'Gue mungkin cuma sampah keluarga, tapi lo adalah emas dikeluarga lo sendiri, dan kalau seandainya keluarga tahu kalau ternyata lo melihara sampah, apa kata mereka nanti?'
Kini seorang laki-laki sedang menyendiri di Rooftop dengan pikiran yang terus saja teringat akan apa yang baru saja terjadi di kantin bersama dengan James.
Ia benar-benar terngiang oleh perkataan saudaranya tersebut yang membuat dirinya menjadi frustasi sendiri.
"Argh!!!" geramnya. "Kenapa semuanya jadi kaya gini sih?! Gue cuma butuh seseorang, itu aja dan gak lebih, dan lagi juga gue butuh lo karena cuma lo satu-satunya yang gue punya sekarang."
Yashelino mulai berbicara sendiri seolah seharusnya tadi ia mengatakan yang sebenarnya saja kepada James bahwa dirinya memiliki sebuah alasan.
Namun entah kenapa lidahnya seakan kelu sehingga membuat laki-laki itu tidak bisa mengatakan apapun ketika berhadapan langsung dengan saudaranya tersebut saat tadi.
"Kapan lo sadar sih kalau sebenernya gue yang butuh lo dan bukan lo?!"
Bertepatan dengan itu ia mendengar ponselnya yang bergetar membuat dirinya yang mengetahui hal tersebut langsung menghela nafasnya seketika.
"Halo," ujarnya kepada si pemanggil.
"Lo di mana?" tanya seseorang diseberang sana. "Gue lihat James sendirian."
Mendengar hal tersebut membuat Yashelino saat ini menundukkan kepalanya dengan helaan nafas yang begitu panjang.
"Dia tadi bilang sama gue ada urusan sih," ujarnya beralasan. "Jadinya dia pergi duluan."
Entah sahabatnya itu akan percaya atau tidak dengan kata-katanya pun laki-laki tersebut tidak peduli karena yang saat ini sedang Yashelino pikirkan hanyalah saudarnaya sendiri.
"Udah dulu ya," ujarnya kepada Alfiz. "Gue lagi sibuk nih."
"Lo beneran sibuk atau ngurusin cewek itu?" tanya Alfiz dengan kekehannya.
Kedua alis dari Yashelino langsung terangkat setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang di sana yang membuatnya geleng-geleng kepala dengan senyum smikrnya.
"Tahu aja lo," ujarnya kepada laki-laki itu. "Udah ah, bye!"
Panggilan pun dimatikan sepihak olehnya dengan senyum smirk yang masih belum juga luntur, karena perkataan Alfiz baru saja membuatnya menjadi teringat akan rencana selanjutnya untuk gadis itu.
"Kira-kira dia bakal kabur lagi gak ya kalau gue samperin?"
Mengingat betapa sulitnya Yashelino harus berbicara lembut hanya untuk menarik perhatian gadis itu membuatnya langsung bergidig ngeri karena itu bukanlah dirinya yang asli sehingga ia harus lebih membiasakan diri mulai saat ini.
"Kenapa gak jadi diri gue sendiri aja sih sejak awal?" gumamnya dengan frustasi. "Argh, bego banget sih gue!"
Kemudian laki-laki itu langsung beranjak dari duduknya dan hendak menuju ke lantai bawah di mana Yashelino akan bertemu dengan gadis tersebut untuk ketiga kalinya hari ini.
Karena fakultas yang sama sehingga memudahkan Yashelino untuk menemukan gadis tersebut dimana pun targetnya berada.
"Ayo Yas, demi masa depan yang cerah, lo harus bisa dapetin cewek itu!"
Kedua tangannya mengepal kuat seolah meyakinkan diri bahwa Yashelino dapat melakukan semuanya dengan benar, terlebih sebentar lagi adalah hari dimana pertunangannya akan segera dilaksanakan, dan sebelum itu benar-benar terjadi, laki-laki itu ingin mengacaukan semuanya.
Sebelum semuanya terlambat dan Yashelino pada akhirnya bisa memberikan gadis itu lagi kepada pemiliknya yang asli secepatnya.
'Gue bilang kaya gini karena gue gak suka lo yang jadi pemiliknya.'
'Secara logika, lo cuma pengganti posisi gue sementara karena pemilik yang sebenarnya ada di sini, bener 'kan?"
Dan lagi perkataan dari saudaranya itu kembali terngiang membuat laki-laki tersebut harus cepat-cepat segera menyelesaikan semuanya dan berjanji untuk tidak melibatkan perasaan apapun dengan malaikatnya.
