Zay menutup laptopnya tergesa, saat melihatku masuk ke dalam kamar. Aku menyipitkan mata. Curiga.
"Masih suka menatap fotonya?"
Zay tersenyum, memberi isyarat agar aku duduk di sampingnya. "Kadang ada hati yang bisa mencintai dua jiwa," bisiknya setelah merangkul bahuku.
"Aku tau," cetusku.
"Kamu?"
Aku mendelik. "Bukan aku, tapi di luar sana banyak suami beristri lebih dari satu. Tiga malah!" ucapku bersungut-sungut.
Zay terkekeh. "Yakin itu cinta?"
"Enggak pernah nanya!"
Zay mencium kepalaku. "Maaf, aku terlalu gegabah untuk segera memilikimu. Sampai tidak memikirkan, bagaimana kehidupan kita nanti. Bahkan aku tidak sempat bertanya, apa kamu punya pacar atau tidak?"
Zay beranjak dari ranjang. Kutahan lengannya. "Kamu menyesal?"
"Tidak ada penyesalan dalam pernikahan kita." Zay membelai pipiku.
Kutatap punggungnya yang sedang sibuk membenahi tas. Aku hanya ingin tahu, bagaimana perasaannya padaku?