Chereads / GOOD BOY! / Chapter 26 - BICARA EMPAT MATA DENGAN JAMES

Chapter 26 - BICARA EMPAT MATA DENGAN JAMES

Sudah berjam-jam lamanya Yas berada di dalam kamar dan kini ia baru saja keluar dengan wajah yang masih sama datarnya seperti awal mereka semua bertemu dengan dirinya.

Begitu lah Yashelino, laki-laki dingin dengan wajah sangarnya. Akan tetapi hal seperti itu tidak akan ada gunanya karena ia yang malah menjadi semakin terlihat tampan dimata para perempuan manapun.

Ada yang bilang bahwa laki-laki sempurna hanya untuk perempuan yang juga tak kalah sempurna, begitu katanya. Entah itu benar atau tidak, mereka pun tidak tahu karena Yashelino yang tak pernah dekat dengan seorang gadis.

Yas berjalan menuju dapur tanpa menoleh kearah tiga orang laki-laki yang sedang asyik dengan dunianya sendiri.

Kemudian ia berjalan mendekat kearah kulkas untuk mengambil minuman dingin sebelum dirinya memutuskan untuk duduk di meja makan yang mejadi tempatnya setiap hari.

Yas benar-benar pusing memikirkan berbagai banyak masalah yang terjadi akhir-akhir ini, apalagi setelah Papanya dengan sengaja menyebarkan berita yang membawanya kesialan itu.

Semenjak berita itu ada, ia menjadi malas untuk sekedar membuka ponselnya. Dirinya juga sangat enggan memainkan macbooknya dikarenakan pasti akan banyak email masuk dari keluarga besarnya.

Ketika sedang memikirkan semua itu, Yas pun mendongak dan mendapati seseorang yang saat ini sedang berdiri dengan kedua tangan yang dimasukan kedalam saku celananya dan menatap dirinya seperti biasa.

Mengetahui hal tersebut ia langsung menghela nafas dan memalingkan wajahnya kearah lain karena sedang enggan untuk didekati oleh siapapun saat ini. Namun, bukan James namanya jika pergi begitu saja setelah Yas mengabaikan dirinya.

James perlahan mendekat dan menarik kursi yang berhadapan langsung dengan seseorang yang saat ini tidak ingin menatapnya. Kemudian mendudukan dirinya disana sebelum akhirnya berdeham untuk mencairkan suasana.

Namun, sesuatu baru saja terjadi ketika laki-laki itu sudah duduk, justru Yas malah langsung beranjak dari hadapannya tanpa melihat kearahnya membuat James berdiri dari menghalangi jalannya.

"Lo mau ke mana?" tanyanya kepada saudaranya itu. "Gue butuh bicara sama lo."

"Gue lagi gak mau bicara," ujar Yas yang masih enggan untuk melihat kearahnya.

"Lo masih marah sama gue?" ulang James dengan pertanyaan yang sama. Ia tidak akan pernah bosan melakukan itu hingga Yas mengakuinya sendiri bahwa dirinya memanglah benar-benar marah terhadapnya. "Lo tinggal jawab iya atau enggak."

"Harus berapa kali gue bilang kalau gue gak suka cara lo itu."

Mendengarnya James langsung terkekeh miris, kemudian menepuk pundak kanan dari saudaranya itu dua kali.

"Yas, lo gak akan semarah ini kalau seandainya lo percaya sama gue." Ia menatap laki-laki itu dengan begitu sangat menyayangkan, seolah dirinya memang tidak pernah dihargai dikeluarga Albert. "Tapi faktanya lo gak naruh sedikitpun rasa percaya lo ke gue, karena itu semua BULSHIT!"

Kemudian James langsung berkacak pinggang dan kembali terkekeh, meskipun kedua matanya sudah berkaca-kaca menandakan bahwa laki-laki itu benar-benar sangat kecewa dengan saudaranya itu.

"Selama ini mungkin gue salah udah percaya sama lo, karena lo bakal selalu ada dipihak gue, sebejad apapun sifat gue. Tapi ternyata itu semua cuma kebohongan, lo hanya kasihan sama gue, bukan berarti lo percaya sama gue."

Seseorang yang sedari tadi berada dihadapannya itu masih saja diam tidak bersuara sedikitpun membuat James yang melihatnya benar-benar muak, bahkan Yas tidak ingin menatapnya membuatnya teringat kepada kedua orang tuanya dan kenangan pahitnya itu ketika masih kecil.

Yas tahu semuanya, dan ia cukup mengerti apa arti dibalik ucapan-ucapan yang dilontarkan oleh saudaranya itu.

Namun, ia hanya enggan saja untuk membicarakan apapun itu tentang kenangan masa lalu yang buruk itu sehingga membuat dirinya tidak bisa menahan diri setiap kali mengingatnya.

