cara dia mengekspresikan seberapa besar kepedulian dirinya terhadap putri Allicia.