Bagaimana bisa seseorang sepertinya bisa mengatasi masalah kegugupannya dengan sendirinya? Itu semua mustahil, apalagi jika penyebabnya tersebut adalah orang yang begitu sangat dikaguminya membuat Shil tidak berdaya sama sekali.
Ia langsung menahan nafas, kemudian menghembuskannya kembali dan sekali lagi dirinya melakukannya sampai benar-benar sudah tenang sekarang.
"A-aku ..." Gadis itu sebenarnya saat ini merasa kesal karena dihadapan orang seperti Yashelino ia tidak bisa berkata apa-apa dan hal tersebut sangat membuatnya sulit. "A-aku ..."
Sementara itu dihadadapannya saat ini Yashelino sedang menatapnya dengan kedua alis yang terangkat, laki-laki tersebut dengan sabar menunggu apa yang akan dikatakan oleh seorang gadis gugup sepertinya.
"Aku ... apa?" tanyanya kepada gadis dihadapannya itu. "Tenang aja, jangan gugup gitu, aku gak gigit kok."
Asal kalian tahu saja bahwa saat ini laki-laki itu sedang menahan dirinya untuk tidak tertawa dan sebisa mungkin selalu terlihat kalem didepan seseorang yang merupakan malaikatnya tersebut.
Namun, pada akhirnya gadis itu memilih untuk berlari meninggalkan Yashelino seorang diri karena jantung dan bibirnya yang tidak bisa diajak kerja sama sehingga membuat Shil benar-benar merasa gugup tiada henti jika seandainya terlalu lama berhadapan dengan seseorang sepertinya.
Yashelino yang melihat kepergian dari gadis itu pun saat ini sedang terperangah dengan satu tangan yang mengambang, kemudian memalingkan wajahnya kearah lain dan terkekeh setelah melihat apa yang baru saja dilakukan oleh gadis itu.
"Hm ... malah kabur dia, emangnya gue setan apa?" gumamnya sembari menggelengkan kepala dan tidak lupa dengan sebuah senyuman.
Karena tidak ingin ambil pusing, akhirnya laki-laki itu memutuskan untuk menuju para sahabatnya yang sudah pasti menunggunya sudah cukup lama.
Tanpa peduli Yashelino terus berjalan meskipun setiap gerak-geriknya selalu menjadi pusat perhatian karena pesona yang dimiliki olehnya.
Di suatu tempat seseorang sedang berhadapan dengan kaca setelah membasuh wajahnya dengan air berkali-kali hanya untuk menghilangkan kegugupannya itu.
"Huh, Shil sadar, gak boleh kaya gini. Pokoknya kamu harus tenang, oke?" ujarnya sembari menatap wajahnya dari kaca. "Haru inget gak boleh panik."
Gadis itu akhirnya bisa bernafas dengan benar dan juga jantungnya yang sempat mengira bahwa sepertinya ada suatu masalah ternyata tidak ada sama sekali.
Buktinya saat Shil berhasil kabur dari hadapan laki-laki tersebut, akhirnya jantung gadis itu bisa kembali berdetak dengan begitu normal seperti biasanya.
Beberapa saat kemudian gadis itu memutuskan untuk keluar dari toilet setelah mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia bisa melakukannya.
Bertepatan dengan itu suara bel masuk berbunyi membuat Shil harus segera sampai di ruangan kelasnya sendiri karena hari ini adalah jadwal dosen killer.
Tibalah di mana ia akhirnya bisa beristirahat dengan benar bersama dengan ketiga sahabatnya saat ini, juga dirinya yang masih bisa melihat perubahan drastis yang berada pada diri saudaranya itu sekarang.
"Woy. Yas, gila ya lo!" ujar Didan dengan kekehannya.
"Ada apa?" tanya Yashelino dengan satu alisnya yang terangkat.
"Lha, emangnya lo gak sadar tadi lo habis bikin heboh satu fakultas?"
"Enggak," jawabnya singkat. "Gue terlalu asyik mainin milik gue jadinya gak sadar soal itu."
Yashelino melirik seseorang yang saat ini sedang diam dengan ponsel yang sedang dimainkannya, meskipun begitu laki-laki itu tahu bahwa sebenarnya James mendengar dengan jelas apa yang dikatakannya.
"Parah lo," ujar Didan lagi. "Terus, rencana selanjutnya lo mau apa?"
Alfiz menoleh menatap sahabatnya itu yang terus saja berbicara seakan tidak mengetahui situasi saat ini sehingga membuatnya menjadi merasa kesal sendiri.
"Eh, Bidan, ngomong mulu lo!" sahutnya tiba-tiba yang membuat seseorang tersebut langsung menolehkan kepala kearahnya dengan tatapan sinisnya.
"Apa lo bilang?" tanya Didan dengan kesalnya. "Lo tadi bilang apa, Fiz?!"