"Gimana gue mau percaya sama lo, kalau lo aja gak ngasih tahu gue apa maksud lo dengan libatin cewek baik-baik yang gak bersalah itu sama kehidupan lo, hah?!"

Bersamaan dengan itu Yas mulai menoleh membalas tatapan dari James yang sedari tadi menatapnya dengan kecewa.

"Apa lo masih gak ngerti juga, Yas?" tanyanya kepada laki-laki itu. "Serius lo belum ngerti?"

Mendengar itu membuat Yas mengerutkan keningnya, karena sesungguhnya ia memang benar-benar tidak mengerti dengan semua ini. Termasuk mengetahui isi kepala dari seorang James Albert sendiri, dirinya tak akan pernah tahu itu.

"Gue ngerasa kalau gue mulai tertarik sama dia," ungkapnya jujur.

Senyum smirk pun kini terlihat membuat Yas yang mengetahui bahwa saudaranya itu mustahil jika berubah memang sangatlah tipis.

"Stop, gue gak mau lihat drama lo lagi."

Setelah itu ia memaksakan diri untuk melewati jalan yang dihalangi oleh saudaranya itu hingga dimana dirinya mendapati dua orang sahabatnya yang kini mematung ditempatnya sembari memperhatikan Yas dengan canggung.

Didan memberikan senyumannya meskipun canggung, begitu juga dengan Alfiz yang melakukan hal sama sepertinya.

"Yas, lo gak mau gabung sama kita?" tawar Alfiz yang langsung diangguki oleh Didan.

"Enggak, gue lagi males ngapa-ngapain. Kalian terusin aja," ujar Yas.

Didan dan Alfiz yang melihat laki-laki itu yang kembali memasuki kamarnya pun langsung menghembuskan nafas lega.

Jujur saja, aura dari laki-laki itu sangat begitu terasa jika sedang dalam keadaan yang kurang baik seperti saat ini.

Beberapa saat kemudian munculah James dengan sebotol minuman dingin yang sengaja dibawanya itu.

Didan yang lebih dulu menyadari kehadirannya pun langsung berkata, "Lo habis ngapain lama di dapur?" tanyanya penasaran.

Laki-laki itu kini baru saja mendudukan dirinya ditengah-tengah dua sahabatnya yang sedang menatapnya dengan begitu berbeda sehingga James yang menyadarinya langsung menghela nafas seketika.

"Menurut lo ngapain gue bawa botol dingin kek gini, hah?" ujarnya sembari menatap mereka secara bergantian.

Namun, entah kenapa Alfiz benar-benar merasa curiga terhadap seseorang yang ada dihadapannya saat ini membuat James yang juga cepat tersadar pun langsung berdecak.

"Lo juga, kenapa lo natap gue sinis kaya gitu?" tanyanya kesal. "Lo curiga sama gue?"

Alfiz langsung berdeham dengan keras sehingga James dan Didan yang mendengarnya pun cukup terheran dengan laki-laki yang satu ini.

"Jelas, gue ngerasa kalau lo lagi bohong sama kita," ujarnya dengan kedua mata yang memincing. "Ngaku gak lo?!"

Tentu saja Didan yang semula percaya pun menjadi meragukannya kembali setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh sahabatnya itu.

"Serius lo, Fiz?" tanyanya memastikan.

"Iya lah, lo pan tahu sendiri kalau gue pengamat terbaik diantara kalian berempat."

Didan dengan bodohnya langsung menganggukkan kepala dan memberi tepukan tangan sebagai tanda kebanggaannya terhadap seorang Alfiz.

Sementara itu James yang melihatnya langsung menampar pipi dua orang sahabatnya itu lumayan keras sehingga membuat mereka meringis akibat dirinya.

"Oh, jadi udah berani ya interogasi gue, IYA?!" ujarnya dengan tatapan tajamnya. "Awas aja ya lo pada kalau berani-berani kaya gitu lagi."

Saat ini Didan dan Alfiz sedang mengusap pipinya satu sama lain yang terkena tamparan keras dari laki-laki itu yang membuat seseorang yang baru saja menyaksikannya pun menatapnya tak suka.

"Basi," gumamnya.

Ketiga orang tersebut yang mendengarnya langsung menoleh kearah belakang sana dan mendapati Yas yang sudah rapi dengan pakaiannya.

"Mau ke mana lo?" tanya James dengan satu alis yang terangkat.

Yas langsung melangkahkan kakinya mendekat dan berdiri tepat dibelakangnya dengan kedua mata tajamnya itu.

"Sejak kapan lo jadi suka urusin hidup gue?" tanyanya dengan satu alis yang diangkat. "Gue ada permintaan sama lo."

Hal itu membuat ketiga laki-laki yang sedang menatap kearahnya pun merasa penasaran, terutama dengan James yang saat ini menatap intens seorang Yashelino dengan kerutan samar dikeningnya.