Chereads / Home of Ardor / Chapter 44 - CHAPTER XLIV : PERJALANAN BAGIAN SATU

Chapter 44 - CHAPTER XLIV : PERJALANAN BAGIAN SATU

Negeri para Naga terletak cukup jauh dari pusat kota London tepatnya sekitar 68 km, sebenarnya tidak terlalu jauh karena bersebrangan dengan muara sungai Thames. Meski begitu tidak terlalu banyak yang pergi mengunjungi pulau yang disebut Negeri para Naga ini, karena sekali lagi banyak makhluk buas yang menghuninya. Dan lagi tempat yang akan dituju oleh rombongan Duke Castiello adalah sebuah pulau yang dihuni para monster.

Karena itulah untuk menuju negeri tersebut mereka akan menyebrang menggunakan kapal. Dan siapa sangka kapal adalah salah satu hal yang akan dibenci oleh Eve. Sudah hampir setengah hari sejak mereka meninggalkan Nottingham bahkan tanpa memerlukan waktu lama karena mereka bergerak menggunakan kereta kuda yang dimanipulasi oleh salah satu bawahan sang Castiello, Moran.

Pria kekar yang mengenakan penutup mata kulit memiliki perangai sangar dan kekar, jangan lupakan tinggi tubuhnya yang mungkin hampir setara dengan wujud iblis Lucas. Namun jangan salah sangka meskipun berperangai sangar Moran memiliki wajah tampan, dan sifat yang lemah lembut.

Berkat kemampuan memanipulasinya pada sesuatu, kereta kuda Castiello diubahnya, sehingga memiliki ruang yang jauh lebih besar nan megah tidak seperti dengan isi dari kereta kuda pada umumnya yang hanya dapat diisi empat orang. Sofa-sofa beludru berjejeran rapi lengkap dengan sebuah meja kayu berukir dan tak lupa sebuah ruangan kecil diberi sekat kayu untuk tempat beristirahat sang gadis bersurai perak, dimana terdapat sebuah ranjang berukuran kecil namun cukup nyaman. Keahlian Moran cukup praktis dan efektif, bukan?

Perjalanan semakin cepat dan nyaman berkat sihir Johanna yang membuat kereta bergerak secara halus, bahkan tidak terasa seperti tengah berada di dalam kereta. Karena tanpa sadar mereka telah tiba dibibir tepi pantai.

Gumpalan kapas putih menggantung menghiasi hamparan permadani biru di atas sana, aroma amis serta asinnya air laut dibawa oleh angin yang berhembus dan menyebarkan hawa dingin yang sepertinya masih belum memiliki tanda-tanda akan meninggalkan daratan dan berganti dengan hangatnya udara musim semi.

Sekalipun musim dingin telah mencapai penghujungnya dan udara dingin masih melingkupi, tak menyurutkan sebuah kapal untuk menunda perjalanan mereka mengarungi lautan. Saling berlomba dengan waktu mengharuskan rombongan Duke Castiello mengambil pilihan yang cepat untuk menyelamatkan nyawa seorang gadis.

Evelyna sendiri pun telah memutuskan untuk segera bertandang menemui pria yang dapat mematahkan sihir kutukan pada tubuhnya. Ia merasa rasa sakit dan darah yang kini merembes membasahi perban putihnya itu bukanlah hal besar, namun ia menyesali perkataannya karena sebuah fakta yang ia baru ketahui bahwa tubuhnya menolak untuk diombang-ambingkan gelombang laut.

Ya, Eve mengalami mabuk laut yang mengharuskannya untuk tetap berada di dek kapal dan memuntahkan setiap isi perutnya. Dan ini benar-benar terasa begitu menyebalkan karena setiap tenaga dalam tubuhnya terkuras habis, bukan hanya untuk menahan rasa sakit dari efek sihir kutukan namun juga menahan gejolak dalam perutnya.

Untung saja ia memiliki tunangan yang dapat diandalkan. Sejak kapal mulai meninggalkan pesisir pantai dan Eve memilih memuntahkan setiap isi perutnya, pria beriris ruby itu setia menemaninya bahkan Lucas memijit tengkuk gadisnya lembut. Tak lupa ia tidak berhenti mendekap tubuh mungil Eve agar udara dingin tidak menerpanya.

Sayangnya ada satu orang lagi yang tampaknya lebih mengenaskan dari sang Nona muda. Medusa yang terpaksa tumbang karena merasakan mual mendera perutnya, hingga akhirnya wanita itu terpaksa bersandar pada dinding kapal agar ia dapat segera memuntahkan isi perutnya ketika gejolak itu tiba.

Manik legam si wanita ular melirik sang Nona muda yang dikelilingi oleh dua orang pria tampan yang sedia setiap saat menepuk punggung atau memijit tengkuknya. Sementara dirinya harus menopang beban tubuhnya sendiri dengan bantuan seorang gadis kecil, putri bungsu Johanna.

Begitu menyedihkan, roh hebat sepertinya harus tumbang hanya karena mabuk laut. Para Dewa begitu membencinya hingga ternyata memberikan kelemahan selucu ini. Medusa sendiri untuk pertama kalinya menaiki kapal sama halnya dengan sang Nona.

Jangan salahkan dirinya, selama ia hidup untuk berpindah ke satu tempat yang satu dengan lainnya ia akan menggunakan teleportasi. Jadi bagaimana bisa ia tau ternyata menaiki kapal semenderita ini.

Keadaannya semakin memburuk karena telinga si wanita ular itu panas mendengar gelak tawa wanita bersurai putih. Johanna menjadi alasan mengapa ia merasa dirinya jauh lebih menyedihkan karena tak henti-hentinya menertawakan dirinya.