Rencananya saat ini adalah memberikan sebuah kejutan kepada malaikatnya tersebut sekarang, dan laki-laki itu tidak sabar untuk segera bertemu dengannya.
Kini dua orang yang baru saja dari kantin pun sedang berada di tempat lain di mana Lenna akhirnya bisa dengan leluasa menanyakan apa yang sedang terjadi kepada Shil tadi.
Kedua tangan Lenna berada tepat di pundak sahabatnya itu dan menatapnya dengan begitu intens sehingga membuat Shil menatapnya dengan tanda tanya.
"Lo kenapa sebenernya?" ujarnya kepada gadis dihadapannya itu. "Ada yang neror lo lagi?"
Shil yang mendengarnya pun langsung menganggukkan kepalanya sebagai jawaban yang berhasil membuat Lenna yang melihatnya pun langsung membulatkan kedua matanya.
"Coba sini handphone lo," ujarnya lagi. "Gue lihat!"
Setelah itu Shil pun langsung mengeluarkan ponsel miliknya sendiri dan memberikan kepada sahabatnya tersebut.
Kedua manik mata Lenna langsung membulat kala ia melihat isi pesan yang baru saja dikirimkan oleh orang yang dirinya curiga itu.
Satu tangannya pun terkepal kuat dengan perasaan yang sulit untuk dijelaskan, kemudian Lenna langsung memalingkan wajahnya kearah lain dengan emosi yang sedari tadi sedang ditahannya itu.
Sedangkan Shil, gadis itu yang melihat sahabatnya seperti itu pun langsung mengerutkan keningnya dan menggenggam tangan dari Lenna.
"Lele," panggilnya kepada seseorang yang berada dihadapannya tersebut. "Kamu kenapa? Aku baik-baik aja kok."
Lenna yang mendengarnya pun langsung menoleh dengan kedua manik matanya yang menatap intens wajah gadis dihadapannya itu.
"Gak apa-apa lo bilang?" ujarnya terheran. "Lo hampir aja celaka kalau gue gak buru-buru dateng tadi."
Kemudian Lenna pun langsung mengusap wajahnya dengan kasar dan menarik nafas lalu menghembuskannya lagi secara berulang-ulang.
"Dia ada disekitar lo dan sekarang lo lagi di awasi sama orang itu, gimana gue bisa tenang coba hah?!" lanjutnya lagi. "Lo balik ke kelas lo aja, gue ada urusan lain habis ini, dan inget jangan kemana-mana sampe gue jemput nanti, ngerti?!"
Mendengar hal tersebut Shil pun langsung menghela nafasnya dengan senyum tipisnya, kemudian mengangguk sebelum akhirnya berkata, "Iya Lele, aku ngerti kok."
"Baguslah, ayo gue anter lo ke kelas."
Setelah selesai mengantarkan sahabatnya itu, sekarang Lenna sedang mencari seseorang yang akan ditemuinya tersebut.
Ia merasa yakin bahwa sebenarnya sosok dibalik si peneror tersebut adalah seseorang yang pernah menolong sahabatnya itu ketika pingsan membuat dirinya menjadi merasa terpancing emosinya karena hal ini.
"Sialan, kita lihat aja nanti kalau beneran terbukti dia yang ganggu sahabat gue!"
Di sisi lain Yashelino sedang duduk dikursi yang biasa ditempati oleh malaikatnya itu yang entah kemana perginya saat ini.
Karena gadis itu tidak ada, maka laki-laki tersebut memutuskan untuk menunggunya di sini saja karena ia tahu pasti malaikatnya akan kembali ke sini sehingga membuat dirinya menjadi pusat perhatian oleh beberapa orang yang berada di ruangan ini.
Hingga di mana ia mendengar suara seseorang yang berasal dari ambang pintu membuat dirinya langsung mendongak dan sebuah senyuman pun langsung terlihat.
"K-kamu?!" ujar gadis itu dengan ekspresi terkejutnya. "Ngapain kamu di sini?"
"Oh, hai." Yashelino langsung berdiri dari duduknya dan berjalan mendekat kearah gadis itu dengan tatapan mautnya yang membuat semua perempuan berteriak histeris melihatnya. "Aku cari kamu tapi gak ada, jadinya nungguin deh di sini."
"Kenapa kamu cari aku?" tanya Shil dengan gugupnya.
Tanpa sadar Shil sudah berada di ujung dinding yang membuatnya tidak bisa bergerak lagi, bahkan berlari sehingga membuat Yashelino yang mengetahuinya pun langsung tersenyum smirk.
"Karena..."