Gladys menatap Dave yang tengah memakai jasnya. Biasanya pemuda itu rewel minta di pasangkan kancing bajunya. Namun, pagi ini dia hanya diam tak mengatakan apapun. Gladys tau itu salahnya. Ia hanya diam dan duduk rapi saja di meja rias.
Dengan cekatan ia memoles wajahnya dengan liptint dan bedak bayi. Gladys malas memakai banyak hal karena akan merepotkan nantinya. Maka dari itu, ia hanya memakai alat seadanya saja.
"Dimana jasku?"
"Sebentar,Mas. Biar aku cari. Kayaknya baru di setrika sama Bi Ijah"
Gladys langsung membuka lemari besar itu dan membuka hanger di jas biru tersebut. Dengan cekatan ia memberinya pada Dave.
"Bisa pasangkan?" ucap pemuda itu. Gladys mengangguk dan mengangkat jas itu. Dengan perlahan ia menyampirkan di tubuh kekar sang suami.
Dia tak tau bahwa Dave sangat rajin olahraga. Tubuhnya benar benar atletis. Semua gadis pasti akan menyukai Dave walau umurnya sudah 26 tahun.
Dave menatap bibir istrinya yang merah. Ingin sekali mengecup bibir itu seperti biasa setiap ia ingin pergi bekerja. Namun, sakit hati atas kejadian semalam membuat dirinya kesal dan hanya diam saat Gladys merapikan seragamnya sekarang. Sepertinya ia tak boleh berlarut seperti itu.
"Nggak ada yang pengen kamu omongin?"
Gladys menatap gusar pada Dave Ia hanya menghela nafas dan kini beranjak pergi mengambil tas.
Tandanya ia tak mau membahas
Keduanya berjalan ke arah ruang makan. Dengan santai keduanya duduk di meja makan dan menyantap makanan yang sudah tersedia.
"Buat apa bekerja lagi? Suamimu adalah pemilik perusahaan robot yang bahkan di naungi oleh berbagai perusahaan dunia"
Gadis itu hanya diam dan menatap nanar pada makanannya. Tatapan yang di berikan Dave seakan menuntutnya untuk menjawab perkataan suaminya itu.
"Aku pengen buka usaha"
"Kenapa gak bilang sama aku"
"Kembali lagi. Aku gak cinta sama kamu"
Pemuda itu tersenyum kecil. Lalu ia meletakkan garpunya perlahan. Tangannya mengangkat dan meletakkannya di atas tangan istrinya. Gadis usia 21 tahun lebih ini tidak bisa di paksa atau di bentak ketika berbicara. Maka dari itu, Dave menekan sifat egoisnya dan memilih sabar menghadapi istri kecilnya itu.
"Kamu tau nggak? Suami itu memberi nafkah istri. Tugasnya juga menyenangkan istri. Terlepas kamu gak cinta sama Mas, itu gak akan berpengaruh sama kewajiban yang harus Mas lakukan"
Demi Tuhan Suaminya sangat baik dan bijaksana. Kenapa dia belum memiliki perasaan pada suami baiknya ini. Apalagi yang ia harapkan dari orang orang. Suaminya bahkan di incar oleh banyak orang.
Dave adalah orang yang baik. Perusahaan miliknya yang sebenarnya adalah warisan sang Ayah mampu ia jaga baik. Perilaku sopan dan rajin sholat sebenarnya mampu membuat Gladys terkesima. Namun, entah kenapa sudah satu tahun menikah pun tak ada rasa itu.
Ketika bersama Daniel ia merasa perutnya seperti di isi oleh ribuan kupu kupu. Bahagia selalu dan senyum. Namun, saat bersama Dave ia merasa hampa.
"Nanti Mas transfer uangnya ya"
"Mas gak perlu transfer Aku usaha sendiri dengan bekerja sebagai guru piano"
"Oh ya? ngajar siapa?"
"Daniel"
Hening kembali menghiasi ruang makan itu. Dave menatap datar Gladys. Pemuda itu lalu beranjak mengambil tasnya dan pergi meninggalkan Gladys sendirian. Gladys merasa bersalah namun ia merasa tak perlu menjelaskan pada Dave. Ia ingin Dave melupakannya.
Bahkan menceraikannya
-/-
"Darimana aja sih? Daritadi gue nyariin lo"
"Makan" ucap Gladys singkat.
Gladys duduk di samping Daniel lalu mengeluarkan laptopnya. Bukan Gladys yang menghampiri pemuda itu. Namun, pemuda itulah yang menghampiri dirinya saat ia baru saja masuk ke kelas.
"Gimana entar sore? Bisakan?"