"Medusa, aku rasa kau benar-benar sudah sangat tua. Aku tidak menyangka seorang Gorgon akan bertekuk lutut hanya karena ...."

"Mabuk laut pfftttt ...."

Johanna masih terlihat tak puas melontarkan ledekan demi ledekan pada Medusa. Tak seperti pada hari-hari biasanya dimana si wanita ular akan membalas setiap ucapan pedasnya, kini wanita itu hanya dapat mendelik dengan wajah penuh dendam.

"Aku baru tau ada ular yang takut air, kau sebenarnya ular atau kucing," ledek Johanna lagi sembari terpingkal-pingkal memegangi perutnya yang mulai terasa sakit.

Sungguh, Medusa bersumpah akan melempar tubuh wanita bersurai putih itu ke dalam mulut para Goblin[1].

Arabella mendesah frustasi, bagaimana bisa ia memiliki seorang Ibu sekonyol Johanna. Bukankah seharusnya dirinya yang harus diurus Johanna bukan sebaliknya.

"Bu, berhentilah tertawa meledek Nyonya Medusa. Lebih baik Ibu gantikan aku menjaganya, ini sudah saatnya untuk memberikan mantra penangkal pada Lady Lorraine," seru Arabella yang berusaha menahan nadanya untuk tidak mencapai oktaf. Johanna mengangguk dan mengambil alih posisi putri bungsunya memegangi tubuh Medusa, namun wanita itu masih bergetar menahan agar tawanya tidak menyembur keluar.

Arabella menggelengkan kepalanya tak mengerti akan sifat sang Ibu, beberapa kali ia sempat bertanya-tanya bagaimana bisa Ayahnya mau menikahi wanita seperti Ibunya. Meskipun Arabella sendiri mengakui kecantikan dari sang Penyihir Johanna bukanlah omong kosong.

Gadis kecil bermanik hazel itu sedikit menunduk menyapa kedua sosok pria tampan di hadapannya. Sungguh Lady Lorraine benar-benar diberkati karena memiliki seorang kakak setampan Erden Axe De Lorraine yang berhasil membuat putri bungsu Johanna hampir kehilangan konsentrasinya saat merapalkan mantra pada tubuh Eve.

"Sebaiknya kau harus fokus merapal mantra penangkal ini, berhentilah mencuri pandang pada Kakakku," tegur Eve lirih pada gadis yang mengaku telah berusia hampir 30 tahun itu. Teguran sang Nona berhasil membuat Arabelle menunduk dalam karena irisnya bertubrukan dengan iris zamrud Eve yang mengkilat.

Gadis bersurai mahoni itu terdiam seribu bahasa dan kembali fokus untuk melakukan pekerjaannya. Setelah huruf-huruf kuno pada Eve tampak lebih mengecil dan pudar Arabelle segera membalut tubuh sang Lady.

"Erden belum memiliki pasangan, jadi kau tenang saja," tutur Eve tiba-tiba. Arabelle tersedak ludahnya sendiri mendengar ucapan sang Nona. Semburat merah tercetak jelas pada pipinya. Bagaimana jika pria bersurai perak itu mendengarnya, ia akan kehilangan wajah untuk muncul di hadapan sang Marquess.

Tunggu kenapa justru ia harus merasa malu dengan kepala keluarga Lorraine, bukankah ia seharusnya merasa malu pada sang Pemimpin Castiello.

"A-apa ma-maksdu a-anda, m-my Lady?" tanya Arabella gugup. bukannya menjawab Eve justru terkekeh pelan dan mengedipkan sebelah matanya, semburat merah semakin tercetak jelas pada wajah gadis kecil itu. Terlebih saat sosok yang tengah mereka bicarakan berjalan menghampiri mereka disusul dengan sang Duke.

Ternyata Lucas menghampiri keduanya untuk segera membawa tubuh Eve kembali ke dalam dekapannya, tak lupa menyelimuti tubuh sang gadis dengan mantel hitam miliknya. Jangan tanyakan apakah pria berdarah Asmodia itu merasa dingin atau tidak, seorang iblis tidak akan merasa dingin itu adalah jawaban yang sempat diberikan sang Castiello kala Eve hendak menolak mantel miliknya.

Erden tersenyum tipis melihat sosok adik angkatnya yang tampak nyaman akan perlakuan sang Duke. Pria bersurai perak itu merasa lega kala melihat pria yang terkenal keji dan dingin itu dapat berubah total saat berhadapan dengan adiknya.

Suasana yang cukup hangat itu tiba-tiba berubah menjadi tegang saat kapal dihantam keras benda besar, berlendir dan kenyal yang sukses hampir mematahkan kapal jika saja Moran tidak segera memanipulasi agar tubuh kapal kembali menyatu.

Dalam sekali hentakan Erden menciptakan sebuah pelindung berwarna emas melingkupi mereka. Mantel putihnya berkibar akibat angin kencang yang diikuti suara lengkingan mengerikan.

Yang entah mengapa justru mendebarkan jantung Arabelle kala melihat pria bersurai perak itu dengan tenang menangani serangan dadakan seperti barusan. Kemudian jangan lupakan tentang fakta bahwa pria bersurai perak itu sangatlah kuat.

'Astaga Tuhan, sepertinya aku baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama.'

Ya, sepertinya cinta akan tetap tumbuh dimana dan kapan saja, sekalipun di medan pertempuran atau di saat-saat menegangkan seperti sekarang.

[1] Makhluk jahat dan merupakan petarung yang brutal. Mereka dilukiskan sebagai makhluk berbadan tegap seperti manusia, berkulit hijau, telinganya lancip, dan berwajah sangar dan mengerikan. Kadang-kadang mereka menculik bayi dan memangsa manusia.