"Apa?!" tanya Alfiz. "Bidan?"
"Anjing!" umpat Didan kesal. "Berisik lo!"
Mendengar itu Alfiz langsung berdecih, kemudian menatap James yang sedari tadi terus saja diam tidak berbicara ataupun melakukan sesuatu hal yang seperti bukan kebiasaannya membuatnya merasa aneh.
"Noh, si James, diem mulu dia, gak ngerti gue."
Laki-laki itu, Didan mengatakannya kepada Yashelino yang saat ini berada dihadapanya dan memperhatikan seseorang yang sedang dibicarakannya.
Diam-diam Yashelino merasa senang karena ia bisa membuktikan bahwa dirinya pun bisa melakukan sesuatu yang membuat James tidak menyukainya.
Ini adalah bentuk peringatan kepada James bahwa apa yang selama ini dilakukan oleh laki-laki itu sangat membuatnya tidak nyaman.
"James," panggil Yas. "Lo diem mulu kenapa sih?"
Basi, itu semua hanya omong kosong belaka dan Yashelino hanya sedang berpura-pura saja dihadapan kedua sahabatnya itu.
Ia mendekatkan bibirnya tepat ditelinga saudaranya tersebut sehingga membuat dirinya bisa berbisik seketika.
"Lo harus berakting buat sementara waktu sampe waktu gue selesai," ujarnya kepada laki-laki itu dengan senyum smirknya. Kemudian Yashelino menampilkan senyum terbaiknya kepada kedua sahabatnya tersebut seolah tidak terjadi apa-apa dengannya dan James, "Gue mau ke kantin dulu sama dia, bye!"
Didan dan Alfiz yang mendengarnya pun langsung terperangah saat Yas meninggalkannya pergi bersama dengan James membuat keduanya kebingungan.
"Tuh, lihat sendiri 'kan, mana ada Yas sama James musuhan, ngarang aja lo!"
Alfiz yang mendengarnya pun langsung memutar kedua bola matanya tersebut dengan malas, lalu berkata, "Susah emang kalau ngomong sama lo, udah ah, pusing gue."
"Dih, lo sendiri yang pusing, kenapa jadi gue yang disalahin?"
"Udah, mau ngajak berantem lo hah?"
"Ayok aja sih gue mah," sahut Didan santai. "Tapi gue kebelet."
Setelah itu Didan benar-benar pergi meninggalkannya seorang diri dengan kekesalan yang sudah diperbuat oleh laki-laki itu.
Di sisi lain saat ini Shil sedang berjalan seorang diri menuju ke suatu tempat di mana ia akhirnya bisa mengisi perutnya setelah beberapa jam sibuk berpikir yang membuat dirinya menjadi merasa lapar.
Sebuah tepukan dipundaknya membuat Shil langsung menoleh dan mendapati sahabatnya yang saat ini berada disampingnya.
"Lho, Lele?!" ujarnya terkejut, kemudian menatap sekelilingnya lalu kembali memandang seorang gadis yang berada dihadapannya saat ini. "Ngapain Lele ke sini?"
"Ya buat ketemu sama lo, lah!" jawab Lenna dengan satu alisnya yang terangkat, "Emangnya kenapa sih? Kok kaya gak boleh gitu gue main ke fakultas lo."
"Y-ya ... bukan gitu juga sih, cuma 'kan gak biasanya Lele ke sini."
Terdengar canggung hingga menimbulkan suara kekehan yang keluar dari mulu sahabatnya itu saat ini.
"Hehe, iya juga sih, gak tahu juga kenapa gue pengen ketemu sama lo." Lenna mulai mendekatkan wajahnya untuk menatap intens seseorang yang berada dihadapannya saat iini, lalu kembali berkata, "Lo gak apa-apa 'kan, Shil? Gak terjadi sesuatu 'kan sama lo?"
Shil langsung sedikit menjauhkan diri saat melihat Lenna yang begitu dekat dengannya karena sudah membuatnya terkejut.
Gadis itu meneguk ludahnya sendiri saat tiba-tiba saja teringat dengan kejadian beberapa waktu lalu di mana Shil melihat sosok laki-laki itu yang menatapnya dengan jarak yang cukup dengan dirinya.
Melihat Lenna yang seperti itu membuatnya merasa seperti sedang memandang Yashelino, dan dengan cepat Shil langsung menggelengkan kepalanya dan menepuk pipi kanan dan kirinya secara berulang-ulang.
"Eh, lo apa-apaan sih Shil?!" ujar Lenna terkejut dengan tingkah sahabatnya itu yang membuatnya khawatir. "Lihat tuh pipi lo merah 'kan jadinya!"
Paling tidak untuk saat ini hanya satu hal yang membuat Shil merasa harus menyadari tentangnya saat ini, bahwa ia sudah gila hanya karena satu orang laki-laki sepertinya tersebut.