"Oke"
Moodnya jelek sejak pagi. Dave bahkan tidak membawa bekal yang ia siapkan. Bekal itu di biarkan tergeletak di meja makan. Entah suaminya itu lupa atau memang dia malas membawanya. Padahal pagi pagi sekali setelah sholat subuh ia membuat itu. Dave tidak suka makanan luar. Maka dari itu, ia harus siaga jika pagi. Dave akan merecokinya jika ia tak membuat bekal.
Bahkan pemuda manja itu tak mau Bi Ijah yang memasaknya. Ia ingin masakan istrinya langsung. Dan Gladys harus repot karena itu.
"Hei" panggil Daniel membuat Gladys menoleh. Tak disangka bahwa wajah Daniel sedekat ini dengannya. Ia menahan nafas saat hidungnya dan hidung Daniel bersatu. Dadanya merasa sesak dan ingin melambung rasanya.
Kelas yang sepi dan hanya di masuki oleh dua orang ini membuat keduanya di posisi yang sama dalam jangka waktu lama. Kebiasaan keduanya yang suka datang cepat. Namun baru kali ini Daniel berani melakukan ham ini padanya.
Tangan pemuda itu memegang leher Gladys. Membuat gadis itu makin sesak. Rasanya ia ingin menjerit. Bahkan sejenak, ia melupakan bahwa dirinya sudah menikah.
"Gue sayang banget sama lo. Gue cinta sama lo"
Daniel menarik Gladys mendekat. Gadis itu melotot dan mendorong dada Daniel. Ia kaget saat pemuda itu seakan ingin menerkam dirinya. Kepala Gladys sakit akibat kaget itu.
Dia sudah punya suami. Seharusnya ia tak mengusir pikiran itu. Walau tak cinta, ia harus menghargai sebuah pernikahan bukan?
"Daniel! Gue gak suka lo berkelakuan kurang ajar kayak tadi. Lo tau seberapa gue benci sama skinship?"
"Oh, Lo benci sama Skinship? Terus bekas merah di leher lo itu apa? Di hisap biawak?"
Gladys mendengkus lalu melempar buku tebalnya. Rasanya ia ingin mengamuk dan menghajar Daniel sekarang. Juga tak lupa! Dave takkan ia beri jatah ke depannya.
-/-
"Pak, apa bapak mendengar saya?" tanya pegawainya Dave yang sangat cantik itu. Afifah namanya. Gadis cantik dengan gaya muslim yang rapi dan mampu membuat semua orang terpukau dengan kealimannya.
Dave berdehem pelan. Ia membuat hologram di depannya. Menampilkan banyak data dan informasi yang masuk dari emailnya. Pemuda itu membuat satu file dan memasukkan data itu ke dalam sebuah flashdisk.
"Berikan pada dr Jung. Katakan padanya bahwa akan ada operasi tentang penggunaan hybrid. Dan jangan lupa sampaikan padanya bahwa ia jangan merokok sebelum masuk ruangan saya. Udara tercemar karenanya"
"Baik pak akan saya sampaikan. Apa ada hal lainnya pak?"
"Tidak ada. Kamu boleh keluar" titah Dave. Namun seperkian detik pemuda itu memanggil Afifah yang hendak beranjak.
"Darimana kamu membawa kurma semalam? Rasanya enak"
Afifah tertawa hingga terdengar merdu. Gadis itu rajin membaca Alquran. Maka dari itu sepertinya suara yang ia hasilkan sangatlah merdu. Begitulah pemikiran Dave
"Saya pesan sama teman saya pak. Kebetulan dia agen pergi umroh dan haji. Dia membawa oleh oleh buat saya"
"Dia lelaki atau perempuan?"
"Dia lelaki pak" ucap Afifah yang membuat Dave terdiam. Ia mengerjapkan matanya lalu menatap Afifah kembali.
"Oke, nanti kalau misalnya teman kamu pulang lagi, tolong minta banyak ya. Istri saya menyukainya. Ia jarang makan, namun semalam ia bahkan menghabiskan dua kotak kurma itu"
"Wahh istri anda hebat sekali. Dia pasti sangat cantik dan beruntung memiliki suami seperti anda. Anda sangat baik dan bijaksana. Tipekal suami yang di inginkan pada zaman sekarang"
"Menurutmu begitu"
"Iya pak"
"Terimakasih, Afifah. Selamat bekerja"
"Baik pak. Selamat bekerja"
Akhirnya gadis itu keluar dengan hormat. Dave membuka ponselnya dan mendapati sang istri yang mengirim pesan padanya.
12.45
Jangan makan sembarangan. Aku udah
kirim makanannya lewat mang Ujang
13.00
Thank You,My Wife.
Tak ada balasan dan membuat pemuda itu menutup ponselnya. Ia membaca doa makan dan langsung memakan bekal yang di buat istri tercintanya.
Yang ia doakan juga di sepertiga malam agar istrinya mencintai dirinya juga.